Cadangan Devisa Tergerus, Penerbitan Obligasi Global Jadi Andalan
Cadangan devisa berpotensi kian tergerus seiring lesunya ekspor dan pariwisata akibat pandemi Covid-19. Penerbitan obligasi global diharapkan menambah cadangan devisa dari 121 miliar dollar AS jadi 125 miliar dollar AS.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko semakin tergerusnya cadangan devisa terbuka akibat berkurangnya aktivitas ekspor dan lumpuhnya sektor pariwisata akibat pandemi Covid-19. Dalam situasi saat ini, bank sentral dan pemerintah mengandalkan penerbitan obligasi untuk menambah cadangan devisa.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menilai, meski cadangan devisa diklaim dalam posisi aman, aset pendukung kebijakan moneter ini bisa semakin tergerus jika dampak pandemi Covid-19 tak segera berakhir dan menggerogoti perekonomian.
Menurut Abra, jumlah cadangan devisa yang mencapai 121 miliar dollar AS bisa habis jika aktivitas ekspor terus turun dam sektor pariwisata tidak kunjung pulih. Pasalnya, kedua sektor tersebut merupakan sumber utama devisa Indonesia.
”Lumpuhnya pariwisata dan melemahnya ekspor saat ini berbeda dengan situasi krisis ekonomi tahun 1998, di mana aktivitas tersebut masih berjalan. Jadi, bukan berarti pemerintah bisa tenang meski cadangan devisa masih cukup untuk pembiayaan tujuh bulan,” ujarnya, Jumat (10/4/2020).
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa cadangan devisa akan bertambah dari 121 miliar dollar AS jadi 125 miliar dollar AS menyusul penerbitan obligasi global pemerintah 4,3 miliar dollar AS, awal pekan ini.
Dengan tambahan itu, cadangan devisa akan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor, pembayaran cicilan utang pemerintah, dan stabilisasi nilai tukar beberapa bulan ke depan.
Berdasarkan data Bank Indonesia, cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2020 tercatat 121 miliar dollar AS, lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Februari 2020 yang 130,4 miliar dollar AS. Penurunan mencapai 9,4 miliar dollar AS dalam sebulan.
Penurunan cadangan devisa pada Maret 2020, di antaranya dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi rupiah di tengah kepanikan di pasar keuangan global yang dipicu pandemi Covid-19 secara cepat dan meluas ke seluruh dunia. Kondisi ini mendorong aliran modal keluar Indonesia dan meningkatkan tekanan pada nilai tukar rupiah.
Skenario terburuk
Bank Indonesia dan pemerintah menyusun skenario terburuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun 2020 yang bisa anjlok ke posisi 2,3 persen. Perry merinci skenario terberat itu, yakni pertumbuhan triwulan I-2020 sebesar 4,7 persen, lalu anjlok pada triwulan II-2020 (1,1 persen), triwulan III-2020 (1,3 persen), dan membaik pada triwulan IV-2020 (2,4) persen.
”Itu dalam skenario berat. Ini juga berdasarkan informasi satuan tugas (satgas) yang menangani Covid-19 yang memperkirakan Covid-19 mencapai puncaknya pada Juni dan Juli tahun ini,” ujar Perry
Agar skenario berat tersebut tak terjadi, pemerintah dan bank sentral memberikan kucuran stimulus, baik dari sisi fiskal maupun moneter, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang terbaru adalah stimulus fiskal Rp 405,1 triliun oleh Kementerian Keuangan
Nilai tersebut terdiri dari Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional. Stimulus tersebut, lanjut Perry, menjadi respons untuk menjaga ekonomi meski membuat defisit anggaran membengkak 5,07 persen dari PDB
”Kami tetap optimistis dapat melewati krisis ini dan menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak jatuh terlalu dalam. Bahkan, BI telah menjalin kerja sama dengan The Fed untuk mendapat fasilitas repo guna mencukupi likuiditas dollar AS di dalam negeri saat diperlukan,” ujarnya.