Momentum, dalam berbagai hal, bisa dikreasi. Namun, jangan lupa, ada peran konsistensi yang tidak kalah penting.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Di tengah berbagai isu yang beredar di media, terutama di media sosial, muncul momentum untuk menghadirkan merek atau lembaga atau pribadi di perbincangan itu. Sudah pasti kita ingin membangun citra baik di lalu lintas isu itu. Bahkan, di dalam dunia media sosial dikenal istilah mengkreasi momentum.
Momentum bisa dikreasi demi mendapatkan citra di dunia maya. Namun, banyak pemilik merek dan lembaga kadang gagal ketika momentum itu muncul.
Berbagai kabar belakangan berseliweran, mulai dari penyebaran virus korona (corona) tipe baru, banjir, demam berdarah, dan lain-lain. Jika muncul kepanikan, kita seharusnya hadir memberi ketenangan.
Jika ada informasi yang tidak jelas, pemilik media perlu memberi kejelasan dan informasi yang benar. Jika orang mencari pertolongan, pada saat yang sama pemilik merek, pribadi, dan lembaga mendapat momentum untuk memberi pertolongan bagi sesama yang membutuhkan. Ada berbagai momentum yang menyebabkan kita bisa dan kadang harus hadir di media sosial.
Media sosial bisa menjadikan proses komunikasi bergerak cepat. Meski demikian, hampir semua pengamat dan ahli komunikasi media sosial mengatakan, sebelum masuk ke dalam momentum yang tengah muncul atau mengkreasi momentum, sebaiknya pemilik merek memastikan platform yang dipilih dan cocok bagi mereka untuk bersuara.
Tidak semua platform tepat bagi para pemilik merek, lembaga, atau pribadi. Jika mereka memilih hadir di berbagai platform, pada saat yang bersamaan mereka harus memastikan hadir secara konsisten. Mereka juga harus memastikan jati diri mereka di media sosial. Orang akan mengenal sosok secara lebih tepat ketika berada di media sosial setelah mereka berhasil menyajikan informasi sesuai sosok yang ingin dibangun.
Lebih detail lagi, merek di media sosial harus konsisten, tak boleh muncul dan tenggelam sesuka hati. Konsistensi itu juga muncul dalam hal pesan yang jelas setiap saat, menarik bagi mereka yang sedang berselancar, dan merek selalu berada di zona genius. Oleh karena itu, ketika berada di media sosial, semua syarat di atas harus sudah jelas alias tidak sekadar membuat akun dan asal masuk ke dunia maya.
Modal utama memasuki sebuah momentum, merek, pribadi, atau lembaga memiliki pembuktian yang diterima publik dan loyalitas yang menunjukkan kita di jalur yang tepat. Cirinya, pengikut yang makin bertambah melalui upaya atau cara baru. Mereka harus bisa mendorong orang berpaling untuk berbagai isu dan situasi yang muncul.
Publik setidaknya paham ”perilaku” merek di tengah berbagai keadaan dan perilaku konsumen sehingga ketika ada berbagai isu, publik mencari merek itu. Bahkan, kadang publik ingin sekaligus mengonfirmasi isu atau kabar yang beredar ketika mereka memiliki pembuktian yang telah diterima.
Pokok bahasan adalah mengkreasi momentum setelah membuat pembuktian itu. Momentum mulai terwujud jika kemajuan kita lebih besar daripada sebelumnya. Pada saat itu, berbagai cara, bahkan acara kecil, diadakan untuk memperbesar dampak dari kehadiran merek, pribadi, atau lembaga di media sosial.
Kadang, untuk mencapai momentum, kita harus berjalan di luar jalur normal yang biasanya telah sesak, berjalan di jalur alternatif yang bisa menarik audiens. Kita harus mengenali pilihan-pilihan audiens kita yang secara alami menyukai topik-topik kita dan mencari audiens baru yang selama ini belum tersentuh.
Jika momentum tercapai, selanjutnya selalu menjaga zona genius, zona kita tampil prima dan meyakinkan sehingga orang terus berpaling ke akun-akun kita. Apabila semua sudah dilakukan, ternyata ada perusahaan dan organisasi yang gagal.
Kita masih ingat perusahaan transportasi daring Uber yang akhirnya mendapat amukan penggunanya di New York, Amerika Serikat, karena malah menaikkan harga berbasis algoritma ketika warga membutuhkan karena taksi konvensional tidak bekerja. Pelajaran yang sangat berharga, berhati-hatilah ketika ada momentum terkait kegiatan politik atau kultural.
Saat membuat unggahan, kita tidak berada di ruang hampa. Ribuan atau jutaan pasang mata memandang akun-akun kita dan menanti unggahan dari kita. Sangat mungkin, di antara mereka ada yang akan menerkam kita pada saat yang tepat.
Sebaliknya, saat ada momentum yang tidak berisiko, seperti kabar baik dari upaya yang telah dilakukan, kita kadang malah terlena tidak mengabarkan semua itu. Akun-akun pemerintah sering melupakan hal ini. Contohnya, ketika Indonesia mengevakuasi warga negara Indonesia dari Wuhan (China), pada saat yang sama pemerintah membawa bantuan untuk China.
Sesuatu yang muncul di media seolah hanya urusan evakuasi. Bukankah kita bisa mengemas secara lebih luas, yaitu narasi misi kemanusiaan baik bagi WNI maupun warga China secara bersamaan? Momentum bisa dikreasi.