Demi Bantu Warga yang Terdampak Wabah Covid-19, Umat Islam Siap Berzakat Lebih Awal
Solidaritas warga di tengah pandemi Covid-19 semakin menguat. Umat Islam yang biasanya membayar zakat di bulan Ramadhan pun sepakat membayar zakat lebih awal demi membantu sesamanya yang terdampak Covid-19.
Oleh
erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Solidaritas untuk saling membantu sesama di tengah wabah Covid-19 ditunjukkan masyarakat dari berbagai kalangan. Imbauan Wakil Presiden Ma’ruf Amin agar umat Islam yang biasa berzakat di bulan Ramadhan membayar zakatnya lebih awal untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 pun disambut positif.
Warga seperti Burhanuddin (56) menyambut baik imbauan tersebut. Burhanuddin yang tinggal di Kramatjati, Jakarta Timur, mengatakan tidak keberatan untuk mengeluarkan zakat harta atau zakat penghasilan hingga infak yang mungkin dibutuhkan masyarakat yang membutuhkan.
”Saya kira, kepedulian sosial di antara sesama masyarakat saat ini jadi cara cepat untuk membantu mereka yang terdampak sacara ekonomi, seperti pedagang kecil atau tukang ojek yang kehilangan pelanggan,” ujarnya, Rabu (1/4/2020).
Sementara karyawan swasta yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan, Gunawan (24), mengatakan tidak keberatan untuk lebih awal dan lebih banyak beramal demi membantu warga yang tengah kesusahan karena terdampak Covid-19. Apalagi, menurut Gunawan, saat ini teknologi digital memudahkan kegiatan beramal.
”Di tengah situasi seperti ini, saya belajar untuk lebih banyak beramal. Sekarang beramal bisa dilakukan kapan saja dengan modal jaringan internet dan aplikasi di ponsel pintar," tuturnya.
Sebelumnya, Wapres Amin, dalam konferensi video, Selasa, mengimbau masyarakat, terutama umat Islam, mau membayar zakat lebih awal dan berinfak.
”Saya kira pada saat ini tepat sekali terutama bagi orang-orang kaya yang biasa keluarkan zakatnya setiap Ramadhan sebaiknya dimajukan waktunya (pembayaran) karena masyarakat sangat membutuhkan,” ucapnya.
Selain zakat yang bersifat wajib dengan syarat dan jumlah yang ditentukan sesuai syariat Islam, amal dalam bentuk infak juga diharapkan Wapres Amin dikeluarkan lebih banyak oleh umat Islam. Infak merupakan harta yang diberikan dalam waktu dan jumlah tak tentu untuk kemaslahatan bersama.
Penyaluran zakat dan infak diharapkan bisa membantu menanggulangi dampak-dampak yang mungkin terjadi akibat wabah Covid-19, seperti kelangkaan bahan makanan dan kesulitan warga miskin memperoleh kebutuhan pokok.
Target
Terkait imbauan berzakat lebih awal, Ma’ruf Amin pun meminta Badan Amil Zakat yang berada di pusat dan daerah untuk segera memungut dan mengumpulkan zakat dari masyarakat. Menanggapi arahan tersebut, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo, yang dihubungi Kompas hari ini, mengatakan telah siap.
Pada periode Ramadhan, yang diperkirakan jatuh akhir April sampai Mei 2020, lembaga pengelolaan zakat nasional tersebut menargetkan pengumpulan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) minimal Rp 105 miliar. Adapun untuk penghimpunan zakat fitrah yang bersifat wajib ditargetkan minimal Rp 5 miliar.
Sejauh ini, menurut Bambang, pengumpulan ZIS belum terdampak perlambatan ekonomi akibat wabah korona. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam laporannya hari ini memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa hanya di kisaran 2,3 persen dari target pertumbuhan 5,3 persen pada 2020.
Sementara itu, pengumpulan ZIS pada Januari hingga Maret 2020 di Baznas pusat dikatakan masih bisa memenuhi target. Adapun rata-rata nilai pengumpulan ZIS setiap bulan sebesar Rp 19 miliar.
”Dengan kondisi darurat korona ini, moda digital lebih digalakkan. Semoga pengumpulan di bulan Ramadhan bisa sesuai target,” ujarnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, yang dihubungi terpisah, setuju dengan potensi untuk mencari dana solidaritas yang berbentuk zakat ataupun wakaf.
”Apalagi, setahu saya, wakaf sekarang tidak hanya sebatas tanah, ada juga wakaf sosial yang sudah dikelola oleh lembaga filantropi. Pemerintah bisa juga ikut memberikan insentif untuk itu, misalnya memberi potongan pajak di tahun berikutnya bagi mereka yang memberikan sumbangan seperti wakaf,” tuturnya.
Meski demikian, Yusuf juga mengkhawatirkan kecenderungan kelompok mampu untuk menahan uang di tengah situasi yang tidak pasti. Kekhawatiran itu mengacu pada data Lembaga Penjamin Simpanan yang melaporkan adanya peningkatan simpanan oleh kelompok penghasilan tinggi. Data Februari 2020 mencatat, simpanan kelompok penghasilan di atas Rp 5 miliar pertumbuhannya tumbuh 2,9 persen dibandingkan dengan Januari 2020.
”Subsidi silang idealnya bisa dilakukan ketika kelompok yang lebih mampu mempunyai pendapatan yang lebih banyak atau tidak sedang tertekan. Namun, dalam kondisi sekarang, menurut saya, kelompok atas juga mengalami tekanan karena kondisi ekonomi global,” kata Yusuf.
Untuk itu, ia menilai, pemerintah tetap perlu berperan dalam menyubsidi kebutuhan masyarakat di tengah ancaman krisis akibat pandemi. Presiden Joko Widodo, dalam konferensi persnya dari Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/1/2020), menyampaikan, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi untuk mengatasi dampak pandemi.
Kebijakan itu mulai dari keringanan pembayaran listrik untuk golongan 450 VA dan 900 VA, pembebasan PPh impor, hingga menaikkan anggaran untuk sejumlah bantuan langsung. Pemerintah pun menyiapkan Rp 405,1 triliun untuk tambahan belanja dan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020.