Ada peluang di sektor ekonomi yang bisa diisi Indonesia. Namun, persoalan yang menghadang proses produksi di Indonesia juga mesti diatasi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, ada banyak peluang di balik wabah Covid-19 yang melanda banyak negara di dunia dan mengguncang ekonomi global. Peluang tersebut, khususnya bagi Indonesia, adalah mengisi kekosongan pasar bahan baku yang selama ini banyak diimpor. Meski demikian, untuk tujuan ekspor, perlu mencari negara tujuan baru untuk memperluas pangsa pasar.
”Pasti ada peluang di balik wabah korona. Ada kemungkinan peralihan permintaan barang yang sebelumnya dari China beralih ke negara lain. Peluang inilah yang harus bisa ditangkap Indonesia,” kata Agus dalam diskusi publik di kantor Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa, Jumat (6/3/2020), di Jakarta.
China, menurut Agus, adalah salah satu dari tiga negara dengan mata rantai pasok terbesar di dunia bersama Jerman dan Amerika Serikat. Wabah Covid-19 di China menyebabkan kegiatan produksi perusahaan-perusahaan multinasional di negara itu terganggu. Aktivitas industri terhenti sehingga mata rantai pasok tersendat.
”Selain itu, perlu dipikirkan mencari alternatif negara pemasok bahan baku produksi untuk industri yang ada di Indonesia. Kami bekerja sama dengan lintas kementerian dan instansi untuk mempermudah regulasi menyangkut arus ekspor dan impor barang,” tambah Agus.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan Indonesia dan China sebesar 72,82 miliar dollar AS pada 2019. China ada di peringkat satu negara tujuan ekspor asal Indonesia dengan pangsa 16,6 persen dari total nilai ekspor Indonesia. Sebaliknya, bagi China, Indonesia menempati urutan ke-16 sebagai negara tujuan ekspor, yakni 1,7 persen dari total ekspor China.
Turun tangan
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno mengatakan, pemerintah harus segera turun tangan mengatasi masalah rantai pasok yang terganggu akibat wabah Covid-19. Menurut dia, barang impor yang dibutuhkan industri di Indonesia banyak tersedia di China. Namun, tak satu pun pengelola logistik yang bersedia membawa barang tersebut.
”Barang ada, tetapi pengangkutan tidak ada. Saya melihat pemerintah belum bertindak apa-apa dalam keadaan seperti ini,” kata Benny.
Benny khawatir, jika rantai pasok terganggu sampai akhir bulan ini, kemungkinan tidak akan ada produksi pada bulan-bulan ke depan. Pilihan mengimpor dari negara lain untuk bahan baku yang sama terkendala harga. Sejauh ini, harga dari China yang paling murah.
”Kalau terpaksa impor dengan harga lebih mahal, berpotensi menimbulkan defisit neraca perdagangan yang lebih lebar lagi,” ujar Benny.
Salah satu solusi menghadapi situasi tersebut, Direktur Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengusulkan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga di Indonesia. Cara yang dapat ditempuh melalui pemberian insentif. Pemerintah sebaiknya juga tidak mengeluarkan kebijakan yang memperlemah daya beli masyarakat.
”Pemerintah dan BUMN sebaiknya bergerak memobilisasi pengadaan barang dan jasa untuk membeli produk-produk dari dalam negeri,” kata Faisal.
Menurut Faisal, sebelum wabah Covid-19, kondisi makroekonomi Indonesia kurang menggembirakan. Wabah ini diperkirakan semakin memukul perekonomian nasional. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2020 paling tinggi 4,9 persen.
Wabah ini diperkirakan semakin memukul perekonomian nasional.
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza mengatakan, dampak wabah Covid-19 di Indonesia harus disikapi serius oleh pemerintah. Pemerintah harus mengambil langkah nyata untuk meminimalisasi dampak ekonomi dan perdagangan yang timbul akibat wabah tersebut. Kelonggaran peraturan untuk menggairahkan industri dalam negeri amat diperlukan.