Industri Kesampingkan Untung-Rugi, Buruh Butuh Biaya Hidup
Kebijakan menjaga jarak dapat diterjemahkan melalui kebijakan bekerja dari rumah. Namun, kebijakan itu sulit diterapkan di pabrik-pabrik padat karya yang peralatan produksinya semua tersedia di pabrik.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Kebijakan bekerja dari rumah untuk meminimalkan penyebaran wabah penyakit Covid-19 akibat virus korona baru membawa tantangan tersendiri bagi industri manufaktur padat karya. Industri ini tidak hanya memiliki pekerja tetap, tetapi juga pekerja kontrak, bahkan pekerja harian lepas.
Meski kebijakan bekerja dari rumah (work from home) diserukan pemerintah, industri diimbau mengesampingkan kalkulasi untung-rugi. Selain itu, industri juga diminta lebih mengedepankan kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja.
Di DKI Jakarta, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta telah mengeluarkan surat edaran imbauan bekerja di rumah kepada pelaku usaha menyusul instruksi Presiden Joko Widodo. Surat edaran bernomor 14/SE/2020 yang diterbitkan pada 15 Maret 2020 itu juga untuk menindaklanjuti Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 16/2020 mengenai Peningkatan Kewaspadaan terhadap Risiko Penularan Infeksi Corona.
Ada tiga kategori lockdown pada perusahaan. Pertama, perusahaan menutup seluruh kegiatan usahanya. Kedua, perusahaan menutup sebagian kegiatan usahanya, merumahkan sebagian karyawan, mengurangi sebagian waktu kerja, dan menghentikan sebagian fasilitas operasional. Ketiga, perusahaan tidak dapat menutup kegiatan usahanya.
Imbauan untuk bekerja di rumah itu sudah diterapkan oleh sejumlah perusahaan mulai Senin (16/3/2020). Namun, beberapa perusahaan, seperti yang bergerak di bidang manufaktur, kesulitan menerapkan kebijakan itu dan menyusun protokol bekerja tersendiri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakrie mengatakan, kebijakan menjaga jarak atau social distancing dapat diterjemahkan melalui kebijakan bekerja dari rumah. Namun, kebijakan itu sulit diterapkan di pabrik-pabrik padat karya yang peralatan produksinya semua tersedia di pabrik.
Kebijakan menjaga jarak atau social distancing dapat diterjemahkan melalui kebijakan bekerja dari rumah. Namun, kebijakan itu sulit diterapkan di pabrik-pabrik padat karya yang peralatan produksinya semua tersedia di pabrik.
Meski demikian, saat ini, beberapa perusahaan sedang menyusun protokol untuk mengantisipasi penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) di lingkungan kerja. Prioritas seharusnya tetap pada menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja, bukan kalkulasi untung-rugi.
”Saat ini, prioritas tetap menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja, kami sedang menyusun protokolnya. Kesampingkan dulu hitung-hitungan untung-rugi karena perkembangan dalam negeri yang seperti ini harus diantisipasi,” katanya.
Menurut Firman, industri manufaktur besar rata-rata sudah menurunkan produksinya hingga 20 persen selama satu bulan terakhir setelah kesulitan mencari bahan baku produksi. Saat ini, mengikuti perbaikan situasi di China, pasokan bahan baku mulai kembali mengalir.
Namun, tantangan muncul karena penyebaran kasus Covid-19 di dalam negeri yang merebak. ”Seharusnya memang sekarang sudah fokus mengebut produksi. Tetapi, karena situasi seperti ini, kita siapkan protokol lain, berhubung manufaktur ini berbeda dari sektor jasa atau sektor lainnya,” katanya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Johnny Darmawan mengatakan, kebijakan bekerja dari rumah tidak bisa diterapkan secara merata. Sebab, ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak bisa dibawa ke rumah.
Sebagai contoh, industri manufaktur yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk bekerja di pabrik-pabrik. Oleh karena itu, perlu ada titik keseimbangan menjaga keselamatan lingkungan kerja dan pekerja serta menjaga produksi tetap berjalan.
”Nanti akan didata, jenis pekerjaan apa saja di manufaktur yang bisa dibawa ke rumah dan mana yang tidak. Untuk pekerjaan yang tidak bisa, perusahaan harus menjamin lingkungan kerja steril.
Kebijakan bekerja dari rumah tidak bisa diterapkan secara merata. Sebab, ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak bisa dibawa ke rumah.
Jamin hak
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, hal penting yang harus dijamin dari kebijakan bekerja dari rumah ini adalah jaminan hak-hak dan perlindungan pekerja. Meskipun ada pekerja yang dirumahkan, hak-hak seperti gaji pokok dan tunjangan tetap harus dibayarkan selayaknya.
”Minimal sebatas upah minimum harus diterima. Di sisi lain, pekerja mau tidak mau harus mengorbankan hak makan. Pada situasi seperti ini, perusahaan, pekerja, dan pemerintah sama-sama merugi. Ini konsekuensi yang harus dihadapi bersama, yang penting hak-hak dasar tetap terjamin,” katanya.
Meskipun ada pekerja yang dirumahkan, hak-hak seperti gaji pokok dan tunjangan tetap harus dibayarkan selayaknya.
Ia juga berharap industri tidak mengejar keuntungan di tengah kondisi saat ini dan mengesampingkan keselamatan pekerja. Beberapa pekerjaan yang bisa dibawa ke rumah, meskipun akhirnya harus dilakukan manual, dapat ditempuh untuk menghindari risiko penyebaran virus di lingkungan pabrik.
Meskipun kualitas produk akan menurun karena berbeda antara produksi mesin dan manual, langkah-langkah darurat perlu diambil. Ini untuk memastikan produksi tetap berjalan, pekerja tetap bekerja, tetapi keselamatan tidak dipertaruhkan.
”Tidak usah saling menyalahkan, tidak usah mengejar untung, karena akan sulit mengukurnya di tengah situasi seperti ini. Kalau mau untung dan mengejar produksi, risikonya, pemulihan nanti bisa lebih lama,” kata Timboel.