Ikatan Ahli Ekonomi Islam Syariah berkeinginan ekonomi syariah bisa lebih membumi dengan mengembangkan program-program yang mendukung, serta berharap ekonomi syariah bisa menjadi bagian dari sistem ekonomi nasional.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi syariah sudah mulai tumbuh di Indonesia. Namun, perkembangannya relatif lambat. Oleh karena itu, bukan hanya perlu lebih efisien dan adil, ekonomi syariah juga dinilai perlu lebih membumi.
Keinginan untuk membumikan ekonomi syariah ini disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Sri Mulyani Indrawati di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (12/3/2020). Sri Mulyani bersama pengurus IAEI periode 2019-2023 menyampaikan program kerja mereka kepada Ketua Dewan Pengarah Ma’ruf Amin dan Dewan Pembina Jusuf Kalla.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap IAEI menjadi motor penggerak utamanya dalam pengembangan ekonomi syariah secara riil. Apalagi, sejak Februari lalu, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Komite ini menggantikan Komite Nasional Keuangan Syariah dan diharapkan menghubungkan segala kegiatan ekonomi syariah.
Wapres Amin juga menyarankan empat hal, yakni pengembangan industri halal, pengembangan industri keuangan, pengembangan dana sosial, dan pertumbuhan bisnisnya. Diharapkan tak hanya kegiatan ekonomi syariah yang tumbuh, tetapi juga konsumennya.
Pengguna produk ekonomi syariah memang masih relatif rendah di Indonesia. Pada akhir 2019, nasabah bank syariah di Indonesia, seperti dicatat Otoritas Jasa Keuangan, baru sekitar 31,89 juta. Angka ini masih jauh di bawah jumlah rekening di bank umum. Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan, pada Agustus 2019 tercatat 292,96 juta rekening.
Oleh karena itu, kata Sri Mulyani, program IAEI adalah membuat ekonomi Islam membumi dan bisa menjadi bagian dari ekosistem ekonomi nasional. Untuk itu, IAEI bekerja sama dengan Masyarakat Ekonomi Syariah, Ikatan Ekonomi Islam Indonesia (ISEI), dan Koneks (Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah).
”Itu suatu sinergi dari kita semua untuk memikirkan memformulasikan mulai dari kebijakan, seperti kebijakan bagaimana membuat industri atau kegiatan ekonomi yang sifatnya Islam itu bisa seinklusif mungkin dan skalanya bisa lebih besar,” kata Sri Mulyani.
Formulasi ini diterapkan baik untuk produk-produk keuangan, produk dana sosial seperti zakat dan wakaf, ataupun instrumen kebijakan dan instrumen untuk mengukur keberhasilan sistem ini. Di sisi lain, disiapkan forum-forum untuk memberi informasi dan edukasi serta menciptakan kesadaran lebih luas akan produk-produk ekonomi syariah ini.
Mendorong pemahaman warga ataupun pelaku ekonomi syariah, beberapa program disiapkan, seperti economic challenge, halalbihalal sekaligus forum diskusi ekonomi Islam, halal food festival, dan Halal Industries Summit (HIS) pada akhir 2020.
Jusuf Kalla, Wapres ke-10 dan ke-12 RI, menekankan efisiensi dan keadilan dalam ekonomi syariah. ”Membawa ekonomi Islam ke sistem ini, (berarti) harus lebih efisien. Kalau lebih rumit dan tidak efisien, sulit,” ujarnya kepada wartawan.
Kalla juga mengingatkan supaya ekonomi Islam tidak rumit sehingga tak membuat bingung pelaku usaha. Hal ini juga memudahkan sistem ekonomi syariah menjadi bagian dari sistem nasional dan menjadi alternatif bagi masyarakat.
Ekonomi Islam, kata Kalla, sebaiknya tak terlampau banyak ”pagar”-nya. ”Pagarnya sederhana. Selama tidak haram, ya halal. Selama halal, ya syar’i,” katanya kepada pengurus IAEI.
Selain itu, lanjut Kalla, perlu didorong semangat masyarakat untuk berwirausaha. Hal ini, misalnya, bisa dilakukan oleh dai-dai.