Tak Mudah Wujudkan Mimpi Jadi Negara Maju
Mewujudkan mimpi besar RI menjadi negara maju setelah 100 tahun merdeka tidak mudah. Beberapa variabel perekonomian yang menjadi acuan penting masih berada di bawah level yang diharapkan.
Mewujudkan mimpi besar RI menjadi negara maju setelah 100 tahun merdeka tidak mudah. Sejumlah parameter untuk mencapai keberhasilan misi itu belum menunjukkan perkembangan menggembirakan. Beberapa variabel perekonomian yang menjadi acuan penting masih berada di bawah level yang diharapkan.
Berdasarkan analisis Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada enam variabel pengontrol arah perjalanan Indonesia menjadi negara maju. Keenamnya adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, pertumbuhan investasi, pertumbuhan ekspor, pertumbuhan industri, dan kemajuan pertanian.
Variabel-variabel itu digunakan sebagai panduan untuk memonitor kemajuan ekonomi setiap tahun. Tujuannya, tahapan perkembangan ekonomi dapat dipandu sehingga skenario menjadi negara berpendapatan tinggi tercapai pada 2045.
Ada dua skenario yang direncanakan pemerintah untuk mengawal tahapan tersebut. Pertama, skenario dasar dengan asumsi pada 2016-2045 pertumbuhan ekonomi dunia rendah dan harga komoditas murah. Pada skenario ini, diasumsikan terjadi gejolak global yang besar sehingga memengaruhi harga komoditas yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan minimal 5,1 persen per tahun dengan skenario dasar (baseline) itu. Pendapatan per kapita diproyeksikan naik selama 2015-2025 sehingga pada tahun 2030-an mencapai lebih dari 12.000 dollar AS per kapita. Pada tahun 2045, pendapatan per kapita tiap tahun telah mencapai 19.794 dollar AS, atau Rp 280 jutaan (kurs Rp 14.000 per dollar AS).
Variabel pertumbuhan lainnya, seperti investasi, ditargetkan harus naik minimal di besaran 5,4 persen; ekspor 5,6 persen; industri 5,2 persen; dan pertanian sekitar 3 persen setahun.
Kedua, proyeksi skenario tinggi dengan asumsi reformasi struktural yang mulai dilakukan dapat berjalan sesuai harapan serta ditopang kondisi pertumbuhan ekonomi global yang tinggi.
Pada skenario ini, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2016-2045 ditargetkan tinggi, rata-rata mencapai lebih dari 6 persen setahun. Pendapatan per kapita pada 2045 direncanakan mencapai 28.934 dollar AS, atau lebih dari Rp 400 juta per tahun. Untuk variabel lainnya dipasang acuan tahunan dengan kisaran pertumbuhan yang tinggi, seperti investasi 7,3 persen; ekspor 7,9 persen; dan industri 7,8 persen.
Khusus pertanian, tetap ditarget dengan besaran relatif rendah, yakni 3 persen. Apabila skenario tinggi ini tercapai, bukan tak mungkin perekonomian Indonesia bertengger di urutan 5 besar dunia pada 2045.
Dalam skenario menuju negara berpendapatan tinggi itu, pemerintah membaginya dalam tiga tahapan. Tahap pertama, rentang tahun 2016-2025, pemerintah berusaha memperkuat struktur ekonomi dengan memacu pertumbuhan PDB rata-rata hingga 6 persen per tahun.
Kedua, kurun 2026-2035, pemerintah berusaha mempercepat pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi dengan target kenaikan PDB per tahun rata- rata 7 persen. Pada tahun 2035, diperkirakan Indonesia sudah terbebas dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
Tahap terakhir, pada 2036-2045, Indonesia diproyeksikan mengalami modernisasi ekonomi berbasis kualitas dan berkelanjutan. Di fase ini, ekonomi diperkirakan bertumbuh 6,3 persen per tahun.
Apabila rangkaian proyeksi tersebut sukses dilampaui, Indonesia menjadi negara maju dan kuat. Indonesia mampu memproduksi barang dan jasa dalam jumlah besar dan berkualitas tinggi sekaligus memiliki pasar domestik berdaya serap tinggi.
Realisasi tertatih
Untuk meraih target menjadi negara maju ternyata tak mudah. Pada tahapan pertama, tahun 2015-2025, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Hingga awal 2020, hampir semua variabel panduan melenceng di bawah level yang diskenariokan, bahkan dengan ukuran skenario paling minim sekalipun.
PDB ditargetkan tumbuh setidaknya 5,1 persen per tahun pada 2016-2025, tetapi pertumbuhan ekonomi rata-rata masih di kisaran kurang dari 5,1 persen hingga 2019. Pada rentang 2016-2019, hanya pada tahun 2018 yang pertumbuhannya di atas skenario baseline, yakni 5,17 persen.
Hal itu mengindikasikan ada sejumlah variabel produksi yang belum sesuai harapan. Sektor industri yang merupakan lapangan usaha andalan perekonomian nasional belum berkembang optimal. Pada tahun 2016-2019, sektor industri pengolahan hanya tumbuh sekitar 4 persen. Bahkan, pada tahun 2019, perkembangannya melambat hanya 3 persen. Pencapaian sektor industrialisasi ini masih berada di bawal level roadmap negara maju, 5,2 persen per tahun.
Hingga awal 2020, hampir semua variabel panduan melenceng di bawah level yang diskenariokan, bahkan dengan ukuran skenario paling minim sekalipun.
Kurang bertajinya sektor industri menyebabkan perkembangan nilai ekspor nasional kurang optimal. Kebutuhan pasar domestik yang sangat tinggi, tetapi tak mampu disediakan oleh industri dalam negeri, menyebabkan arus impor sangat besar. Hal ini tentu saja kontradiktif dengan rencana sebagai negara maju yang mampu memenuhi segala kebutuhan sekaligus memenuhi permintaan luar negeri.
Salah satu faktor yang berpengaruh besar pada kurang kuatnya sektor industri dan pemasaran ekspor adalah investasi atau permodalan yang tak memadai. Pada skenario tahap pertama baseline, investasi diharapkan tumbuh 5,4 persen setahun. Adapun hingga tahun 2019, investasi tumbuh rata-rata 5,8 persen per tahun atau lebih tinggi dari target.
Meski demikian, pencapaian investasi itu tetap saja relatif belum optimal karena sebagian besar penanaman modal terkumpul di sejumlah daerah. Akibatnya, terjadi ketimpangan pembangunan antardaerah.
Infrastruktur
Sejak Presiden Jokowi memimpin pada periode pertama 2014-2019, sejumlah fondasi vital perekonomian menjadi fokus pemerintahannya. Salah satunya terkait pembangunan infrastruktur.
Pada periode keduanya, mayoritas proyek infrastruktur pada periode pertama sudah selesai dan mulai dimanfaatkan. Hal ini mendorong peningkatan aksesibilitas antarwilayah sehingga berpotensi besar menarik hadirnya investasi ke segenap penjuru Indonesia yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Mulai saat ini, manfaat belanja infrastruktur yang sudah digelontorkan mulai dapat dituai untuk kemajuan masa depan Indonesia.
Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah kali ini tak lagi berfokus pada sektor infrastruktur, tetapi beralih pada penciptaan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan. SDM yang unggul ini merupakan komponen penting untuk mendukung pertumbuhan tinggi.
Aspek berkelanjutan juga krusial dalam pembangunan menuju Indonesia Emas 2045. Hakikat pembangunan berkelanjutan merupakan perpaduan pembangunan ekonomi dengan alur pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan. Setiap alur pembangunan berpengaruh pada alur pembangunan lainnya sehingga perlu diperhitungkan dalam membangun tiga alur pembangunan berkelanjutan.
Tiap alur pembangunan tersebut bermuara pada pengukuran sejumlah variabel tertentu, yakni PDB untuk alur ekonomi; ukuran koefisian gini, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta tingkat kemiskinan untuk alur sosial; dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKHL) untuk alur lingkungan. Variabel-variabel ini mencerminkan kualitas pembangunan yang sudah dilaksanakan.
Mengacu pada skenario menuju negara maju, mayoritas variabel acuannya memang meleset. Namun, jika mengacu pada kualitas hasil pembangunan, pencapaian Indonesia relatif membaik. Sejumlah variabel sosial-ekonomi dan lingkungan menunjukkan perbaikan.
Kemiskinan pada 2015 masih 11,13 persen, tetapi pada 2019 menjadi 9,22 persen. Demikian juga dengan tingkat pengangguran yang pada 2019 berkurang menjadi 5,01 persen. Padahal, tahun 2015, saat awal Jokowi memimpin, masih sekitar 6,18 persen. Celah antara golongan kaya dan miskin mengecil. Terlihat dari koefisien gini yang menciut dari 0,402 pada tahun 2015 menjadi 0,382 pada tahun 2019.
Adapun IPM juga meningkat. Pada 2019, IPM Indonesia adalah 71,92, naik beberapa poin dari tahun 2015 yang besarnya 69,55.
Besaran IKLH secara nasional terus membaik. Pada tahun 2015, IKLH bertengger pada besaran 68,23 dan pada tahun 2018 naik lagi sedikit menjadi 71,67.
Namun, saat ini, pandemi Covid-19 telah merontokkan perekonomian. Pandemi menjadi ujian terbaru dan tak terduga yang akan menghambat upaya pencapaian target-target pertumbuhan ekonomi. (LITBANG KOMPAS)