Selama Pandemi Pedagang Tanah Abang Membatasi Waktu Dagang
Masifnya penularan virus korona jenis baru berdampak pada berbagai sektor, termasuk industri tekstil dan produk tekstil. Di tengah sepinya penjualan, pedagang berharap segera ada bantuan dari pemerintah.
Oleh
Aditya Diveranta
·5 menit baca
Vivi (34) mulai menutup toko di Jembatan Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (24/3/2020), lebih cepat dari biasanya. Siang itu dia mengakhiri dagang pukul 12.30, sementara pasar tutup pukul 14.00. Biasanya di hari-hari normal, pasar baru tutup sekitar pukul 15.00.
Penutupan itu dilakukan lantaran Tanah Abang sepi pengunjung selama Maret. Vivi pun datang ke toko hanya untuk mengambil stok barang yang akan dikirim dengan jasa ekspedisi. Sepinya pembeli di Pasar Tanah Abang terjadi semenjak merebaknya virus korona jenis baru alias SARS-CoV-2, penyebab wabah Covid-19.
Karena wabah itu pula, sejumlah toko di sebelah kiri dan kanannya banyak yang tutup. Belakangan, kawasan Tanah Abang pun dibatasi operasionalnya mulai pukul 08.00 hingga 14.00. ”Toko saya ini lapak grosiran. Hampir seharian, tidak ada seorang pun yang beli langsung dari toko. Saya hari ini hanya ambil stok barang untuk pengiriman ekspedisi,” tutur Vivi yang berjualan pakaian dan perlengkapan bayi.
Dia pun diselimuti keraguan untuk menutup toko. Sebab, mulai Rabu (25/3/2020), kawasan gedung Pusat Grosir Tanah Abang akan ditutup sementara hingga 30 Maret 2020. Meski konon penutupan itu untuk penyemprotan disinfektan di areal pasar, dia takut penutupan berlanjut karena gentingnya situasi saat ini.
”Toko sedang buka saja merugi, apalagi kalau tutup. Selama ini memang ada order dari pelanggan via pesan Whatsapp, tetapi jumlah orderan terus berkurang hari ke hari. Biasanya jumlah order harian sampai 10 karung besar, sekarang sudah berkurang setengahnya,” ucap Vivi.
Pengalaman Vivi menandai maraknya kabar wabah Covid-19 beberapa pekan ini turut berdampak pada sektor perdagangan pakaian dan tekstil. Selain Vivi, ada Acang (34) yang juga merugi di Tanah Abang. Selama tiga pekan ini, Acang yang berdagang pakaian muslim belum mendapat tambahan hasil penjualan karena menjelang momen Ramadhan.
”Biasanya pesanan pakaian muslim meningkat sampai dua kali lipat. Jumlah pesanan pakaian saat ini masih stabil di angka 10 lusin,” ujarnya. Acang pun berpikiran untuk menutup toko dan mengoptimalkan kanal daring selama sepinya pasar.
Luthfi (21), salah satu pengunjung Tanah Abang, menyampaikan, dirinya lebih waspada setiap berbelanja ke Pasar Tanah Abang. Perempuan ini mendengar kabar sepinya kunjungan ke Tanah Abang terjadi karena seorang pedagang toko di lantai lima positif sebagai pasien dalam pantauan (PDP) Covid-19.
Kepanikan Luthfi pun dapat dipahami. Sebab, wabah Covid-19 terus bertambah hari ke hari. Per 24 Maret, pasien positif Covid-19 mencapai 686 orang. Jumlah pasien meninggal pun kini mencapai 55 orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sebelumnya menetapkan wabah Covid-19 sebagai kasus pandemi.
Kondisi riskan
Pengelola Pasar Tanah Abang, Hery Supriyatna, menuturkan, sepinya pengunjung merupakan imbas dari riskannya penularan wabah Covid-19. Saat dihubungi, Selasa sore, Hery menyebut akses masuk pengunjung ke pasar kini lebih ketat dengan pemeriksaan suhu dan penyemprotan disinfektan.
Atas masifnya penularan hingga Maret ini, banyak toko yang khawatir turut tertular wabah. Karena itu, sebagian toko telah menutup lapak sekitar dua pekan lalu. Kondisi ini pun berdampak pada perdagangan di Tanah Abang secara umum.
Terkait kondisi di Tanah Abang, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, wabah Covid-19 kini memang berdampak ke industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Jemmy menyatakan, API tengah berupaya mempertahankan operasional TPT agar tidak kolaps karena Covid-19. ”Kami ingin mempertahankan kesejahteraan karyawan,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Menurut dia, operasional industri TPT sedang terancam akibat penurunan permintaan secara signifikan dalam 10 hari terakhir. Penurunan permintaan ini disertai dengan penundaan pengiriman yang sudah dibuat secara bisnis.
Jemmy menyebutkan indikator sepinya permintaan dapat terlihat di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. ”Saat ini banyak pedagang Pasar Tanah Abang yang tidak berdagang. Mungkin daya serap tekstil (di pasar) pada pekan ini mengecil dibandingkan dengan pekan lalu,” ungkapnya.
Kondisi penutupan kios pakaian tidak hanya terjadi di Indonesia. New York Times melaporkan, pada 18 Maret 2020, puluhan kios pakaian bermerek ternama menutup toko hingga akhir Maret untuk antisipasi penularan wabah. Jemmy menuturkan, API tengah berupaya menghadapi tekanan serupa dari industri.
Para pelaku industri kini meminta tambahan insentif. Jemmy menuturkan, insentif yang diminta salah satunya berupa penurunan harga gas ke 6 dollar AS per MMBTU (satuan panas dari Britania) mulai April 2020. API juga meminta penundaan pembayaran tarif listrik dalam enam bulan ke depan disertai diskon tarif beban listrik selama operasional pukul 22.00-04.00.
Wakil Ketua Umum API Bidang Perdagangan Luar Negeri Anne Patricia Sutanto menuturkan, penurunan permintaan TPT saat ini bakal berdampak pada ekspor. Ia memperkirakan, target pertumbuhan ekspor TPT akan menurun. Sejauh ini, ia menyebut ekspor TPT hanya tumbuh 5 persen per bulan dengan mempertimbangkan adanya potensi pembatalan dan penundaan pengiriman.
Terkait penurunan itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta menilai, pasar TPT dalam negeri harus tetap diisi oleh produk lokal. ”Kita harus melindungi pasar dalam negeri (dari impor) meski jumlahnya berkurang,” ucapnya.
Inovasi
Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor Beta Sagita menuturkan, industri TPT yang tengah terdampak pandemi Covid-19 harus mampu berinovasi. Menurut dia, kanal-kanal daring semestinya bisa lebih dimanfaatkan untuk penjualan.
Komisaris PT Manfaat Mitra Prima Unggul, Rahim Jabbar, menyarankan UMKM tekstil sebaiknya memprioritaskan layanan kepada pelanggan loyal. Meski begitu, siasat yang ia sarankan harus tetap dibarengi dengan dukungan pemerintah. ”Tanpa tindakan tegas dari pemerintah, para pelaku UMKM akan terus dilanda ketidakpastian,” ucapnya.