Rempeyek Rempah nan Kriuk...
Rempah tak hanya ada di masakan, tetapi juga bisa dikreasikan pada rempeyek. Zaitun menjaga konsistensi rempah melalui rempeyek.
Rempah adalah kunci kesempurnaan kuliner dari tanah Sumatera. Tak hanya ada pada menu masakan rumahan, rempah dan beragam bumbu akrab pula diolah untuk camilan. Salah satunya ada pada buah tangan Zaitun (48), berupa aneka rempeyek dengan cita rasa rempah nan kental.
Konsistensi rasa rempah itulah yang mendongkrak usaha Zairun dengan pesat. Semula, usaha itu dirintis di tengah keterbatasan, yakni 25 bungkus per hari.
Kini, segala upaya berbuah indah. Produksi rempeyek dan keripik tempe lebih dari 1.000 bungkus per hari, yang menghabiskan bahan baku sekitar 500 kilogram tepung beras.
Zaitun merintis usaha kuliner camilan pada 2004 karena terdorong kesulitan perekonomian keluarga. Saat itu, ia bersama suaminya, Eko Pandio Hadi (52), masih tinggal di rumah kontrakan di Jambi. Demi membantu suami mendanai pendidikan kedua anak mereka, Zaitun membuat usaha produksi rempeyek, yang dijual dari rumah ke rumah.
Zaitun memanfaatkan bumbu-bumbu tradisional berbahan rempah. Berbeda dengan rempeyek pada umumnya yang berwana kecokelatan, rempeyek buatan Zaitun justru berwarna kekuningan. Warna kuning itu karena tambahan kunyit dan daun kunyit.
“Bumbu tambahan ini agar sesuai dengan lidah orang Sumatera. Warnanya pun lebih menarik karena lebih kuning,” jelas Zaitun, beberapa waktu lalu.
Rempeyek rempah ternyata sangat diminati. Zaitun masih ingat betul, ketika media sosial mulai marak digunakan sebagai media promosi, beberapa pelanggan tak sungkan memasang foto saat bersantai sembari menikmati rempeyek buatannya.
Suatu ketika, Zaitun berniat memasok rempeyek buatannya ke salah satu jaringan ritel di Palembang. Ternyata, pengelola usaha itu adalah penggemar rempeyek buatan Zaitun. Alhasil, proposal penawaran kerja sama penjualan rempeyek di gerai-gerai ritel tersebut dengan cepat disetujui.
Seiring perkembangan usahanya, Zaitun menambah variasi rempeyek. Kini, rempeyeknya tak hanya bertabur kacang, namun ada juga rempeyek teri, jagung, pedas, kentang, dan sayur.
Rempeyek sayur menggunakan sawi yang dicacah kecil-kecil, yang setelah digoreng menghasilkan warna hijau segar. Tingkat kerenyahan rempeyek sayur sama seperti rempeyek lainnya, kriuk...
Adapun rempeyek kentang dibuat dengan tambahan irisan kentang tipis-tipis. Sementara, rempeyek pedas yang warnanya lebih merah karena tambahan cabai merah memadukan rasa gurih rempeyek dan cabai nan pedas.
Tradisi
Kendati telah diperkaya beragam varian rasa, namun bumbu utama rempeyek olahan Zaitun tak berubah. Ia menggunakan ketumbar, bawang putih, kunyit, dan daun kunyit. Penambahan bumbu kunyit dan daun kunyit mengadopsi tradisi kuliner orang Sumatera, mulai dari Palembang, Jambi, Riau, Bengkulu, hingga Sumatera Barat.
Di daerah-daerah itu, beragam masakan diolah dengan menyertakan kedua bahan tersebut, misalnya tempoyak, pindang, asam padeh, gulai, hingga rendang.
Selain kisah tentang tradisi Sejak 2004, ada kisah juga tentang penyematan nama “Ilham”. Penyematan nama itu muncul saat suaminya bermaksud mengurus Sertifikasi Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT).
Petugas yang mengecek menyatakan, produk rempeyek itu sudah memenuhi syarat dan standar keamanan alias layak dikonsumsi. Masalahnya, produk mereka belum punya merek.
Suaminya pulang untuk menanyakan merek apa yang akan mereka gunakan. Semalaman Zaitun memikirkan nama yang tepat untuk rempeyeknya. “Akhirnya, muncul nama Ilham karena kami mendapatkan hidayah pada malam itu,” jelasnya.
Kendati telah memiliki pelanggan tetap, Zaitun berkeyakinan, ekspansi pasar harus diperkuat jika ingin terus berkembang. Maka, Zaitun pun berbagi tugas dengan Eko.
Zaitun mengurusi produksi, sedangkan Eko membangun pasar. Sejak 2011, pesanan terus meningkat. Zaitun melibatkan lebih banyak tenaga kerja. Saat ini ada 15 karyawan yang berbagi tugas mengolah bumbu, menggoreng, hingga mengemas rempeyek. Sebagian besar karyawan usaha rempeyek Ilham adalah kaum ibu yang tinggal di sekitar dapur usaha itu di Kelurahan Payo Lebar, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.
Tak mudah
Tidak mudah untuk mengembangkan pasar di tengah persaingan yang ketat. Apalagi, sejumlah pengusaha supermarket masih cenderung mengabaikan produksi dari kalangan usaha kecil dan menengah (UKM).
Ada juga supermarket yang menerima produk UKM, namun menetapkan syarat yang tidak ringan. Misalnya, setelah produk dipasok ke supermarket, pembayaran baru dilakukan kepada produsen satu atau dua bulan kemudian. Bagi pelaku UKM yang modalnya sangat terbatas, kerja sama seperti ini memberatkan.
Namun, Zaitun dan Eko memilih bertahan demi memperluas pasar. Upaya itu membuahkan hasil. Saat ini, hampir seluruh supermarket dan gerai ritel di Jambi turut menjual rempeyek bermerek Ilham. Rempeyek Ilham juga merambah Palembang, Lampung, dan Pekanbaru. Volume produksi lebih dari 1.000 bungkus per hari, dengan bahan baku utama 500 kilogram tepung beras.
Tuntutan kapasitas produksi semakin tinggi seiring pasar yang kian terbuka. Namun, peralatan produksi yang dimiliki Zaitun dan Eko masih serba manual. Kondisi itu menjadi tantangan tersendiri.
Zaitun pun terus berbenah demi memastikan permintaan pasar dan konsistensi rasa tetap terjaga.