Selancar di Ombak Perubahan
Menikmati waktu untuk dirinya sendiri adalah cara Maya Watono menikmati waktu luang. Selebihnya, ia berselancar di ombak perubahan bisnis periklanan sebagai CEO Dentsu Aegis Indonesia, menantang disrupsi digital.
Disrupsi teknologi mengubah tatanan industri di Indonesia, termasuk media, periklanan, dan pemasaran. Menghadapi perubahan ini, perusahaan iklan di Indonesia, Dentsu Aegis Network Indonesia, menyiapkan strategi beradaptasi. Di bawah kepemimpinan CEO Maya Watono, perusahaan berselancar dalam ombak perubahan yang menantang sekaligus menyenangkan.
Maya Watono dipercaya menjabat CEO Dentsu Aegis Network (DAN) Indonesia sejak Desember 2018. Ibu tiga anak itu menjalankan tugas sebagai pemimpin perempuan pertama dan termuda dalam sejarah perusahaan DAN Indonesia. Ia ditetapkan sebagai CEO saat berusia 35 tahun.
Sebelum menjadi pemimpin DAN Indonesia, Maya tinggal dan mengenyam pendidikan di Australia. Ia lulus dari University of Western Australia dengan gelar ganda, yakni bidang psikologi dan marketing. Setelah tamat kuliah, Maya sempat bekerja di Perth.
Ayahnya, Adji Watono, pemimpin kantor agensi iklan Dwi Sapta, lantas memanggil Maya kembali ke Indonesia. Maya diminta mengurus agensi iklan baru bernama Main Ad di daerah Cipete, Jakarta Selatan. Ketika itu, Main Ad hanya mempunyai 10 karyawan dan satu klien. Di bawah kepemimpinan Maya, agensi berkembang pesat dan memenangi tender dari sejumlah perusahaan besar.
Maya pun menjawab tantangan selanjutnya, yaitu mengurus agensi media, DSP Media. Mudah beradaptasi, kritis, dan ulet membuat Maya berhasil memenuhi tanggung jawab ini. Di DSP Media, Maya mengubah struktur, sistem, dan alur kerja sehingga berjalan efektif dan efisien. Selanjutnya, Maya diangkat menjadi Managing Director Dwi Sapta Group. Sementara ayahnya, Adji Watono, menjadi chairperson perusahaan itu.
Pada saat Dwi Sapta Group merger dengan Dentsu Aegis Network pada Januari 2017, Maya dipromosikan menjadi CEO DAN Indonesia. Pengalaman mengelola Main Ad dan DSP Media membuat Maya percaya diri mengurus perusahaan dengan 1.000 karyawan, yang sekitar 70 persennya berusia di bawah 35 tahun.
Apa pengalaman menarik dalam setahun terakhir sebagai CEO DAN Indonesia?
Dalam waktu satu tahun fokus, sejak Desember 2018, kami cukup sukses mencapai beberapa target. Sepanjang 2019, fokus utama saya mencapai pertumbuhan bisnis dalam industri ini yang harus melewati standar. Tujuan ini tercapai karena kami mampu membuktikan pertumbuhan di atas rata-rata. Kedua, menuju digitalisasi dalam segala lini bisnis. Perusahaan menyiapkan pelatihan dan kerja sama dengan perusahaan digital.
Tujuan kedua ini juga tercapai karena kami dinobatkan sebagai perusahaan Dentsu dengan pertumbuhan pasar tercepat secara global. Di Asia Tenggara, kami juga yang tercepat. Tujuan ketiga, kami mempunyai 16 unit bisnis sehingga harus berkolaborasi dan bersinergi untuk mencapai pertumbuhan.
Saya menyebut 2019 sebagai tahun gotong royong. Semangat gotong royong kami bawa untuk berkolaborasi mencapai tujuan pertumbuhan bisnis. Tidak cukup dalam waktu setahun atau dua tahun untuk menumbuhkan kolaborasi, apalagi sehari dua hari.
Tantangan terbesar apa yang dihadapi?
Secara eksternal, tantangan terbesar kami adalah menyikapi perubahan industri bisnis periklanan yang terjadi besar-besaran. Beberapa tahun lalu, mungkin kita mengenal hanya ada taksi. Sekarang ada banyak perusahaan transportasi berbagi mobil. Hal itu adalah contoh perubahan nyata di depan mata. Dengan adanya transformasi, muncul pula disrupsi. Otomatis, perusahaan harus bisa menyikapi situasi ini sehingga berada satu langkah di depan lanskap bisnis periklanan secara keseluruhan.
Kalau tahun lalu perubahan terjadi secara bertahap, sekarang perubahan terjadi semakin cepat. Secara internal, kami harus mampu mengubah pola pikir karyawan dan menambah keterampilan karyawan. Percuma kalau pola pikir berubah, tetapi keterampilan tidak berubah, transformasi tidak akan terjadi.
Jadi, untuk menghadapi perubahan itu, kami menyiapkan karyawan dengan pelatihan keahlian tambahan dan berbagi pengetahuan. Mengubah pola pikir saja susah sekali, apalagi menambah keterampilan. Hal ini tidak mudah, tetapi harus dilewati.
Apa contoh perubahan di industri periklanan?
Contoh paling nyata adalah permintaan klien yang berubah. Perubahan itu memberi tekanan yang sangat tinggi. Kalau tidak mengikuti perubahan itu, bisa-bisa kami kehilangan kesempatan bisnis, kehilangan profit, atau bahkan dipecat. Kalau kami tidak berubah, maunya hanya mengerjakan seperti yang dulu kami kerjakan, bisa-bisa kami akan mudah digantikan. Contohnya, kalau dulu periklanan hanya terbatas pada iklan televisi, radio, media cetak, dan papan ikaln, sekarang format iklan beragam sekali.
Dulu, dalam satu tahun hanya membuat satu iklan televisi. Sekarang, harus membuat konten untuk media digital yang hidup selama 24 jam. Membicarakan Instagram saja harus memikirkan konten untuk Instagram Stories yang usianya hanya bertahan satu hari. Kami harus cepat menghadapi perubahan itu. Tidak cukup hanya menambah 2 kali kecepatan, tetapi harus menambah 100 kali kecepatan. Memproduksi iklan harian harus mempunyai pesan yang kuat sekaligus menarik di media digital. Ide tidak boleh habis. Harus kreatif dan serba cepat.
Bagaimana DAN Indonesia menghadapi perubahan itu?
Perubahan digital paling utama, selanjutnya kreativitas mengikuti karena harus menciptakan konten-konten yang menarik. Selain itu, pengukuran efektivitas dan efisiensi menjadi penting. Kalau dulu pengukuran hanya dilakukan bulanan, atau bahkan mingguan, sekarang efektivitas iklan harus bisa diukur secara harian.
Kami juga harus terus menyesuaikan diri dengan ratusan variasi kanal digital, termasuk kanal yang berkembang kemudian redup. Perubahan itu sangat memengaruhi bagaimana cara kami beriklan. Kami beruntung karena 70 persen dari 1.000 karyawan merupakan kaum milenial di bawah usia 35 tahun. Tetapi, berarti masih ada sekitar 300 karyawan yang bukan kaum milenial. Kami harus memastikan semua orang bekerja dalam kapal yang sama menuju visi-misi yang sama.
Saat masih muda pernah terpikir akan menjadi pemimpin perusahaan iklan atau bekerja di industri ini?
Ketika masih kecil, saya melihat ayah saya bekerja sehingga saya tidak asing dengan konsep kerja atau bagaimana industri ini berjalan. Akan tetapi, sejak SMA saya sudah pindah ke Australia. Tinggal selama 10 tahun di sana, saya tidak terlalu berpikir akan kembali ke Indonesia. Begitu kembali ke Indonesia, menangani Main Ad, dan akhirnya berkecimpung di industri ini, saya bahagia. Selain itu, perusahaan ini sudah menjadi besar. Jadi, saya anggap ini memang sudah jalannya.
Bagaimana Anda menikmati waktu luang?
Saya hobi lari, terutama lari jarak jauh. Setahun sekali, saya ikut maraton. Terakhir, saya ikut charity run di New York Marathon. Saya lari empat kali sepekan di sekitar kompleks rumah. Saat akhir pekan, biasanya saya lari di kawasan car free day. Pekerjaan ini memang penuh tekanan. Bagi saya, lari adalah me-time. Kalau tidak lari, saya bisa tambah stres. Begitu sudah lari, perasaan jadi lebih bahagia.
Apa mimpi-mimpi selanjutnya?
Dalam dua hingga tiga tahun mendatang, saya bermimpi Dentsu Aegis Network Indonesia dan Dwi Sapta Group bisa lebih siap menghadapi perubahan digital. Saya harus konsentrasi mengurus visi-misi perusahaan. Di Asia Tenggara dan di tingkat dunia, beberapa target tercapai, jadi saya rasa sudah berada di jalan yang benar. Saya juga punya personal goal untuk ikut maraton pada event penting dunia dan bisa memperbaiki catatan waktu terbaik. Untuk keluarga, saya punya goal untuk membuat anak-anak bahagia.