Belanja Beras, Gula, Minyak, dan Mi Instan Dibatasi
Pedagang dan ritel diminta membatasi penjualan pribadi sejumlah komoditas pangan kepada masyarakat. Tujuannya, agar tidak dijadikan spekulasi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membatasi penjualan di tingkat ritel dan pedagang bagi masyarakat untuk sejumlah komoditas pangan. Pembatasan ini untuk meratakan akses masyarakat terhadap komoditas pangan di tengah pandemi Covid-19.
Pembatasan disebutkan dalam surat berkop Badan Reserse Kriminal Polri yang ditandatangani Kepala Satuan Tugas Pangan Daniel Tahi Monang Silitonga. Surat itu meminta pedagang dan pelaku ritel membatasi setiap transaksi pembelian untuk kepentingan pribadi dengan rincian beras maksimal 10 kilogram (kg), gula maksimal 2 kg, minyak goreng maksimal 4 liter, dan mi instan maksimal 2 dus.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, masyarakat tetap diperbolehkan berbelanja, tetapi pada taraf secukupnya. ”Tujuannya untuk menjaga kebutuhan semua (lapisan) masyarakat secara cukup dan mencegah spekulan-spekulan yang akhirnya merugikan kita semua,” katanya dalam telekonferensi di kantornya, Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Dalam pelaksanaannya, tambah Agus Suparmanto, pengawasan pembatasan pembelian tersebut melibatkan pelaku ritel dan aparat keamanan. Pemerintah juga akan memantau dan mengevaluasi kebijakan pembatasan ini secara berkala.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menilai pembatasan pembelian masyarakat ini untuk meratakan akses masyarakat terhadap barang-barang pokok dan bahan pangan. Dia juga sudah berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan terkait penerapan kebijakan tersebut.
Dari sisi pengawasan, Roy menyatakan, setiap pelaku ritel sudah memiliki prosedur standar operasi (SOP) yang dikoordinasikan dengan tim Satgas Pangan. Koordinasi itu juga untuk menghadapi situas di luar kendali.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, berpendapat, langkah pemerintah dalam membatasi pembelian masyarakat sudah tepat. Langkah ini dinilai bisa menjaga kecukupan stok bahan pangan untuk setiap lapisan masyarakat dari perilaku belanja berlebih.
”Akan tetapi, pemerintah dan pedagang mesti memiliki mekanisme identifikasi konsumen agar dia tidak membeli secara ganda, misalnya berbelanja di dua tempat berbeda dalam satu hari,” katanya.
Menurut pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio, kebijakan pembatasan belanja di tingkat konsumen dilatarbelakangi perilaku belanja berlebih yang dapat membuat masyarakat di lapisan tertentu tidak memperoleh bahan pangan atau barang pokok penting lainnya. Tanpa pembatasan, kelompok masyarakat yang memiliki kesiapan uang mampu menguasai dan membeli stok secara berlebihan.
Bebaskan impor
Di tataran kebijakan luar negeri yang berkaitan dengan stok pangan nasional, Agus Suparmanto menyatakan, pemerintah akan membebaskan impor bawang putih dan bawang bombay hingga 31 Mei 2020.
”Kami ingin menyederhanakan proses impor, khususnya untuk komoditas yang pantauan harganya tidak stabil. Tak ada persetujuan impor. Artinya, (impor) tak butuh rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH),” katanya.
Selama ini, importir bawang putih dan bawang bombay wajib mendapatkan RIPH dari Kementerian Pertanian. RIPH ini merupakan syarat untuk mendapatkan persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan.
Agus Suparmanto menyoroti, harga bawang putih rata-rata nasional mencapai Rp 42.000 per kg. Adapun kenaikan bawang bombay di tingkat konsumen sudah lebih dari 100 persen.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menambahkan, realisasi bawang putih yang masuk ke Indonesia sejak Jumat lalu 11.336 ton. Kementerian Perdagangan juga sudah mengeluarkan izin impor 31.000 ton bawang bombay.
Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri, kenaikan harga bawang putih menjadi perhatian khusus pedagang pasar dan konsumen. ”Harga rata-rata bawang putih pada kisaran Rp 46.000-Rp 48.000 per kg. Stoknya ada di supplier. Namun, supplier sudah mematok harga yang tinggi saat kami membeli (bawang putih),” katanya.
Operasi pasar
Demi menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan, Perum Bulog mengadakan operasi pasar di lima titik di Jakarta, Rabu. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyatakan, perusahaan telah memberikan arahan terkait operasi pasar ini ke seluruh provinsi dengan koordinasi bersama dinas perdagangan setempat.
Tri mengatakan, operasi pasar ini bersifat langsung menyasar konsumen dengan harga yang mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen serta Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Operasi pasar akan dilakukan selama sepekan di titik-titik yang berbeda.
Secara keseluruhan, Bulog telah menggelontorkan 10 ton gula, 5 ton beras medium, dan 5 ton beras premium pada operasi pasar, Rabu. Tri mengatakan, operasi pasar ini termasuk dalam penyaluran melalui program ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH). Sepanjang Januari hingga saat ini, penyaluran beras Bulog melalui KPSH mencapai 407.000 ton.
Adapun di Pasar Induk Beras Cipinang, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi menyatakan, stok beras berkisar 30.000 ton. ”Pada awal Maret, sempat ada kenaikan permintaan sebesar 20-30 persen, imbas dari panic buying. Namun, saat ini sudah normal,” katanya.
Menurut Arief, periode saat ini merupakan momentum untuk mengeluarkan stok beras dari gudang-gudang. Hal ini merupakan langkah dalam rangka mempersiapkan gudang untuk menyerap gabah dan beras dari petani saat panen raya 2020.