Pekerja Informal Masih Bingung Mekanisme Keringanan Kredit
Pekerja informal yang mengandalkan pendapatan harian dilanda kebingungan. Mereka belum mendapatkan informasi cukup untuk memperoleh keringanan kredit cicilan bulanan saat menjalani penjarakan fisik.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pekerja informal masih bingung mengenai cara mendapatkan keringanan cicilan kredit di tengah pandemi Covid-19. Keringanan itu mereka butuhkan untuk menopang beban hidup selama menjalani penjarakan kontak fisik untuk mengendalikan penularan Covid-19.
Pekerja informal yang dimaksud di antaranya pengemudi ojek daring serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengandalkan pendapatan harian. Kondisi ini berakibat pada ketidakmampuan mereka membayar cicilan kredit bulanan.
Kesulitan ini dirasakan Sutanto (37) yang sudah 1,5 tahun bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Sejak terjadi wabah Covid-19, penghasilannya menurun. Dalam sehari kini ia hanya bisa memperoleh lima penumpang dengan pendapatan sekitar Rp 65.000. Padahal, sebelum terjadi wabah, penghasilannya per hari Rp 150.000 sampai Rp 200.000.
Dengan penghasilan yang berkurang, Sutanto mulai merasa terbebani untuk melunasi cicilan sepeda motor yang dikredit selama dua tahun, dengan cicilan Rp 750.000 per bulan. Sebab, penghasilannya dari mengojek ia gunakan juga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
”Masih ada waktu sekitar enam bulan lagi hingga cicilan motor saya lunas. Tetapi, untuk pembayaran cicilan kredit sepeda motor bulan Maret ini saya sudah kewalahan. Saya tidak tahu apakah sanggup membayar cicilan pada bulan April nanti dengan pendapatan yang semakin menurun,” tuturnya di Jakarta, Selasa (31/3/2020).
Hal senada diungkapkan Samsul (42), pengemudi ojek daring. Sebelum ada wabah Covid-19, pendapatannya masih cukup untuk membayar cicilan kredit motor. ”Biasanya saya lancar membayar cicilan kredit motor. Namun, saya tidak yakin bisa membayar cicilan untuk bulan depan dengan pemasukan harian hanya sekitar Rp 70.000,” ucapnya.
Samsul merasa khawatir jika nanti sepeda motornya disita karena ia tidak mampu membayar cicilan. Oleh sebab itu, ia berharap bisa segera mendapat keringanan cicilan untuk pembayaran kredit sepeda motornya seperti yang dijanjikan pemerintah. ”Saya sudah tahu rencana pemerintah untuk meringankan beban kredit cicilan sepeda motor. Namun, saya tidak tahu bagaimana mekanisme maupun prosedurnya agar bisa mendapat keringanan cicilan tersebut,” ucapnya.
Kesulitan membayar cicilan kredit juga dirasakan Kurnia (46), pengusaha warung makan di daerah Kemanggisan, Jakarta. Pendapatannya menurun karena banyaknya mahasiswa yang kuliah di rumah.
”Biasanya pelanggan saya sebagian besar mahasiswa. Namun, beberapa minggu ini warung makan saya mulai sepi karena mahasiswa belajar dari rumah,” ucapnya.
Kurnia meminjam uang ke bank sekitar Rp 25 juta untuk menambah modal usaha. Karena sepinya pembeli, ia khawatir tidak sanggup membayar cicilan kredit ke bank untuk bulan depan.
”Oleh sebab itu, saya ingin mencoba mengajukan keringanan pembayaran cicilan ke bank karena adanya wabah korona. Namun, saya belum tahu kapan bisa mulai mengajukan keringanan pembayaran cicilan ini,” ujarnya.
Sementara itu, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo menyampaikan, pemerintah telah menerbitkan peraturan perihal keringanan pembayaran kredit di bawah Rp 10 miliar bagi pekerja informal, baik pengemudi ojek daring, sopir taksi, pelaku UMKM, maupun nelayan dengan penghasilan harian. ”Dalam hal ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan mulai berlaku bulan April ini,” jelasnya.
Lebih lanjut Presiden mengatakan telah ditetapkan pula prosedur pengajuan keringanan pelunasan kredit tersebut. Untuk mengajukannya tidak perlu datang ke bank atau perusahaan leasing, tetapi cukup melalui surat elektronik atau e-mail dan bisa juga melalui aplikasi percakapan Whatsapp.
Aktif memantau
Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan Sekar Putih Djarot mengatakan, peraturan dari OJK untuk bank maupun leasing sudah mulai berlaku. Oleh sebab itu, ia mengimbau agar debitor yang terkena dampak ekonomi akibat Covid-19 segera mengajukan keringanan pembayaran cicilan.
”Para debitor ini terdiri dari pelaku UMKM, pekerja informal, ojek online, pekerja informal, pekerja berpenghasilan harian, dan nelayan dengan nilai kredit di bawah Rp 10 miliar. Kemampuan mereka membayar cicilan sedang terpengaruh karena merebaknya Covid-19,” ujarnya.
Skema atau jangka waktu pembayaran cicilan ini akan sangat bergantung pada penilaian bank terhadap kemampuan membayar setiap debitor.
Sekar menjelaskan, para debitor harus aktif memantau dan mencari informasi resmi dari pihak bank maupun leasing terkait mekanisme pengajuan keringanan pembayaran kredit ini. Untuk mengajukan permohonan tersebut, debitor tidak perlu datang langsung ke bank maupun leasing, tetapi bisa melalui situs web, saluran komunikasi daring, atau pusat informasi resmi bank maupun leasing tersebut.
”Setelah debitor mengajukan permohonan restrukturisasi ke bank maupun leasing, nantinya pihak bank maupun leasing akan melakukan penilaian apakah debitor itu betul-betul terkena dampak langsung wabah Covid-19. Setelah itu, pihak bank maupun leasing akan berdiskusi dengan pihak debitor terkait keringanan apa yang akan disepakati,” ucapnya.
Sekar mengatakan, keringanan pembayaran cicilan ini juga dipengaruhi oleh profil debitor yang selama ini tepat waktu atau tidak ketika membayar cicilan. Bentuk keringanan pembayaran cicilan beragam, seperti penyesuaian pembayaran cicilan pokok atau bunga dan perpanjangan waktu pembayaran dengan jangka waktu maksimal hingga satu tahun.
”Skema atau jangka waktu pembayaran cicilan ini akan sangat bergantung pada penilaian bank terhadap kemampuan membayar setiap debitor,” katanya.