Realisasi pengembangan energi terbarukan masih jauh di bawah target Rencana Umum Energi Nasional. Pengembangan energi terbarukan di Indonesia membutuhkan insentif untuk bisa tumbuh pesat.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Insentif yang terbatas untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia menyebabkan sektor ini tak berkembang. Kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 ditargetkan 23 persen. Saat ini porsi energi terbarukan masih 9,15 persen.
Secara rinci dalam dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), target energi terbarukan pada 2019 sebesar 32,9 juta ton setara minyak (MTOE). Kontribusi itu dari panas bumi, hidro, surya, bayu, dan bioenergi. Berdasarkan catatan Dewan Energi Nasional (DEN), sampai dengan 2019, kontribusi energi terbarukan sebesar 20,03 MTOE.
Menurut Ketua Dewan Pembina Indonesian Energy and Environmental Institute Satya Widya Yudha, stimulus untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih kurang. Akibatnya, sektor itu tak berkembang baik. Di tengah kondisi harga minyak mentah yang jatuh seperti saat ini, pengembangan energi terbarukan perlu campur tangan pemerintah.
”Sebagai contoh, potensi panas bumi di Indonesia yang sedemikian tinggi, pemanfaatannya jauh di bawah potensi yang ada. Begitu pula dengan jenis sumber energi terbarukan lainnya. Pengembangannya perlu insentif pemerintah,” ujar Satya, Rabu (18/3/2020), di Jakarta.
Dari potensi tenaga panas bumi yang disebut-sebut pemerintah mencapai 29.000 megawatt (MW), kapasitas terpasang listrik tenaga panas bumi hingga 2019 sebesar 2.130 MW. Kapasitas terpasang listrik dari tenaga surya yang ditargetkan 550 MW pada 2019 baru tercapai 97,4 MW. Adapun tenaga bayu terealisasi 154,3 MW pada 2019 dari target 398,9 MW.
Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto tak menampik perihal target dalam RUEN yang tidak tercapai. Menurut dia, ada beberapa faktor nonteknis yang menyebabkan ketidaksesuaian target dengan praktik di lapangan. Ia mencontohkan produksi komoditas batubara.
”Sesuai dokumen RUEN, produksi batubara kita pada 2019 seharusnya 400 juta ton. Kenyataannya 610 juta ton. Hal itu disebabkan naiknya porsi ekspor untuk mendapatkan devisa,” kata Djoko.
Target produksi minyak mentah dalam RUEN pada 2019 yang sebanyak 580.100 barel per hari terealisasi 745.000 barel per hari. Tahun ini, mengacu RUEN, lanjut Djoko, target produksi minyak mentah 520.300 barel per hari, sedangkan target dalam APBN 2020 ditetapkan 755.000 barel per hari.
Mengenai masa depan energi terbarukan, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni berpendapat, kendati berat, ia optimistis sektor ini memiliki masa depan yang cerah di masa mendatang. Sebab, biaya produksi listrik dari sumber energi terbarukan kian murah seiring penemuan teknologi yang semakin efisien. Dalam beberapa kasus, energi terbarukan lebih murah ketimbang listrik dari pembakaran batubara.
”Pengembangan energi terbarukan adalah pilihan yang paling rasional. Sebab, lambat laun ongkosnya lebih murah dari energi fosil. Hal lain yang tak kalah penting adalah energi terbarukan jauh lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujar Riza.
Energi terbarukan jauh lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dalam keterangan resmi pemerintah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan sedang menyiapkan sejumlah aturan baru yang mendukung pengembangan energi terbarukan untuk listrik. Ada potensi sumber energi terbarukan di Indonesia sebesar 400.000 MW yang terdiri dari tenaga hidro, bayu, surya, panas bumi, biomassa, dan biofuel. Sampai dengan 2025, potensi investasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia mencapai 20 miliar dollar AS.
”Ketergantungan pada energi fosil masih tinggi. Pada 2019, devisa 22 miliar dollar AS untuk impor minyak mentah dan BBM. Beruntung ada biosolar yang bisa mengurangi pemakaian devisa menjadi 19 miliar dollar AS,” kata Arifin.