Kementerian Perhubungan akan merekomendasikan larangan mudik untuk mencegah Covid-19 meluas. Bantuan untuk menyambung hidup dibutuhkan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Penumpang yang akan pulang ke kampung halaman antre memasukkan barang bawaan ke bagasi bus di pusat agen bus antarkota antarprovinsi Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (26/3/2020). Saat masa tanggap darurat pandemi Covid-19, banyak warga perantauan di Jabodetabek yang umumnya bekerja di sektor informal pulang ke kampung memakai bus. Mereka pulang kampung karena di tempat merantau tidak lagi mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah harus memikirkan keberlangsungan hidup awak bus dan pekerja yang terkait dengan moda transportasi darat itu jika ingin menghentikan operasional bus umum antarkota antarprovinsi. Insentif dapat diberikan bagi pelaku usaha transportasi umum.
”Insentif bagi pemilik bus dapat berupa, misalnya, penundaan angsuran,” kata akademisi Universitas Katolik Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (27/3/2020).
Djoko memaparkan, eksosus pulang kampung sebelum mudik Lebaran berlangsung lebih cepat akibat Covid-19 merebak di Jakarta dan sekitarnya. Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang kampung juga dilatarbelakangi ketiadaan jaminan hidup di perantauan.
Apabila program mudik gratis ditiadakan, pemerintah dapat mengalihkan anggaran itu menjadi bantuan bahan kebutuhan pokok Lebaran. Bantuan itu bisa diprioritaskan bagi masyarakat peserta program mudik gratis tahun lalu. ”Data mengenai peserta mudik tahun lalu, kan, masih ada,” ujarnya.
Menurut Djoko, harus ada kompensasi apabila pemerintah ingin bergerak cepat menghentikan eksodus demi mencegah perluasan wabah Covid-19. Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menuturkan, banyak yang sudah mudik dini sebelum ada larangan mudik.
”Kita belum melarang, sudah banyak yang kemudian, istilahnya, mencuri start untuk mudik,” katanya dalam telekonferensi di Jakarta, Jumat.
Adita menambahkan, Kemenhub memperoleh data yang menunjukkan peningkatan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di daerah karena mendapatkan limpahan orang mudik. ”Dari data yang kami terima, memang cukup memprihatinkan. Khususnya baru saja kami terima dari Kabupaten Sumedang. Itu ternyata ODP-nya meningkat karena mendapat limpahan orang yang mudik dari Jabodetabek,” kata Adita.
AFP/LILLIAN SUWANRUMPHA
Penumpang menunggu untuk naik bus dengan barang-barang mereka ketika ribuan pekerja migran mencoba meninggalkan ibu kota Thailand untuk menuju provinsi asal mereka di tengah kekhawatiran tentang penyebaran virus Covid-19 di Terminal Bus Mo Chit di Bangkok pada 23 Maret 2020. Puluhan dari ribuan buruh migran dari Laos dan Myanmar membanjiri stasiun bus dan penyeberangan perbatasan di Thailand pada 23 Maret, menentang permintaan untuk tetap tinggal guna mencegah infeksi ekspor virus korona yang mematikan.
Selain itu, ada juga beberapa daerah di Jawa Tengah. ”Ini belum puncaknya. Kalau kita tidak melakukan sesuatu, dari pemerintah, untuk melarang dan tentunya diikuti dengan regulasi dan penegakan hukum, kita khawatirkan wabah Covid lebih meluas dan menambah zona-zona merah yang ada di daerah-daerah tujuan mudik,” ujar Adita.
Oleh karena itu, tambah Adita, Kemenhub akan merekomendasikan larangan mudik. ”Akan tetapi, bagaimana dan seperti apa nanti penegakannya akan dibahas dalam serangkaian rapat ke depan,” ujarnya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani membawa sayur hasil panen untuk dijual di Pasar Sayur Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (26/3/2020). Sebagian sayuran hasil panen petani yang disetor ke pasar itu tidak terjual dan membusuk karena beberapa pedagang perantara tidak berjualan. Para pedagang perantara tidak berjualan karena konsumen dari kalangan pengusaha rumah makan sebagian besar tidak membuka tempat usaha mereka selama wabah Covid-19.
Di sesi tanya jawab telekonferensi pers tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya mengamati pada 20, 21, 22, dan 23 (Maret 2020) terjadi lonjakan penumpang bus di beberapa terminal.
”(Lonjakan) Yang saya lihat di Jawa Tengah itu di Wonogiri, Purwokerto, Solo, dan beberapa tempat lain. Tetapi, (terminal) yang lainnya malah turun. Jadi, artinya memang kalau kita lihat pemetaannya, banyak perantau dari wilayah Jateng yang selama ini bekerja informal di Jakarta cenderung kembali ke daerah masing-masing,” ujar Budi.
Budi menyebutkan, jika ada keputusan tegas mengenai larangan mudik, Kemenhub sudah sepakat dengan Kepolisian Negara RI dan TNI untuk melaksanakan keputusan pemerintah tersebut.
”Tentunya minimal kami akan melakukan penutupan di pintu-pintu keluar dari Jabodetabek, baik di jalan tol, jalan nasional, maupun kemudian yang lain. Dengan demikian, orang yang mau pulang akan bisa dicegah untuk kembali,” ujarnya.
Banyak perantau dari wilayah Jateng yang selama ini bekerja informal di Jakarta cenderung kembali ke daerah masing-masing.
Di sisi penegakan hukum juga harus dipikirkan, misalnya hal yang perlu dilakukan ketika ada yang memaksa. ”Bagi orang yang patuh, mungkin harus diberikan reward. Misalnya, pemudik bersepeda motor dibantu apa sehingga mereka tidak kembali ke daerah masing-masing,” ujar Budi.
Kompas
Angkutan kota di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Kamis (1/1/2015). Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menyatakan bahwa kebijakan pemerintah menurunkan harga premium menjadi Rp 7.600 dari sebelumnya Rp 8.500 dan solar menjadi Rp 7.250 dari sebelumnya Rp 7.500 untuk tiap liter tidak akan berdampak -ada penurunan tarif angkutan.
Terkait insentif bagi pelaku industri atau operator kendaraan bus, Budi mengatakan, pemerintah telah memikirkannya. ”Organda telah meminta, dengan kondisi sekarang ini, harus ada insentif yang diberikan dari pemerintah kepada mereka,” ujarnya.
Budi menuturkan, usulan yang disampaikan antara lain berupa penundaan pembayaran pinjaman berikut bunganya. Organda pun meminta kepada pemerintah, kalau misalnya sekarang ini ada pelarangan sama sekali, agar ada penundaan pemberian tunjangan hari raya bagi pegawai-pegawai operator kendaraan bus.
”Mungkin tidak (diberikan di) bulan Mei. Bisa bulan Juni atau Juli. Hanya penundaan, tapi tetap dibayarkan. Jadi, artinya yang menyangkut insentif sudah kami pikirkan,” ujar Budi.