Pandemi Covid-19 ikut memukul keuangan perusahaan pelat merah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara berencana memangkas anak usaha yang tak efisien demi menopang arus kas perusahaan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020, dividen dari badan usaha milik negara atau BUMN ditargetkan Rp 49 triliun. Namun, pandemi Covid-19 dinilai berdampak serius terhadap keuangan perusahaan. Target setoran ke negara diprediksi sulit dicapai hingga dua tahun ke depan.
Pada 20 Februari 2020, saat presentasi di hadapan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri BUMN Erick Thohir optimistis target dividen bisa dicapai, bahkan naik dua kali lipat. Namun, dalam rapat kerja telekonferensi dengan Komisi VI DPR, Jumat (3/4/2020), Erick menyatakan, target dividen harus realistis. Akibat pandemi Covid-19, perusahaan-perusahaan pelat merah kemungkinan hanya bisa menyetor dividen 50 persen dari target Rp 49 triliun.
”Kami awalnya optimistis, tetapi pada kondisi hari ini, melihat bagaimana dampak (pandemi) di banyak BUMN, sejujurnya untuk dividen 2020 kemungkinan akan meleset dan pada 2021 pastinya lebih jauh sekali,” kata Erick.
Jika berkaca pada capaian 2019, setoran laba atau dividen dari perusahaan BUMN berkontribusi mendorong kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam lima tahun terakhir, kontribusi BUMN terhadap APBN terus meningkat, baik lewat dividen maupun setoran pajak.
Erick memprediksi, setoran dividen akan kembali stabil pada 2022. Untuk sementara, beberapa langkah ditempuh untuk menyederhanakan dan menyehatkan perusahaan, antara lain dengan memetakan manajemen portofolio perusahaan berdasarkan nilai ekonomi, kinerja, dan pelayanan publik. Dari pemetaan tersebut, BUMN melanjutkan program perampingan anak cucu perusahaan yang tidak efisien dan bukan usaha inti.
Restrukturisasi
Per 3 April 2020 ada tiga perusahaan BUMN yang sudah siap menutup dan menggabungkan anak cucu usaha demi efisiensi. Total anak dan cucu usaha yang ditutup ada 51 perusahaan, terdiri dari 25 anak usaha PT Pertamina (Persero), 6 anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, dan 20 anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
Restrukturisasi ditargetkan bisa memangkas hingga 70 persen dari 142 perusahaan BUMN dan 800 anak usaha BUMN saat ini. Lewat restrukturisasi,
kluster bidang usaha juga akan disusutkan dari 27 kluster
bisnis menjadi 14 kluster. Upaya ini diharapkan bisa mendorong efisiensi dan membantu kondisi arus kas perusahaan yang saat ini terdampak Covid-19.
Perampingan usaha diharapkan tidak sampai mengorbankan karyawan. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, proses likuidasi dan divestasi 25 anak usaha perseroan dalam dua tahun ke depan tidak akan berujung pemutusan hubungan kerja (PHK).
”Prinsipnya tidak boleh ada lay-off. Karyawan perusahaan yang dilikuidasi akan kami tarik ke perusahaan induk (Pertamina), sementara karyawan perusahaan yang didivestasi dipastikan kembali direkrut (perusahaan yang mengakuisisi),” ujarnya.
Ketiga perusahaan itu juga menjamin, pemangkasan dilakukan terhadap anak cucu usaha yang bukan bisnis inti sehingga tidak mengganggu pelayanan publik. Garuda, misalnya, tidak akan memangkas dan menggabungkan anak usaha yang bergerak di bisnis inti, seperti Garuda Maintenance Facility (GMF) dan Citilink.
Negosiasi PMN
Kementerian BUMN mengantisipasi, beberapa perseroan mengalami penurunan pendapatan yang signifikan, khususnya BUMN sektor pariwisata dan transportasi karena permintaan yang anjok di tengah pandemi.
Mereka, antara lain, PT Garuda Indonesia, PT Kereta Api Indonesia, PT Pelabuhan Indonesia, PT ASDP Indonesia Ferry, PT PELNI, dan PT Angkasa Pura. Arus kas perseroan di bidang energi seperti PT Pertamina dan PT PLN juga diprediksi ikut terganggu akibat menurunnya nilai kurs rupiah.
Erick menuturkan, saat ini, Kementerian BUMN tengah memetakan kondisi arus kas dan utang tiap perusahaan pelat merah. Beberapa perusahaan yang utangnya akan jatuh tempo dalam waktu dekat adalah PT Garuda Indonesia, Perum Bulog, PT PLN, dan BUMN Karya. Namun, Garuda mengalami kondisi terberat, karena terdampak Covid-19. “Kalau yang lain, kami masih optimis bisa direstrukturisasi,” ujarnya.
Terkait ini, Kementerian BUMN pun tengah mengkaji pemberian dana penyertaan modal negara (PMN) untuk sejumlah perseroan yang terkena dampak Covid-19. Wacana PMN ini sempat disoroti Komisi IX DPR yang meminta agar BUMN berhati-hati, berhubung alokasi anggaran PMN sebenarnya bisa dialihkan untuk penanganan Covid-19.
“Meski PMN tidak diprioritaskan, tetapi ini kondisi yang harus dihadapi. Beri kami waktu untuk bernegosiasi dengan Menkeu terkait mana PMN yang memang sangat dibutuhkan. Kami sudah sortir sampai 50 persen dari kebutuhan, tetapi tidak akan kami buka dulu karena persoalan etis atau tidak,” tutur Erick.
Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi PDI-P, Aria Bima, meminta Kementerian BUMN segera menyusun protokol krisis untuk mengantisipasi dampak pandemi. Sementara anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Amin AK, mengingatkan agar proses pemetaan portofolio dan restrukturisasi tidak sampai mengancam nasib karyawan