Daerah Belum Ajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kabupaten/kota belum mengajukan pembatasan sosial berskala besar kepada Menteri Kesehatan sebagai langkah penanganan wabah virus korona di daerah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kabupaten/kota belum mengajukan pembatasan sosial berskala besar kepada Menteri Kesehatan sebagai langkah penanganan wabah virus korona di daerah. Namun, sejumlah kebijakan yang diambil diklaim memenuhi kriteria pembatasan sosial.
Bupati Magetan Suprawoto dan Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin, yang dihubungi secara terpisah dari Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (4/4/2020), mengatakan tidak berwenang menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah administratif yang mereka pimpin kecuali oleh Menteri Kesehatan.
”Kami belum mengajukan PSBB sebab petunjuk teknis dan pelaksanaan belum ada dari pusat,” ujar Suprawoto.
”Namun, kami sudah menempuh beberapa kebijakan terkait dengan pembatasan sosial,” kata Arifin.
Mereka mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Regulasi menyebutkan, PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan atau pembatasan kegiatan di tempat umum. Ketiga hal ini sudah ditempuh oleh provinsi dan kabupaten/kota di Jatim.
Kami belum mengajukan PSBB sebab petunjuk teknis dan pelaksanaan belum ada dari pusat.
Peliburan sekolah dan tempat kerja aparatur sipil negara sudah diputuskan, ada yang berlaku sampai 11 April, 19 April, 21 April, atau 22 April. Sekolah dan tempat kerja swasta menyesuaikan secara penuh atau sebagian. Kegiatan keagamaan juga sudah amat dibatasi.
Umat Katolik di Jatim, misalnya, mengikuti perayaan ekaristi secara daring di rumah. Sejumlah kabupaten/kota sudah meminta agar shalat berjemaah bagi umat Islam ditiadakan, tetapi dilaksanakan di rumah. Tempat hiburan sudah ditutup, termasuk kedai dan warung yang biasa menjadi tempat kerumunan.
Arifin mengatakan, pemudik dari daerah terjangkit dan tiba di Trenggalek diperiksa kesehatannya. Pemudik yang sehat menjadi orang dalam pemantauan dan dipantau untuk karantina mandiri selama dua pekan. Karantina bisa dilakukan di rumah dengan pengawasan RT, balai desa, sekolah, atau gedung yang telah disiapkan.
”Yang ada indikasi kami rawat dan isolasi dengan status pasien dalam pengawasan di rumah sakit,” ucap Arifin.
Di Trenggalek, sudah didata ada setidaknya 5.000 orang terdampak perlambatan ekonomi akibat virus korona. Mereka terutama pengemudi angkutan, pedagang di obyek wisata, dan anggota kelompok sadar wisata dengan kategori tak mampu. Mereka diberikan kartu penyangga ekonomi untuk mendapat bantuan beras 5 kilogram dan uang tunai Rp 100.000 per bulan.
Hal serupa ditempuh oleh Magetan. ”Kalangan terdampak kami suplai bahan makanan dan minuman untuk menjaga kondisi kesehatan mereka,” ujar Suprawoto.
Di Magetan, ada lebih kurang 3.000 warga lanjut usia dan kalangan disabilitas yang setiap hari menerima bantuan sayur, buah, susu, dan bahan makanan. Nutrisi penting, yakni susu, sayur, dan buah, juga didistribusikan kepada warga dan tim kesehatan puskesmas serta aparatur TNI/Polri di desa dan kecamatan. ”Susu, sayur, buah kami beli dari petani untuk memasok kebutuhan itu,” ucap Suprawoto.
Arifin mengatakan, telah ada dana Rp 35 miliar dan sumbangan Rp 600 juta yang siap digunakan untuk penanganan dampak wabah virus korona di Trenggalek. Suprawoto mengatakan, Magetan telah menyiapkan dana Rp 36 miliar untuk tujuan yang sama.
Pembatasan
Sementara Pemerintah Kota Surabaya memastikan tidak ada penutupan akses ke pintu masuk Surabaya. Hal ini mengacu pada PP No 21/2020 tentang PSBB. Karena itu, pemkot bersama instansi terkait melakukan pembatasan pergerakan masyarakat.
Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser mengatakan, pihaknya tidak bisa melakukan tindakan di luar kewenangan Pemkot Surabaya. Karena itu, pemkot bersama instansi terkait melakukan imbauan-imbauan dan sterilisasi pencegahan Covid-19 kepada masyarakat. Khususnya, di 19 titik pintu masuk Kota Surabaya.
Fikser mencontohkan, ada salah satu wilayah kecamatan yang akses pintu masuk dan keluar jalannya bisa tiga sampai empat. Dari keempat akses itu kemudian dipangkas menjadi satu akses jalan utama. Upaya ini dilakukan sebagai langkah menekan penyebaran Covid-19.
Fikser juga mengimbau kepada masyarakat, khususnya warga luar Kota Surabaya, jika tidak ada kepentingan yang mendesak atau datang sekadar jalan-jalan ke ”Kota Pahlawan”, lebih baik ditunda dahulu.
Pemkot juga terus melakukan kajian sekaligus konsultasi dengan Kementerian Kesehatan. Alasannya, setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda, mulai dari aspek ekonomi hingga sosial masyarakat. Maka dari itu, kebijakan yang diterapkan juga harus disesuaikan dengan wilayah tersebut.
Teknis di lapangan, kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya itu, di 19 titik akses pintu masuk Surabaya dilakukan penjagaan 24 jam untuk sterilisasi. Penjagaan melibatkan beberapa instansi terkait. Mulai dari satpol PP, dinas perhubungan, linmas, petugas dari polsek dan koramil setempat, hingga jajaran di tingkat kecamatan dan kelurahan.
Sementara tanpa kenal lelah, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terus mendorong warganya agar turut serta mencegah penyebaran Covid-19. Sebab, untuk memutus mata rantai virus ini, dibutuhkan keterlibatan semua pihak, baik pemerintah, kepolisian, TNI, pemangku kepentingan, maupun masyarakat umum.
Selama ini, upaya preventif yang dilakukan untuk mencegah Covid-19 adalah dengan cara rajin mencuci tangan dan muka serta menerapkan physical distancing. Namun, kali ini, Wali Kota Risma juga mengajak semua warga Kota Pahlawan untuk berdoa dan tidak menyerah dalam menghadapi Covid-19.