Peluang Produk Lokal Mengisi Pasar Terhambat Rendahnya Daya Beli
Pedagang produk fashion impor asal China sudah beberapa bulan tak mendapat stok barang baru akibat pembatasan sementara arus impor dari China. Namun, kondisi itu tidak lebih mengancam daripada tren penurunan daya beli.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
Pedagang produk fashion impor asal China di Pusat Perbelanjaan Tanah Abang, Jakarta Pusat, sudah beberapa bulan tidak mendapat stok barang baru akibat pembatasan sementara arus impor dari ”Negeri Tirai Bambu”. Sayangnya, kekosongan produk impor ini belum bisa diisi produk lokal karena permintaan fashion juga sedang rendah akibat turunnya daya beli masyarakat.
Heni, pemilik toko pakaian anak di Blok B Tanah Abang, mengatakan sudah beberapa bulan ini tokonya tidak kedatangan stok baru produk impor China. Stok pakaian impor itu mengisi 50 persen barang dagangannya, sedangkan 50 persen lainnya diisi produk lokal, antara lain dari Tasikmalaya dan Bandung.
”Produk lokal memang enggak kalah jauh dan produksinya membantu mengisi stok barang. Tapi, yang jadi masalah, pasaran masih sepi,” ujarnya saat ditemui Kompas, Rabu (11/3/2020).
Penjaga toko pakaian pria impor China, Tjentjen, juga mengatakan sudah tidak lagi memiliki stok barang baru. Saat ini, toko kecilnya hanya menyediakan stok pakaian lama dari gudang importir. ”Ini stok lama, sudah enggak ada barang baru lagi,” ucapnya.
Namun, kini ia lebih mempermasalahkan sepinya pembelian yang ujungnya menurunkan omzet. Penurunan omzet juga dikeluhkan Lenny, pemilik toko perhiasan dan aksesori wanita.
Stok barang dagangan yang hampir seluruhnya diimpor dari China itu bahkan masih relatif banyak. Padahal, satu atau dua bulan sebelum Ramadhan, biasanya dagangannya diborong banyak pembeli dari daerah.
”Pengunjung ke toko kami agak kurang, terutama orang daerah yang beli untuk jualan. Padahal, kami mengharapkan mereka. Kalau orang sini, kan, datang pas mau Lebaran aja. Omzet kami turun, ya, adalah sampai 50 persen,” tuturnya.
Turunnya penjualan produk impor China juga dirasakan Heru selaku pengelola toko tas wanita. Ia mengatakan, pelanggannya di daerah tidak melakukan pembelian sebanyak sebelumnya.
”Dulu kami bisa kirim barang berbal-bal, sekarang pembeli satuan yang nenteng keresek aja enggak ada. Kami ada toko di Senen yang jadi pusat penjualan tas, juga turun omzetnya. Dulu sehari bisa transaksi Rp 100 juta, sekarang Rp 10 juta per hari aja sudah lumayan,” katanya.
Stimulus konsumsi
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia Ikhsan Ingratubun saat dihubungi Kompas mengatakan, menurunnya daya beli produk fashion di Tanah Abang juga terjadi pada pedagang lain di dalam negeri.
Selain karena adanya kekhawatiran pada penularan virus korona jenis baru atau penyakit Covid-19, menurunnya daya beli produk tersebut juga karena masyarakat lebih mengutamakan membeli makanan dan minuman.
Untuk itu, Ikhsan mengharapkan adanya solusi dari pemerintah agar produk UMKM yang terdampak penurunan daya beli dapat diserap masyarakat. ”Kebijakan pemerintah yang konkret untuk masyarakat memang sangat ditunggu karena daya beli sangat jauh menurun,” ucapnya.
Pemerintah mulai mengambil langkah antisipasi untuk tetap mempertahankan daya beli masyarakat di tengah mewabahnya Covid-19 di Tanah Air. Upaya itu adalah dengan menyiapkan paket stimulus pasar.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam keterangan tertulis yang diterima hari Rabu ini, mengatakan, kebijakan stimulus pasar tersebut masih dibahas oleh Kementerian Keuangan.
”Kami lagi menyiapkan satu stimulus untuk menggerakkan UMKM, tapi lagi dibahas sama Menteri Keuangan,” ujar Teten seusai membuka Indocraft 2020 di Jakarta.
Sebelumnya, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk menambah saldo Kartu Sembako dari Rp 150.000 per keluarga menjadi Rp 200.000 per keluarga per bulan.
Bantuan itu diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat. Badan Pusat Statistik mencatat, konsumsi rumah tangga turun dari 5,05 persen pada 2018 menjadi 5,04 persen pada 2019. Padahal, kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 56,62 persen.