Kemajuan proyek pembangunan kilang baru dan peningkatan kapasitas kilang yang ada berjalan sesuai rencana. Proyek ini diharapkan selesai tahun 2026 yang ditandai penghentian impor bahan bakar minyak oleh Pertamina.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek peningkatan kapasitas kilang ataupun pembangunan kilang baru milik PT Pertamina (Persero) dipastikan selesai tepat waktu. Tahun 2026 adalah target tuntasnya pembangunan keseluruhan proyek itu yang ditandai dengan penghentian impor bahan bakar minyak. Sejumlah perusahaan asing dilibatkan dalam proyek ini.
Terdapat empat proyek peningkatan kapasitas kilang, yaitu kilang Dumai di Riau, kilang Balongan di Jawa Barat, kilang Cilacap di Jawa Tengah, dan kilang Balikpapan di Kalimantan Timur. Adapun rencana pembangunan dua kilang baru ada di Tuban, Jawa Timur, dan di Bontang, Kalimantan Timur. Peningkatan kapasitas kilang adalah program menaikkan produksi dan meningkatkan kompleksitas produk dari kilang tersebut.
Secara keseluruhan, apabila keenam proyek tersebut tuntas, kapasitas produksi bahan bakar minyak (BBM) akan naik dua kali lipat menjadi 2 juta barel per hari. Selain diintegrasikan untuk menghasilkan produk petrokimia, kilang-kilang tersebut juga mampu memproduksi BBM berstandar Euro V. Total investasi proyek ini mencapai 65 miliar dollar AS atau setara Rp 1.066 triliun dengan kurs saat ini.
”Proyek peningkatan kapasitas kilang dan pembangunan kilang baru menunjukkan kemajuan yang signifikan. Semua berjalan sesuai tahap yang direncanakan. Pengadaan peralatan utama juga tuntas dilaksanakan,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman dalam keterangan resmi yang dikutip Kompas, Rabu (8/4/2020).
Proyek peningkatan kapasitas kilang dan pembangunan kilang baru menunjukkan kemajuan yang signifikan. Semua berjalan sesuai tahap yang direncanakan.
Selain itu, proses negosiasi dengan perusahaan mitra berjalan mulus. Sejumlah kesepakatan bisnis yang tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) telah ditandatangani. Mitra-mitra tersebut adalah perusahaan migas multinasional, seperti Rosneft (Rusia), Saudi Aramco (Arab Saudi), ADNOC dan Mubadala (Uni Emirat Arab), dan K-Sure (Korea Selatan).
”Program pembangunan kilang baru di Tuban sudah menuntaskan pengadaan lahan dan sedang dalam proses pembayaran. Pertamina dan Rosneft (yang menjadi mitra dalam proyek ini) telah menandatangani desain kilang yang dimenangkan kontraktor terpilih,” kata Fajriyah.
Di dalam negeri, untuk mempercepat proyek kilang, Pertamina menggandeng sejumlah perusahaan, seperti PT Barata Indonesia (Persero), PT Krakatau Steel (Persero), dan PT Rekayasa Industri. Barata Indonesia berperan sebagai pembuat komponen dan alat berat pada proyek kilang, sedangkan Krakatau Steel akan memasok kebutuhan baja. Adapun Rekayasa Industri dilibatkan untuk rancang bangun pada seluruh proyek kilang tersebut.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang mengatakan, apabila seluruh proyek tersebut beroperasi, akan ada potensi penambahan devisa negara sebesar 12 miliar dollar AS per tahun dari penjualan berbagai produk kilang. Dari sisi perpajakan, negara akan memperoleh tambahan pajak sekitar 299 juta dollar AS per tahunnya.
”Proyek ini berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan bagi 170.000 orang selama pengoperasian kilang. Adapun untuk tenaga kerja tidak langsung (subkontrak) bisa menyerap sebanyak 320.000 orang,” ucap Tallulembang.
Pemerintah berharap proyek pembangunan kilang baru ataupun peningkatan kapasitas kilang bisa berjalan tepat waktu. Bahkan, apabila memungkinkan, proyek ini bisa dipercepat penyelesaiannya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif siap memberi dukungan penuh bagi Pertamina untuk menuntaskan proyek tersebut.
”Kalau kilang kita tidak diperkuat, Indonesia akan bergantung pada pasar dalam memenuhi kebutuhan BBM. Membeli BBM dari pihak lain, mereka pula yang menikmati seluruh nilai tambahnya,” kata Arifin, beberapa waktu lalu.
Dari total konsumsi BBM nasional yang mencapai 1,5 juta barel per hari, sekitar 800.000 barel per hari diperoleh dari impor. Sepanjang 2019, Pertamina mengimpor BBM sebanyak 128,4 juta barel senilai 8,8 miliar dollar AS. Adapun impor minyak mentah di tahun tersebut sebanyak 87 juta barel senilai 5,7 miliar dollar AS.