Perusahaan BUMN belum memastikan pembelian kembali saham yang harganya anjlok. Namun, pemerintah meyakinkan kondisi keuangan BUMN baik dan likuid.
Oleh
Agnes Theodora/Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan perusahaan BUMN siap membeli kembali saham mereka dari masyarakat. Sebab, kondisi keuangan 12 emiten perusahaan pelat merah, yang diminta pemerintah membeli kembali saham mereka, itu dinilai likuid.
Saat ini, perusahaan BUMN tersebut sedang mengkaji dan menuntaskan rencana membeli kembali saham (buyback) yang nilai totalnya Rp 8 triliun.
Menteri BUMN Erick Thohir saat berkunjung ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (11/3/2020), mengatakan, langkah membeli kembali saham dari publik itu merupakan upaya meminimalisasi dampak penurunan harga saham setelah dilepas investor asing.
”Kalau asing tidak percaya sama kita, ya kita jalan sendiri. Kita negara besar, tidak perlu khawatir,” kata Erick.
Mengacu rilis Otoritas Jasa Keuangan, total keseluruhan pembelian saham kembali maksimal sebanyak 20 persen dari modal disetor. Adapun ketentuan saham yang beredar paling sedikit 7,5 persen dari modal disetor.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rully Setiawan mengatakan, Bank Mandiri sudah berkoordinasi dengan Kementerian BUMN. Selanjutnya, Kementerian BUMN menyerahkan keputusan kepada setiap BUMN untuk melaksanakan pembelian kembali saham Bank Mandiri.
”Bank Mandiri terus mengkaji dan memonitor keadaan pasar. Nantinya tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan buyback,” ujar Rully saat dihubungi Kompas, Rabu.
Selain terkait masalah teknis, kajian juga dilakukan dari sisi hukum dan perpajakan. Bank Mandiri juga menimbang dampak aksi korporasi ini terhadap stabilitas harga saham di tengah gejolak pasar.
Rully memastikan, perseroan akan menyampaikan secara berkala hasil kajian pembelian saham kembali sebagai keterbukaan informasi kepada publik, khususnya pemegang saham publik.
Berdasarkan laporan keuangan Bank Mandiri, modal disetor perusahaan pada 2019 sebesar Rp 11,67 triliun. Bank Mandiri berpotensi menyediakan anggaran untuk buyback sebesar Rp 2,34 triliun.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo menyampaikan, langkah buyback akan diambil perseroan jika Indeks Harga Saham Gabungan sudah merosot dalam tiga hari perdagangan berturut-turut sebesar 15 persen atau lebih. ”Dalam situasi saat ini, kami belum memutuskan untuk mengambil aksi buyback,” ujarnya.
Berdasarkan data RTI, harga saham BRI sejak awal tahun hingga perdagangan Rabu (11/3/2020) merosot 11,14 persen menjadi Rp 3.910 per lembar. Adapun harga saham Bank Mandiri pada periode yang sama merosot 11,07 persen menjadi Rp 6.825 per lembar.
Pada perdagangan Rabu, IHSG merosot 1,28 persen atau 66,72 poin ke level 5.154,1. Sejak awal 2020 hingga kemarin, investor asing membukukan penjualan bersih Rp 6,96 triliun.
Dana emiten
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, dana untuk membeli kembali saham diserahkan kepada setiap BUMN. Negara tidak akan memberi suntikan dana untuk membantu proses itu. Saham hasil buyback ditempatkan sebagai treasury stock atau saham perusahaan yang dibeli kembali dari peredaran untuk sementara waktu.
Kartika menambahkan, pembelian kembali saham dilakukan bertahap, tergantung dari nilai fundamen dan likuiditas emiten. Berdasarkan pemetaan awal Kementerian BUMN, ada beberapa emiten yang harga sahamnya jatuh hingga jauh di bawah nilai fundamental.
Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee berpendapat, aksi pembelian kembali untuk meningkatkan harga saham yang sudah terlalu murah.