Tinggal di Rumah Sekarang, Besok Melancong!
Pandemi Covid-19 mengubah pergerakan orang. Industri pariwisata terkena pukulan keras. Namun, demi keberlangsungan industri ini, sekarang saatnya tinggal di rumah. Setelah kondisi membaik, kita bisa melancong!
Proyeksi Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), pandemi Covid-19 akan memukul sektor pariwisata. Tak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Jumlah turis internasional pada tahun ini diperkirakan 1,416 miliar orang hingga 1,446 miliar orang. Jumlah ini merosot dibandingkan perkiraan pada 2019, yakni 1,46 miliar orang.
Pada 2018, sebanyak 1,407 miliar orang melancong sebagai turis atau wisatawan di seluruh dunia. Jumlah ini meningkat 6 persen dibandingkan dengan 2017.
Adapun nilai belanja mereka pada 2018 sebesar 1,462 triliun dollar AS, yang meningkat 5 persen dibandingkan dengan 2017.
Asia Pasifik, menurut catatan UNWTO, adalah kawasan yang bisa meraih peningkatan pendapatan dan kedatangan turis internasional secara signifikan. Kedatangan turis ke Asia Pasifik pada 2019 tumbuh 7 persen, sedangkan belanja turis meningkat 9 persen secara tahunan.
Khusus belanja turis di Asia Pasifik rata-rata 1.270 dollar AS. Angka ini termasuk menengah meskipun masih kalah dibandingkan dengan belanja turis di Amerika, yakni 1.570 dollar AS. Namun, jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan Afrika yang sebesar 560 dollar AS.
Proyeksi UNWTO mengenai kondisi sektor pariwisata dan perjalanan pada 2020 itu didasari pandemi Covid-19 yang semakin luas. Menurut UNWTO, Covid-19 menjadi faktor risiko baru yang menyeret turun kinerja sektor pariwisata dan perjalanan. Sebelumnya, faktor risiko yang dihadapi antara lain pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Dalam perkembangannya, pandemi Covid-19 justru menjadi skenario utama yang menimbulkan ketidakpastian. ”Terlalu dini untuk memperkirakan dampak menyeluruh Covid-19 terhadap pariwisata internasional,” demikian yang ditulis di laman UNWTO.
Mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili, UNWTO bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk merespons pandemi Covid-19. UNWTO juga sudah menerapkan protokol kesehatan publik yang berbasis rekomendasi WHO.
”Semua kegiatan UNWTO yang direncanakan sampai dengan 30 April kami tunda dan akan dijadwal ulang berdasarkan rekomendasi terkini para ahli,” kata Zurab di laman UNWTO.
Lebih lanjut Zurab menyebutkan, pariwisata adalah sektor yang menyediakan pekerjaan bagi masyarakat yang membutuhkan. Selanjutnya, sektor ini mendorong pertumbuhan ekonomi yang akan membantu komunitas dan negara-negara untuk memulihkan kondisi ekonomi.
”Akan tetapi, saat ini kita mesti bersabar dan bersiap. Kita tinggal saja dulu di rumah sekarang agar kita bisa bepergian besok. Kegiatan kita bepergian besok akan mendukung banyak pekerjaan, merayakan budaya, dan mempromosikan pertemanan internasional serta saling pengertian,” lanjutnya.
Faktanya, pandemi Covid-19 membuat masyarakat menunda rencana bepergian. Masyarakat juga tak tertarik membeli tiket pesawat untuk berwisata di tengah kondisi yang tidak pasti akibat pandemi global Covid-19.
Berdasarkan data WHO yang dikutip Kamis (19/3/2020) sore, jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi sebanyak 207.855 kasus di 166 negara. Dari jumlah itu, 8.648 orang di antaranya meninggal.
Berdasarkan catatan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) per akhir pekan lalu, tingkat okupansi atau hunian hotel di semua kategori hotel merosot menjadi 20 persen.
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Senin (16/3/2020), menyampaikan, pandemi Covid-19 berdampak pada bisnis hotel dan restoran. ”Kami perkirakan minggu ini (okupansi hotel) terus turun, bahkan jadi di bawah 10 persen,” ujarnya.
Selama ini, pendorong utama okupansi hotel adalah kegiatan pemerintah. Akibatnya, tingkat hunian hotel langsung anjlok saat pemerintah tak berkegiatan di hotel.
Data PHRI menunjukkan, pendapatan hotel secara nasional pada 1-14 Maret 2020 turun 25-50 persen. Penurunan itu, antara lain, dipicu tingkat okupansi yang anjlok 20-50 persen, ditambah tarif yang turun 10-25 persen. Tingkat hunian hotel yang rendah, antara lain, terjadi di Nusa Tenggara Barat, yakni 20-30 persen, dan Bali sebesar 20-40 persen. Adapun okupansi di Jakarta berkisar 25-40 persen.
Penurunan kunjungan juga terjadi untuk bisnis restoran, yakni 20-50 persen, sampai dengan pertengahan Maret 2020. Penjualan secara dalam jaringan menjadi alternatif pemasaran bagi restoran. Namun, upaya itu masih belum optimal mendorong penjualan restoran. ”Tidak semua konsumen membeli makanan secara daring,” kata Hariyadi.
Persoalan lain yang dihadapi restoran adalah harga bahan baku yang meningkat. Selain bawang putih dan bawang bombai yang harganya meroket, gula pasir juga menghilang dari pasaran.
”Kami berharap pemerintah menjaga agar tidak terjadi kenaikan harga bahan pokok dan kelangkaan stok di pasaran,” kata Hariyadi.
Sejauh ini, langkah yang bisa ditempuh perusahaan adalah memangkas biaya operasional, antara lain mengurangi jam kerja karyawan. Bahkan, ada perusahaan yang sudah menghentikan tenaga kerja harian.
Kondisi ini dikhawatirkan berdampak signifikan karena hotel dan restoran memiliki dampak berganda cukup besar. Setidaknya, sektor ini terkait dengan 500 sub-industri.
Sementara Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno menuturkan, sejumlah perusahaan perjalanan mulai merumahkan karyawan tanpa memberikan gaji. Sebab, paket perjalanan tak terjual sehingga tak ada pemasukan bagi perusahaan.
”Kondisi ini diperkirakan terus menurun seiring bertambahnya negara yang warganya terinfeksi Covid-19,” ujarnya.
Upaya mengandalkan pembeliam paket perjalanan oleh wisatawan Nusantara, menurut Pauline, juga sia-sia. Sebab, saat ini masyarakat takut bepergian.
Saat ini masyarakat takut bepergian.
Serentak
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, perkembangan wabah virus Covid-19 yang cepat memerlukan antisipasi dan penanggulangan serentak. Oleh karena itu, protokol krisis korona tipe baru diperlukan sebagai panduan bagi masyarakat, instansi, dan perusahaan untuk serempak melawan pandemi ini.
Tanpa panduan, ujar Enny, reaksi yang muncul akan sangat beragam. Ada warga yang takut berlebihan, sama sekali tak peduli, atau malah sama sekali tidak tahu.
”Skenario aksi disusun untuk kondisi saat ini hingga kondisi terburuk. Upaya antisipasi untuk mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 harus serentak dilakukan bersama agar efektif,” kata Enny.
Protokol krisis mencakup matriks yang memandu apa saja yang harus dilakukan dalam berbagai kondisi, termasuk dalam kondisi terburuk.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, pengaturan jam kerja perusahaan sesuai bidang usaha merupakan langkah strategis dalam menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia. Pengaturan jam kerja dilakukan untuk mengurangi penumpukan orang pada waktu bersamaan.
Ari mencontohkan, pekerjaan yang berhubungan dengan layanan publik tetap berjalan. Sementara pekerja yang bidang pekerjannya terkait keuangan dan analisis dapat menyelesaikannya dari rumah.
”Dengan demikian, penumpukan pekerja di waktu dan tempat yang sama dapat dikurangi. Pengaturan jam kerja perusahaan diperlukan untuk menghindari kerumunan orang pada waktu bersamaan,” katanya.
Ari menambahkan, perkembangan teknologi dapat meminimalkan kegiatan tatap muka. Namun, hal ini perlu diatur perusahaan sesuai kondisi dan bidang kerjanya.
Kondisi ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi dunia usaha untuk mengatur jam kerja yang polanya bisa dilanjutkan pada situasi normal untuk menekan penumpukan dan polusi. ”Di sisi lain, moda transportasi harus diperbanyak dan waktu layanan diperpanjang,” ujarnya.
Sementara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, lockdown tidak akan terjadi.
”Penutupan total atau penghentian semua aktivitas sama sekali belum kita pikirkan. Setiap negara punya masalah sendiri-sendiri. Kita dalam posisi (mengatur) mana yang bisa dikendalikan, misalnya dengan menyelenggarakan telekonferensi, tidak perlu banyak bertemu di kantor,” katanya.
Dampak Covid-19 bermunculan di berbagai sektor, baik sektor formal maupun informal. Saatnya pemerintah menerbitkan kebijakan dengan tepat sehingga tak sia-sia. Namun, yang tak kalah penting adalah menangani kasus-kasus Covid-19 dengan tepat dan cepat sehingga dampaknya tak makin memburuk.