Penurunan Harga Memungkinkan, tetapi Kurang Berarti Saat Pandemi
Kemerosotan harga minyak mentah dunia bisa menjadi insentif bagi konsumen di Indonesia berupa penurunan harga bahan bakar minyak. Namun, dampaknya dinilai kurang signifikan dalam situasi pandemi seperti saat ini.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan harga bahan bakar minyak di tengah anjloknya harga minyak mentah dunia dinilai memungkinkan jika pandemi Covid-19 di Indonesia selesai. Ketika mobilitas warga terhambat dan perekonomian lesu, penurunan harga jadi kurang berarti.
Di sektor energi, pemerintah telah menggratiskan tarif listrik bagi pelanggan 450 volt ampere dan 900 volt ampere yang tidak mampu selama tiga bulan. Namun, belum ada keputusan pemerintah soal penurunan harga bahan bakar minyak (BBM).
Hingga Kamis (2/4/2020), harga minyak mentah jenis Brent 26 dollar AS per barel, sementara jenis WTI 21 dollar AS per barel. Pada Januari 2020, harga minyak mentah rata-rata 63 dollar AS per barel, tetapi terus merosot seiring meluasnya pandemi Covid-19. Pada akhir Maret 2020, harga minyak bahkan sempat menyentuh level 20 dollar AS per barel.
Menurut pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, penurunan harga BBM hanya akan berdampak positif jika situasi kembali normal. Dalam situasi darurat akibat pandemi Covid-19 saat ini, penurunan harga BBM jadi kurang bermakna lantaran mobilitas masyarakat tidak optimal. Selain itu, aktivitas ekonomi juga sedang lesu.
Pada saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, penurunan harga jadi kurang bermakna lantaran mobilitas masyarakat tak optimal.
”Penurunan harga BBM bisa menjadi semacam stimulus bagi perekonomian nasional. Hanya saja, dampaknya akan nyata apabila kondisi tidak lagi darurat atau aktivitas perekonomian masyarakat kembali normal,” kata Pri Agung.
Kemerosotan harga minyak mentah dunia turut menyeret harga minyak Indonesia (ICP) jatuh lebih rendah. Untuk periode Maret, yang ditetapkan pada bulan berikutnya, harga minyak Indonesia menjadi 34,23 dollar AS per barel. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan periode Februari 2020 yang sebesar 57,18 dollar AS per barel.
Menurut keterangan Tim Harga Minyak Indonesia, penyebab kejatuhan harga minyak Indonesia adalah pandemi Covid-19 yang meluas di seluruh dunia. Hal itu menyebabkan timbulnya kebijakan pembatalan perjalanan di banyak negara. Aktivitas ekonomi yang tersendat juga mengakibatkan permintaan minyak mentah jauh menurun.
Melalui keterangan pers, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan, terkait turunnya harga minyak mentah dunia dan penurunan harga BBM dalam negeri, ada faktor penentu lainnya, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan inflasi. Perhitungan harga BBM nonsubsidi ditetapkan secara periodik dalam hitungan bulan. Adapun untuk harga premium dan solar bersubsidi ditetapkan oleh pemerintah.
”Pertamina juga sudah menurunkan harga BBM nonsubsidi pada Februari lalu dan harganya lebih murah dibandingkan harga penjual BBM yang lain,” ujar Fajriyah.
Sejak kemerosotan harga minyak pada awal tahun, Pertamina merespons dengan menurunkan harga jual BBM nonsubsidi jenis pertamax. Tercatat sebanyak dua kali Pertamina menurunkan harga jual BBM jenis pertamax (gasoline) dan pertadex (gasoil). Per 5 Januari, harga pertamax turun dari Rp 9.850 per liter menjadi Rp 9.200 per liter. Harga kembali turun menjadi Rp 9.000 per liter sejak 1 Februari lalu.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/3/2020), Presiden Joko Widodo meminta jajarannya menghitung ulang dampak penurunan harga minyak dunia. Dampak tersebut dikaitkan dengan harga BBM, baik yang subsidi maupun nonsubsidi, terhadap perekonomian nasional.
”Kita harus merespons dengan kebijakan yang tepat dan juga harus bisa memanfaatkan momentum ataupun peluang dari penurunan harga minyak tersebut bagi perekonomian nasional,” kata Presiden.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan, berdasarkan aturan yang ada, harga jual BBM untuk jenis premium dan solar bersubsidi dapat dievaluasi setiap tiga bulan. Pemerintah belum sampai pada keputusan apakah akan menurunkan harga jual atau tidak. Pemerintah akan mencermati perkembangan lebih lanjut.