Tidak Punya APD, Puskesmas di Sidoarjo Gagal Jemput PDP Covid-19
Semua puskesmas di Sidoarjo dan beberapa rumah sakit di Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak memiliki alat pelindung diri. Akibatnya, petugas puskesmas di Sidoarjo tidak bisa menjemput pasien.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI/AGNES SWETTA PANDIA
·6 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Semua puskesmas di Sidoarjo dan beberapa rumah sakit di Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak memiliki alat pelindung diri. Akibatnya, petugas puskesmas di Sidoarjo tidak bisa menjemput pasien dalam pengawasan yang sakit dan perlu dirujuk ke rumah sakit. Selain itu, kurangnya edukasi menyebabkan pasien dalam pengawasan menolak dibawa ke rumah sakit.
Ketiadaan alat pelindung diri (APD) itu dialami Puskesmas Candi, Sidoarjo. Petugas puskesmas seharusnya menjemput dua pasien dalam pengawasan (PDP) yang tengah menjalani isolasi mandiri di rumahnya, Minggu (23/3/2020). Pasien itu sakit sehingga harus dijemput dan dirujuk ke rumah sakit guna mendapatkan perawatan intensif.
”Karena tidak memiliki APD, akhirnya petugas puskesmas tidak berani menjemput pasien. Petugas sangat berisiko karena PDP ini memiliki kontak dekat (keluarga inti) dengan pasien positif Covid-19,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman, Senin (23/3/2020).
Syaf mengatakan, pihaknya akhirnya meminta bantuan petugas medis dari RSUD Sidoarjo untuk menjemput pasien. Petugas puskesmas tidak diizinkan menangani pasien tanpa APD karena rentan tertular penyakit. Ketiadaan APD ini menjadi penghambat penanganan pasien di lapangan.
Karena tidak memiliki APD, akhirnya petugas puskesmas tidak berani menjemput pasien. Petugas sangat berisiko karena PDP ini memiliki kontak dekat (keluarga inti) dengan pasien positif Covid-19. (Syaf Satriawarman)
Dinas Kesehatan Sidoarjo sebenarnya sudah menginventarisasi kebutuhan APD di 26 puskesmas di wilayahnya. Setiap puskesmas minimal memerlukan 10 APD untuk menjemput dan mengantar PDP ke rumah sakit. Satu kali pengantaran pasien memerlukan tiga set APD untuk dua perawat dan satu pengemudi ambulans.
Selain puskesmas, rumah sakit rujukan yang merawat PDP dan pasien terkonfirmasi Covid-19 juga kesulitan APD. Jumlah APD yang mereka miliki terbatas, sedangkan kebutuhan semakin tinggi seiring melonjaknya jumlah pasien yang harus dirawat. Pengelola rumah sakit sudah berupaya maksimal mendapatkan APD.
”Persoalannya bukan pada anggaran atau biaya pembelian APD, melainkan barangnya tidak ada. Dinkes Sidoarjo sudah memesan APD dengan dana bagi hasil cukai tembakau Rp 200 juta. Namun, barang tak kunjung datang, padahal pasien semakin banyak,” kata Syaf.
Syaf juga sudah meminta bantuan APD kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan mendapat 10 unit. Jumlah tersebut tentu tidak cukup. Data terkini, jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Sidoarjo sebanyak tiga orang. Dua pasien saat ini dirawat di RSUD Sidoarjo dan dua orang lainnya dirawat di rumah sakit swasta di Surabaya. Selain itu, jumlah PDP di Sidoarjo yang masih dirawat sebanyak 12 orang.
Dari 12 PDP yang dirawat itu, enam orang ditempatkan di ruang isolasi RSUD Sidoarjo, empat orang dirawat di RS Siti Hajar, dan dua orang di RS Mitra Keluarga Waru. Mengantisipasi lonjakan jumlah pasien, Dinas Kesehatan Sidoarjo menyiapkan penambahan ruang isolasi di RSUD Sidoarjo menjadi 10 orang dan RS Siti Hajar menjadi enam orang.
Selain itu, ada penambahan dua rumah sakit sebagai rumah sakit rujukan untuk merawat PDP. Dua rumah sakit itu adalah RS Anwar Medika dan RS Siti Khatidjah Sepanjang. Setiap rumah sakit itu memiliki kapasitas ruang isolasi untuk dua orang.
Gerakkan UMKM garap APD
Ketiadaan APD sudah dialami tenaga medis yang melayani pasien terkait virus korona. Berdasarkan informasi dari RSUD dr Soetomo, Surabaya, setiap hari seluruh tenaga medis yang bertugas membutuhkan 128 set APD. Agar bisa tetap menjalankan tugas, mereka bahkan membuat APD sendiri menggunakan plastik atau mika.
Paramedis benar-benar tak memiliki APD yang layak karena tidak ada pasokan. Jika mereka mau membeli pun, APD tak ada lagi di pasaran sehingga butuh waktu 10 hari setelah diorder. Padahal, sekarang sudah 20 tenaga medis yang diisolasi karena terpapar virus korona sehingga mereka tidak bisa bekerja.
Untuk memenuhi kebutuhan APD, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan siap memasok APD ke RSUD dr Soetomo. Pernyataan itu dikemukakan kepada perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) Jawa Timur serta perwakilan dari Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (Perdici).
Pemerintah Kota Surabaya siap bantu. UMKM di eks lokalisasi Dolly juga bisa membuat baju overall untuk tenaga medis. (Tri Rismaharini)
Dalam kesempatan itu, Perdatin Jatim juga mengajukan bantuan alat pelindung diri seperti face shield atau alat pelindung wajah yang terbuat dari mika, baju overall dokter, masker, dan ventilator (alat bantu pernapasan). Untuk itu, mereka membawa contoh face shield yang bisa dibuat secara mandiri dari bahan mika.
Menanggapi permintaan itu, Risma menginstruksikan kepala organisasi perangkat daerah terkait agar cepat merespons kebutuhan tenaga medis tersebut. Bahkan, ia juga memastikan siap memproduksi secara mandiri beberapa kebutuhan APD seperti face shield dan baju overall.
Tak hanya itu, Wali Kota Risma menyebutkan, agar pembuatan baju overall dokter bisa segera rampung, ia menggandeng UMKM binaan Dinas Perdagangan Surabaya. Nantinya, UMKM ini akan diberdayakan dalam proses pembuatan baju overall dokter yang terbuat dari bahan kain korteks tersebut. ”Kami siap bantu. UMKM di eks lokalisasi Dolly juga bisa membuat ini (baju overall),” katanya.
Adapun face shield bakal diproduksi secara mandiri oleh jajaran Pemkot Surabaya. Setidaknya 2.000 face shield dan baju overall bakal disiapkan pemkot untuk membantu kebutuhan tenaga medis Perdatin Jatim.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, Perdatin Jatim mengajukan permohonan bantuan kepada Wali Kota Risma terkait berbagai kebutuhan APD untuk tenaga medis Perdatin Jatim yang menangani Covid-19.
”Perdatin Jatim memohon bantuan kepada Ibu Wali Kota terkait dengan APD, baju overall, dan beberapa lagi alat pelindung, termasuk kacamata,” katanya.
Menurut Febria, karena Perdatin Jatim merawat banyak pasien, otomatis kebutuhan APD juga banyak. Apalagi, face shield dan baju overall yang biasa digunakan tenaga medis itu hanya bisa digunakan sekali pakai. Karena itu, mereka meminta dukungan Wali Kota agar membantu kelengkapan medis tersebut. ”Kami akan bantu sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.
Tak hanya siap membantu kebutuhan APD bagi Perdatin Jatim, pemkot juga menyiapkan bilik sterilisasi yang dibuat secara mandiri untuk ditempatkan di beberapa rumah sakit di Surabaya, termasuk di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Upaya ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk mencegah penyebaran Covid-19.
”Tadi mereka minta bantuan sekitar 2.000 face shield, masker, dan baju overall. Untuk pelindung wajah (face shield) nanti dibuat oleh pegawai pemerintah kota, sedangkan baju overall dijahit oleh UMKM,” ujarnya.
Untuk itu pemkot sudah mengerahkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini bergerak di sektor garmen untuk mengerjakan pembuatan APD. ”Bahan baku dipasok oleh Pemkot Surabaya dan dalam waktu sepekan ke depan harus sudah selesai paling tidak 800 set APD,” kata Risma.
Masuk ke kampung
Selain menyiapkan APD dan ruang perawatan untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien Covid-19, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai virus korona, dampaknya pada sistem gangguan pernapasan, dan pencegahan sebaran virus melalui pembatasan aktivitas.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo Achmad Zaini yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sidoarjo mengatakan masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang virus korona galur baru dan dampaknya pada sistem saluran pernapasan. Warga juga masih banyak yang beraktivitas di luar rumah seperti di warung kopi.
Ada peristiwa menarik di Sidoarjo saat petugas medis dari RSUD Sidoarjo hendak menjemput PDP di rumahnya. Orang ini menjadi PDP karena kontak dekat dengan ayahnya yang dinyatakan positif Covid-19. PDP ini sempat mengalami gejala klinis berupa demam, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.
Namun, dia menolak saat hendak dibawa ke rumah sakit untuk diisolasi. Pasien beralasan sudah sembuh dan merasa kesehatannya baik-baik saja. Saat ini pasien sudah ditangani tim medis dan menunggu hasil pemeriksaan swab. Pemkab Sidoarjo meminta masyarakat patuh kepada pemerintah dan mengikuti protokol kesehatan.
Larangan berkerumun dan berlama-lama di keramaian di Surabaya semakin gencar. Tak lagi di ruang publik dan jalan protokol, tetapi mulai masuk ke gang dan kampung. Melalui pengeras suara, Risma dan juga petugas dari Pemkot Surabaya terus mengimbau agar warga menjaga kesehatan, membuka pintu dan jendela di pagi hari, serta menjauhi kerumunan.