BEI mengeluarkan jurus-jurus menjaga kepercayaan dan optimisme investor. Jurus itu sangat diperlukan mengingat investor asing sudah melepas portofolio saham mereka sebesar Rp 7,36 triliun di pasar regular.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
Otoritas Bursa Efek Indonesia atau BEI, terhitung sejak 2 Maret 2020 telah melarang pelaku pasar melakukan transaksi jual kosong atau short selling. Aturan ini diberlakukan untuk menjaga kelangsungan pasar dan terlaksananya perdagangan efek tetap kondusif, wajar, dan efisien.
Transaksi jual kosong adalah transaksi penjualan efek di mana efek yang dimaksud tidak dimiliki penjual pada saat transaksi dilaksanakan. Mekanisme transaksi ini disebut jual kosong karena transaksi dilakukan tanpa ketersediaan efek.
Jajaran direksi BEI mengakui, penyebaran wabah virus korona baru (Covid-19) di dunia hingga akhirnya terkonfirmasi sampai di Indonesia menyebabkan kepanikan investor. Ini berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pada pembukaan perdagangan Selasa (3/3/2020) ini, IHSG berada di level 5.431,29, naik 70,4 poin atau 1,31 persen dari posisi penutupan hari sebelumnya di level 5.361,25. Kenaikan ini tentu dinilai positif mengingat sejak awal Januari hingga penutupan perdagangan kemarin IHSG telah anjlok hingga 13,5 persen.
Kondisi penurunan indeks sebenarnya tidak sesuai dengan kondisi fundamental perusahaaan-perusahaan emiten yang masih memiliki nilai yang baik. Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menilai fundamental emiten masih solid dengan price to earning ratio (PER) atau rasio harga saham dibandingkan dengan pendapatan perusahaan yang relatif rendah.
Saat ini PER indeks LQ45 IHSG tercatat 14,4 kali. Ini lebih rendah ketimbang PER indeks SET50Thailand sebesar 16,6 kali, PER indeks Strait Times Singapura (11,1 kali), dan FTSE Malaysia (15,2 kali).
”Adapun tingkat pengembalian modal atau return on equity (ROE) juga lebih tinggi dibandingkan dengan regional,” klaim Inarno.
Dengan kenyataan bahwa fundamental pasar modal Indonesia masih positif, BEI mengeluarkan jurus-jurus untuk menjaga kepercayaan dan optimisme investor. Jurus jitu sangat diperlukan mengingat investor asing sudah melepas portofolio saham mereka sebesar Rp 7,36 triliun di pasar reguler.
Selain melarang melakukan transaksi jual kosong, otoritas bursa juga mendorong emiten melakukan pemaparan umum (public expose) insidentil. Dengan memaparkan kondisi fundamental perusahaan kepada para investor, diharapkan kepercayaan investor akan turut terjaga.
BEI pun mendorong emiten-emiten yang harga sahamnya terus jatuh melakukan pembelian kembali (buyback) saham. Kebijakan ini untuk menjaga stabilitas dari harga saham emiten yang menjadi anggota IHSG.
Di luar ketiga jurus tersebut, BEI juga menyimpan opsi penerapan penolakan penawaran penjualan pembelian otomatis atau autoreject asimetris (ARA). Opsi ini bisa diterapkan apabila pasar terus menunjukkan penurunan.
BEI juga menyimpan opsi penerapan penolakan penawaran penjualan pembelian otomatis atau autoreject asimetris (ARA). Opsi ini bisa diterapkan apabila pasar terus menunjukkan penurunan.
ARA yang dimaksud adalah tidak seimbangnya antara batas atas peningkatan dan penurunan. Misalnya, harga saham suatu emiten diperkenankan naik sampai 35 persen tapi tidak dibiarkan turun lebih dari 10 persen.
Regulasi seperti ini pernah dilakukan pada periode 2015 sampai dengan 2016. Namun, saat ini, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menilai opsi penerapan regulasi tersebut belum dibutuhkan.
”Pasar (modal) yang sehat itu adalah pasar yang minim intervensi. Kami belum melihat situasi saat ini sebagai krisis, kecuali dinamika pasar nanti mengarah ke sana,” ujarnya.
Laksono mengatakan, kebijakan bakal diambil apabila kebijakan pelarangan short selling atau jual cepat tidak berpengaruh banyak. Ia optimistis pasar akan kembali rebound mengingat anjloknya IHSG terjadi seiring dengan kemerosotan bursa saham asia lainnya.