Tanggungan pemerintah sebesar Rp 8,6 triliun ini dapat menambah daya beli masyarakat, terutama karyawan. Di samping itu, kebijakan ini dapat menurunkan tekanan pada arus kas (”cash flow”) pelaku industri manufaktur.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah wabah coronavirus disease 2019 atau Covid-19, pemerintah menjaga sumber-sumber daya tahan perekonomian Indonesia. Pemerintah menjaga daya beli masyarakat menengah sebagai sumber pertahanan perekonomian nasional, khususnya melalui stimulus perpajakan pada karyawan.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers ”Stimulus II Dampak Covid-19” di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020). Acara itu antara lain dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Selain itu, hadir pula Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, dan Direktur Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) Ilyas Lubis.
Sri Mulyani mengatakan, berkaca dari krisis ekonomi 2008-2009, Indonesia memiliki daya tahan yang membuat pemulihan perekonomian berlangsung cepat. ”Kita memperkuat sumber daya tahan tersebut. Sekarang, kita fokus pada kelas menengah melalui (relaksasi) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21,” ujarnya.
Relaksasi itu berupa penanggungan PPh 21 oleh pemerintah selama April-September 2020 untuk karyawan di seluruh sektor industri manufaktur dengan penghasilan hingga Rp 200 juta per tahun. Kementerian Keuangan memperkirakan, total nilai penanggungan PPh itu senilai Rp 8,6 triliun berdasarkan laporan kinerja perusahaan sepanjang 2019.
Sri Mulyani berharap, tanggungan pemerintah sebesar Rp 8,6 triliun ini dapat menambah daya beli masyarakat, terutama karyawan. Di samping itu, kebijakan ini dapat menurunkan tekanan pada arus kas (cash flow) pelaku industri manufaktur karena tidak perlu membayar komponen PPh pasal 21.
Tanggungan pemerintah sebesar Rp 8,6 triliun ini dapat menambah daya beli masyarakat, terutama karyawan.
Ilyas mengemukakan, BP Jamsostek tengah merumuskan kebijakan untuk tenaga kerja sebagai stimulus ekonomi di tengah wabah Covid-19. ”Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan menteri teknis untuk menentukan formulasi paling tepat dalam waktu sesingkat-singkatnya,” ujarnya.
Proses perumusan itu, kata Ilyas, perlu memperhatikan padatnya regulasi-regulasi yang mengatur jaminan sosial ketenagakerjaan. Formulasi kebijakan pun akan berorientasi pada keseimbangan antara manfaat yang diberikan dan keberlangsungan program secara jangka panjang.
Ruang industri
Tujuan lain stimulus ekonomi kedua adalah memperlebar ruang bagi pelaku industri manufaktur untuk berproduksi. Pemerintah menilai, terdapat 19 sektor industri yang rantai produksinya terdisrupsi akibat wabah Covid-19.
Sektor-sektor tersebut terdiri dari industri bahan kimia dan barang dari kimia; peralatan listrik; barang bermotor trailer dan semi-trailer; farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional; logam dasar; alat angkutan lainnya; serta kertas dan barang dari kertas.
Selain itu, hal itu juga dialami sektor makanan; komputer, barang elektronik dan optik; mesin dan perlengkapan; tekstil; karet dan barang dari karet dan plastik; furnitur; industri percetakan dan reproduksi media perekaman; barang galian bukan logam; barang logam bukan mesin dan peralatannya; bahan jadi; minuman; serta kulit dan barang dari kulit, dan alas kaki.
Kebijakan fiskal stimulus ekonomi untuk industri berupa penundaan pembayaran PPh Pasal 22, khususnya yang berkaitan dengan pajak atas kegiatan impor, dan PPh pasal 25 yang berkaitan dengan pengenaan terhadap pelaku industri sebagai badan usaha. Keduanya berlaku selama enam bulan sejak April 2020.
”Kami berharap industri mendapatkan kecukupan (bahan baku) untuk operasionalnya. Kini, pelaku industri dapat melakukan aksi korporasi untuk mencari bahan baku,” kata Agus Gumiwang.
Stimulus-stimulus ekonomi itu, lanjut Agus, telah mempertimbangkan sebanyak 30 persen bahan baku industri berasal dari China. Industri juga akan menghadapi persaingan mendapatkan bahan baku yang berdampak pada tingginya harga.
Sementara Sri Mulyani menyatakan, kebijakan stimulus ekonomi tersebut akan melebarkan defisit anggaran, pendapatan, dan belanja negara sebesar 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp 120 triliun.
Di samping itu, Kementerian Keuangan juga telah menambahkan anggaran sekitar Rp 1 triliun untuk menghadapi wabah Covid-19. ”Kami ingin memberikan keyakinan, langkah-langkah (antisipasi dan mitigasi) yang dapat dilakukan tanpa terhalang oleh kendala anggaran,” kata Sri Mulyani.
Kementerian Keuangan juga telah menambahkan anggaran sekitar Rp 1 triliun untuk menghadapi wabah Covid-19.
Menurut Sri Mulyani, dari sisi pencegahan, anggaran itu digunakan untuk peningkatan pengawasan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan di 135 pintu masuk Indonesia. Anggaran juga berfungsi menopang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengadaan cairan disinfektan untuk sarana-prasarana transportasi publik dan sarana-prasarana sosial ekonomi, seperti pasar, mal, dan tempat rekreasi.
Adapun untuk mitigasi, anggaran akan dimanfaatkan untuk 132 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19. ”Selain itu, anggaran akan digunakan untuk penanganan pasien yang dinyatakan positif Covid-19 di rumah sakit rujukan serta penelusuran terhadap orang-orang yang berinteraksi langsung dengan pasien,” ujarnya.