Pelaporan surat pemberitahuan tahunan pajak dilonggarkan hingga 30 April 2020. Semula batas waktunya 31 Maret 2020. Masyarakat didorong menyampaikan laporan secara dalam jaringan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama.
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melonggarkan batas pelaporan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan hingga 30 April 2020. Relaksasi ini menyusul pembatasan layanan perpajakan untuk memitigasi penyebaran Covid-19.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, relaksasi diberikan untuk penyampaian SPT periode pajak 2019, dengan batas waktu pelaporan sampai 30 April 2020 tanpa sanksi keterlambatan. ”Wajib pajak dapat menyampaikan SPT melalui formulir dalam jaringan dengan batas waktu pengumpulan yang dilonggarkan, dari sebelumnya pada 31 Maret 2020,” ujarnya saat dihubungi, Senin (16/3/2020).
Hestu mengatakan, wajib pajak dapat menyampaikan SPT menggunakan layanan e-filing atau e-form melalui panduan pada laman www.pajak.go.id. Layanan itu dapat dimanfaatkan setelah wajib pajak memperoleh nomor identifikasi e-filing melalui surat elektronik dari masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
”Untuk pengisian SPT, wajib pajak tetap dapat berkonsultasi dengan petugas melalui telepon, surat elektronik, ataupun saluran komunikasi daring lain,” ujar Hestu.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA
Suasana di dalam Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II di Solo, Jawa Tengah, Rabu (29/1/2020). Penerimaan pajak Kanwil DJP Jawa Tengah II tumbuh sebesar 10,81 persen tahun 2019.
Ia menambahkan, layanan perpajakan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) KPP seluruh Indonesia ditiadakan sampai dengan 5 April 2020 untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Seluruh kantor di lingkungan DJP juga tetap beroperasi meskipun sebagian besar pegawai bekerja dari rumah.
Sebelumnya diberitakan, untuk menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah di tengah penyebaran Covid-19, pemerintah memberi stimulus perpajakan pada pekerja di sektor industri manufaktur. Relaksasi itu berupa penanggungan PPh Pasal 21 oleh pemerintah selama April-September 2020 untuk karyawan di seluruh sektor industri manufaktur dengan penghasilan hingga Rp 200 juta per tahun. Kementerian Keuangan memperkirakan, penanggungan PPh senilai Rp 8,6 triliun berdasarkan laporan kinerja perusahaan pada 2019.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai langkah itu efisien. Stimulus fiskal memang diperlukan karena penyebaran virus korona tipe baru bisa memperlambat perputaran roda ekonomi. Namun, Yustinus menilai relaksasi pajak sudah pasti akan berdampak pada penerimaan negara.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis CITA Yustinus Prastowo
Ia memperkirakan, pembebasan PPh seluruh sektor dapat menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp 120 triliun dalam setahun. Untuk menyiasati hal itu, pemerintah bisa melakukan moderasi dengan cara menurunkan target pajak pada APBN. (DIM)