Okupansi hotel anjlok tiga hari terakhir. Para pelaku industri pariwisata berharap insentif segera direalisasikan agar sektor itu tidak semakin terpukul.
Oleh
Agnes Theodora / BM Lukita Grahadyarini / C Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran virus korona tipe baru atau Covid-19 dinilai mengimpit sektor pariwisata nasional. Jumlah kunjungan turis dan okupansi hotel turun. Para pekerja terancam pemutusan hubungan kerja.
Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran di Jakarta, Kamis (5/3/2020), menyebutkan, tingkat okupansi hotel turun signifikan sejak virus korona meluas ke sejumlah negara. Sejak pemerintah mengumumkan dua kasus pertama positif Covid-19, okupansi hotel turun 30-40 persen.
Kondisi itu berdampak ke pekerja hotel dan restoran. Saat ini, perusahaan fokus memikirkan cara menjalankan usaha dan mempekerjakan karyawan. Ketika usaha lesu, salah satu tantangan terbesar bagi pengusaha adalah tetap membayar gaji karyawan.
Maulana berharap pemerintah segera mengeksekusi stimulus berupa pajak nol persen bagi hotel dan restoran di 10 destinasi wisata yang paling terdampak Covid-19. Sejauh ini, insentif itu belum berjalan di lapangan.
Menurut Maulana, ada perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah terkait insentif itu. Di satu sisi, insentif diharapkan menggerakkan dunia usaha secara makro, tetapi di sisi lain ada pihak yang khawatir penerimaan daerah tergerus.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, insentif pajak bagi para pelaku usaha perhotelan dan restoran tetap berlaku meski insentif lain ditunda, yakni diskon untuk wisatawan mancanegara. Insentif pajak itu diharapkan meringankan pelaku usaha dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. ”(Insentif) Segera diimplementasikan. Jangan sampai ada pengurangan karyawan,” ujarnya
Menurut dia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terus berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mendorong kepatuhan pemerintah daerah menjalankan kebijakan stimulus pajak itu. ”Pemerintah daerah sangat mendukung kebijakan ini,” katanya.
Stimulus lain
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah memberikan stimulus dengan meniadakan pajak daerah untuk hotel dan restoran. Selain itu, pemerintah pusat memberikan hibah anggaran Rp 3,3 triliun di sektor pariwisata untuk mengantisipasi dampak penyebaran virus korona baru.
Dengan stimulus perpajakan, perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran tidak dikenakan pajak 10 persen. ”(Stimulus) ini diharapkan bisa membantu arus kas sehingga (perusahaan) tidak perlu melakukan pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.
Pemerintah juga mempercepat program kartu prakerja untuk 2 juta orang dan anggaran Rp 10 triliun. Program ini dinilai bisa jadi stimulus untuk menghadapi dampak Covid-19. Lewat kartu ini, pemerintah menyiapkan pelatihan bagi masyarakat yang tidak bekerja.
Adapun bantuan pangan nontunai (BPNT) akan ditambah dari Rp 150.000 jadi Rp 200.000 per keluarga per bulan mulai Maret 2020. Dengan bantuan yang ditransfer langsung ke rekening itu, penerima manfaat bisa menggunakannya untuk belanja bahan pangan pokok.
Kurangi jam kerja
Wabah Covid-19 juta berdampak ke sektor manufaktur. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri, imbas Covid-19 sejauh ini telah mengakibatkan pengurangan jam kerja. Sebab, bahan baku yang selama ini diimpor dari China terlambat tiba di Indonesia.
”Untuk sementara kami belum sampai mengurangi karyawan. Jadi masih sebatas pengurangan jam kerja saja. Lembur akan menjadi opsi untuk mengejar pasar di masa pembayaran tunjangan hari raya Idul Fitri,” kata Firman.
Perlambatan ekonomi China dan dunia berpotensi menggerus pasar ekspor Indonesia. Namun, upaya mencari pasar baru juga tidak gampang sebab setiap produsen punya segmen. Firman mencontohkan, pelaku industri yang selama ini menyasar pasar Eropa dan Amerika Serikat dengan karakteristik produk berkualitas dan harga tinggi tentu sulit ketika mencoba masuk ke pasar baru dengan pendapatan per kapita lebih rendah.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono berpendapat, dengan dampak Covid-19 yang luar biasa, industri butuh stimulus luar biasa pula.