Tahun ini, Pertamina menginvestasikan dana sebesar 7,8 miliar dollar AS. Untuk sektor hulu dananya sebesar 3,7 miliar dollar AS guna merealisasikan target produksi minyak mentah 1 juta brrel minyak per hari pada 2030.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini, PT Pertamina (Persero) menginvestasikan anggaran sebesar 7,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 110 triliun. Nilai investasi pada 2020 itu melonjak cukup signifikan dibanding realisasi 2019 yang sebesar 4,2 miliar dollar AS.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, sebesar 47 persen dari total investasi tahun ini diperuntukkan bagi sektor hulu. "Untuk sektor hulu kami menginvestasikan anggaran sebanyak 3,7 miliar dollar AS dalam rangka menuju target produksi minyak mentah 1 juta barrel di 2030,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip Kompas, Minggu (8/3/3020).
Untuk sektor hulu kami menginvestasikan anggaran sebanyak 3,7 miliar dollar AS dalam rangka menuju target produksi minyak mentah 1 juta barrel di 2030.
Pada tahun ini, Pertamina menargetkan produksi minyak dan gas bumi (migas) Pertamina sebesar 923.000 barel setara minyak per hari (BOEPD). Target itu lebih tinggi dibanding realisasi produksi migas 2019 yang sebanyak 906.000 BOEPD.
Menurut Nicke, Pertamina akan lebih agresif dalam mencari dan menemukan sumber cadangan migas yang baru. Untuk mencapai target 1 juta barel minyak per hari di 2030, Pertamina membutuhkan terobosan regulasi dan pemanfataan teknologi mutakhir.
Dari target 1 juta barel per hari tersebut, kontribusi dari Indonesia diharapkan sebesar 65 persen dan sisanya dari lapangan-lapangan minyak yang dikelola Pertamina yang ada di luar negeri.
"Dari dalam negeri, penerapan metode pengurangan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR) diharapkan dapat menaikkan produksi minyak," ujarnya.
Sepanjang 2019, produksi siap jual (lifting) minyak Indonesia sebanyak 746.000 barel per hari atau di bawah target APBN yang sebanyak 775.000 barel per hari. Adapun lifting gas bumi di 2019 adalah 1,06 juta BOEPD atau juga di bawah target yang sebesar 1,25 juta BOEPD. Tahun ini, target lifting minyak adalah 755.000 barel per hari dan lifting gas bumi 1,191 juta BOEPD.
Staf pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi pada Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengemukakan, EOR dan eksplorasi adalah dua elemen penting di sektor hulu dalam rangka menambah cadangan. Baik EOR dan eksplorasi sama-sama memerlukan dana yang sangat besar dan pemanfaatan teknologi canggih.
Sejauh mana penerapan EOR bisa menjadi menarik bagi iklim investasi hulu migas di Indonesia? Oleh karena risikonya besar, sebaiknya harus ada pemberian insentif yang bisa meliputi insentif fiskal maupun bagi hasil.
Dengan sifat risiko bisnis yang tinggi, wajar apabila diperlukan insentif. “Sejauh mana penerapan EOR bisa menjadi menarik bagi iklim investasi hulu migas di Indonesia? Oleh karena risikonya besar, sebaiknya harus ada pemberian insentif yang bisa meliputi insentif fiskal maupun bagi hasil,” kata Pri Agung.
Terkait bagi hasil, pemerintah tidak akan lagi mewajibkan skema bagi hasil berdasar produksi bruto (gross split) untuk lelang wilayah kerja migas yang baru. Kontraktor diberi kebebasan memilih skema bagi hasil, yaitu gross split atau cost recovery (biaya operasi yang dapat dipulihkan). Sebelumnya, untuk wilayah kerja migas yang baru, penerapan bagi hasil dengan skema gross split adalah keharusan.