Optimalkan Layanan Digital agar Pertumbuhan Ekonomi Tidak 0 Persen
Kuncinya produksi dan konsumsi harus ada yang menghubungkan. Perekonomian tidak perlu tumbuh kencang, tetapi kegiatan ekonomi tetap ada.
Oleh
Karina isna irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan digital perlu dioptimalkan untuk menjembatani kebutuhan konsumsi dan produksi di tengah pandemi Covid-19. Dengan demikian, skenario perekonomian Indonesia tumbuh 2,5 persen, bahkan 0 persen, tidak akan terjadi karena kegiatan ekonomi tetap berjalan.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, di Amerika Serikat, inisiatif perusahaan pasar digital (marketplace) dan perusahaan teknologi aplikasi membawa harapan baru bagi perekonomian. Berbagai inovasi layanan digital ditelurkan agar kegiatan ekonomi tetap berjalan kendati interaksi sosial minim.
Salah satu contohnya Amazon, perusahaan teknologi raksasa asal AS, yang kini mengembangkan layanan pemesanan dan pengiriman barang kebutuhan primer khusus selama terjadinya pandemi Covid-19. Barang-barang itu seperti tisu toilet, bahan makanan, dan pakan hewan peliharaan.
”Kuncinya produksi dan konsumsi harus ada yang menghubungkan. Perekonomian tidak perlu tumbuh kencang, tetapi kegiatan ekonomi tetap ada,” kata Ari yang dihubungi dari Jakarta, Senin (23/3/2020).
Kuncinya produksi dan konsumsi harus ada yang menghubungkan. Perekonomian tidak perlu tumbuh kencang, tetapi kegiatan ekonomi tetap ada.
Imbauan pembatasan sosial dan bekerja atau belajar dari rumah untuk memperkecil dampak Covid-19 perlu dibarengi solusi konkret. Konsumsi dan produksi harus dijembatani agar tidak muncul kepanikan, seperti kelangkaan barang-barang kebutuhan primer. Kondisi ini membuka peluang bisnis bagi perusahaan berbasis digital di Indonesia.
Ari mengatakan, kegiatan ekonomi di Indonesia tetap harus berjalan karena 98 persen atau sekitar 61,7 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Unit-unit produksi kecil tersebut akan menopang pemulihan ekonomi suatu negara setelah terjadinya kejutan—saat ini pandemi Covid-19.
Tanpa aktivitas di sektor riil, kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh pemerintah untuk menjaga konsumsi rumah tangga tidak akan berdampak. Bantuan langsung tunai tidak dapat dibelanjakan karena barang yang dibutuhkan tidak tersedia akibat produksi terhenti. Distribusi dan ketersediaan barang harus dijaga.
”Skenario pertumbuhan ekonomi 0 persen bisa terjadi apabila unit-unit produksi kecil tidak berjalan baik di perkotaan maupun perdesaan, ditambah terjadinya kepanikan,” kata Ari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, akhir pekan lalu, menyampaikan, Kementerian Keuangan memiliki sejumlah skenario yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19. Skenario terburuk pertumbuhan ekonomi tahun ini dapat berkisar 0-2,5 persen.
Skenario pertumbuhan ekonomi menjadi 2,5 persen, bahkan 0 persen, jika Covid-19 masih berlangsung hingga 3-6 bulan mendatang, terjadi penutupan total, perdagangan internasional jatuh hingga 30 persen, dan penerbangan juga turun. Sejauh ini pemerintah masih menahan untuk melakukan penutupan total (lockdown).
Kepala Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, situasi perekonomian saat ini berbeda dengan krisis ekonomi tahun 1998 maupun 2008. Akar permasalahan ekonomi tidak berasal dari sektor tertentu, seperti tahun 1998 dari sektor properti dan tahun 2008 dari sektor finansial.
”Sentralitas permasalahan saat ini adalah manusia dan limitasi pergerakan atau kegiatan ekonomi,” kata Enrico.
Sentralitas permasalahan saat ini adalah manusia dan limitasi pergerakan atau kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu, kebijakan fiskal harus terarah dan terukur untuk membantu manusia dan korporasi kecil. Pemerintah harus memastikan bantuan transfer tunai diterima langsung oleh penduduk berpenghasilan rendah. Bantuan transfer tunai dapat diperluas cakupannya dan ditambah jumlahnya.
Di sisi lain, UMKM harus diintegrasikan dengan perusahaan-perusahaan besar agar mereka tetap bisa berproduksi. Pemerintah Singapura kini sudah mengintegrasikan 85-90 persen UMKM dengan perusahaan besar, bahkan perusahaan berskala internasional di lingkup Asia Tenggara dan Asia.
”Integrasi pasti memunculkan gap, tetapi harus dilakukan karena pasca-Covid-19 negara-negara di dunia akan melakukan diversifikasi supply chain,” kata Enrico.
Enrico menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih dimungkinkan bergerak pada kisaran 3,5-4 persen. Jika pemerintah bisa secara cepat menangani Covid-19, kepercayaan pelaku pasar akan kembali dan perekonomian bisa kembali pulih pada semester II-2020. Kebijakan fiskal yang terarah dan terukur kini akan lebih efektif ketimbang kebijakan moneter.