Operator mencari satelit pengganti menyusul kegagalan satelit Nusantara Dua meluncur ke lintasan orbit. Pemerintah berupaya mempertahankan hak penggunaan orbit 113 derajat BT oleh Indonesia.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satelit Nusantara Dua gagal meluncur ke lintasan orbit akibat kendala teknis pada roket. Oleh sebab itu, operator mencari satelit pengganti, sementara pemerintah akan mempertahankan hak penggunaan slot orbit tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan, satelit Nusantara Dua ditujukan untuk mengganti satelit Palapa-D yang akan mengalami de-orbit selambatnya akhir Juli 2020. ”Satelit Palapa-D saat ini digunakan untuk penyiaran 23 televisi dan 8 radio,” ujarnya saat telekonferensi kepada pers, Jumat (10/4/2020).
Satelit Nusantara Dua diluncurkan dari Xichang Satellite Launch Center di Xichang, China, pukul 18.46 waktu setempat dengan roket Long March 3B ke slot orbit 113 derajat Bujur Timur (BT). Satelit ini milik PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera yang merupakan usaha patungan antara PT Pasifik Satelit Nusantara dengan Indosat Ooredoo dan PT Pintar Nusantara Sejahtera.
Johnny menyatakan, pemerintah berkomitmen agar kegagalan peluncuran itu tidak merugikan Indonesia. Pemerintah akan berkoordinasi dengan International Telecommunication Union (ITU) agar dapat mempertahankan hak penggunaan orbit 113 derajat BT oleh Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Business Officer Indosat Ooredoo Bayu Hanantasena menyatakan, satelit Palapa-D masih beroperasi dengan normal. ”Karena satelit Palapa-D sudah memasuki masa ’akhir hidupnya’, kami akan memastikan layanan yang diberikan tetap berjalan dan tidak mengalami gangguan. Kami juga akan tetap mencari satelit pengganti,” ujarnya.
Ada tiga tahap proses peluncuran satelit Nusantara Dua. Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Adi Rahman Adiwoso memaparkan, tahap I dan II peluncuran berjalan normal. Di tahap III, ada dua roket yang digunakan, tetapi salah satu roket tidak menyala sehingga kecepatan yang dibutuhkan untuk masuk ke orbit tidak cukup.
Ketinggian satelit saat itu telah mencapai 170 kilometer dengan kecepatan 7.100 meter per detik. Adi mengatakan, satelit langsung jatuh ke laut dan tidak bisa diselamatkan sehingga tak dapat digunakan kembali. Namun, satelit ini sudah diasuransikan. Adi menyatakan komitmen perusahaannya membangun satelit baru untuk mengisi slot sehingga dapat memenuhi kebutuhan komunikasi digital dan penyiaran di Indonesia.
Secara prosedur regulasi, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail menyatakan, pemerintah akan berkoordinasi dan berkonsultasi dengan ITU yang telah memberikan hak kepada Indonesia untuk mengoperasikan satelit di slot orbit 113 derajat BT. ”Setelah mendapatkan surat keterangan resmi dari Indosat dan PSN, kami akan bersurat ke ITU untuk menetapkan status force majeur,” ujarnya.
Menurut Ismail, kegagalan peluncuran satelit pernah terjadi tiga tahun lalu. Dari peristiwa ini, Indonesia mendapatkan perpanjangan waktu yang cukup untuk menyiapkan satelit pengganti. Hal ini diharapkan dapat terjadi pada kasus satelit Nusantara Dua.
Hal itu akan dibahas pada sidang internasional Radio Regulations Board ITU pada 6-15 Juli 2020. Oleh sebab itu, Ismail menyebutkan, tenggat pengajuan proposal pembahasan ialah 15 Juni 2020.