Ini Stimulus Moneter BI Melawan Dampak Wabah Korona
Pemberian stimulus moneter bagi eksportir dan importir yang paling terkena dampak epidemi menjadi salah satu fokus BI lewat penurunan rasio GWM. Kebijakan itu diharapkan bisa mendorong kemudahan pembiayaan ekspor-impor.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Wabah virus korona baru atau Covid-19 semakin dalam ”menginfeksi” perekonomian Indonesia. Berbagai pemangku kepentingan terkait berupaya mencegah agar dampak itu tidak semakin dalam menggerogoti perekonomian.
Kini, Bank Indonesia menambah kebijakan stimulus moneternya. Salah satu fokusnya adalah memberikan stimulus moneter bagi eksportir dan importir yang paling terkena dampak epidemi dengan penurunan rasio giro wajib minimum rupiah dan valuta asing (valas).
Kebijakan itu diharapkan bisa mendorong kemudahan penyaluran pembiayaan ekspor dan impor. Sebab, wabah Covid-19 memengaruhi rantai pasokan perdagangan global dan ikut memengaruhi Indonesia yang memiliki hubungan dagang erat dengan China.
Pasca-epidemi tersebut, eksportir dan importir Indonesia mengalami kesulitan mengimpor dan mengekspor. Tidak hanya karena China yang selama ini menjadi pasar utama ekspor Indonesia, tetapi juga karena ketergantungan industri manufaktur pada impor bahan baku dari ”Negeri Tirai Bambu” tersebut.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (2/3/2020), mengatakan, BI akan menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) rupiah sebesar 50 basis poin. Kebijakan ini akan ditujukan pada perbankan yang menyalurkan pembiayaan ekspor dan impor pada industri.
”Kebijakan ini akan mulai diterapkan pada 1 April 2020 sampai sembilan bulan ke depan. Secara berkala, kebijakan ini akan dievaluasi seiring dengan upaya mitigasi penyebaran Covid-19,” katanya dalam konferensi pers ”Menyikapi Perkembangan Kondisi Perekonomian Tertinggi di Tengah Wabah Virus Covid-19”.
Menurut Perry, dalam waktu dekat, BI berencana bertemu dengan Kementerian Perindustrian serta sejumlah bank yang melayani kegiatan pembiayaan ekspor impor untuk membicarakan implementasi kebijakan ini. BI akan mendata bank yang melayani kegiatan itu, jenis dan bentuk kegiatan ekspor impor, serta sektor industri yang terkait.
Terhambatnya rantai pasok perdagangan itu menyebabkan para eksportir importir menghadapi kendala biaya lebih tinggi. Melalui penurunan GWM diharapkan bisa mempermudah dunia usaha melakukan kegiatan ekspor impor dengan bantuan pembiayaan perbankan.
”Dengan penurunan GWM, bank-bank akan lebih mampu membiayai kegiatan ekspor-impor dan mengompensasi para eksportir dan importir dalam menghadapi kenaikan biaya perdagangan,” katanya.
Dengan penurunan GWM, bank-bank akan lebih mampu membiayai kegiatan ekspor-impor dan mengompensasi para eksportir dan importir dalam menghadapi kenaikan biaya perdagangan.
Tidak hanya menurunkan GWM rupiah, BI juga menurunkan rasio GWM valas bank umum konvensional dan syariah dari semula 8 persen menjadi 4 persen. Stimulus pelonggaran ini ditargetkan bisa meningkatkan likuiditas valas di perbankan hingga mencapai 3,2 miliar dollar AS. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 16 Maret 2020.
”Kebijakan ini diharapkan bisa semakin memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Dengan meningkatkan likuiditas perbankan, bank-bank di Indonesia bisa meningkatkan pasokan valas di pasar, dan menstabilisasi nilai tukar rupiah,” ujar Perry.
BI juga menurunkan rasio GWM valas bank umum konvensional dan syariah dari semula 8 persen menjadi 4 persen. Stimulus pelonggaran ini ditargetkan bisa meningkatkan likuiditas valas di perbankan hingga mencapai 3,2 miliar dollar AS.
Selain stimulus moneter, lanjut Perry, pemerintah juga akan memberikan stimulus fiskal untuk mendorong kemudahan berusaha di sektor riil. Tidak hanya kegiatan pariwisata, tetapi juga kegiatan ekspor impor demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek, pemerintah akan mengeluarkan stimulus fiskal itu.
Selain menurunkan rasio GWM untuk mata uang dan valas, BI juga memperluas jenis dan cakupan underlying transaksi bagi investor asing dalam melakukan strategi hedging (lindung nilai). Salah satunya, dengan kebijakan domestic non-deliverable forward (DNDF). Langkah ini diharapkan dapat mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah.
Caranya, investor asing yang melepas atau menjual kepemilikan SBN dapat menanamkan hasil rupiah yang mereka lepas itu dalam rekening di Indonesia (dalam bentuk rupiah) dan menggunakannya sebagai underlying transaksi DNDF. Dengan demikian, investor asing tidak perlu lagi melakukan lindung nilai melalui off shore NDF di luar negeri, tetapi di pasar domestik.
”Kami yakin ada banyak investor SBN yang meski menjual asetnya, tetapi mau berinvestasi lagi di Indonesia, itu perlu dilindung nilai agar kalau mereka nanti mau membeli SBN lagi, nilai investasinya tidak berkurang karena sudah terlindungi lewat DNDF,” kata Perry.
Kebijakan terakhir yang dilakukan BI adalah mendorong investor global menggunakan bank kustodian (bank penyimpan dan penjaga aset investasi) global dan domestik untuk melakukan kegiatan investasi.
”Tidak hanya global, tetapi juga bisa domestik. Kami tegaskan, bank kustodian domestik juga mampu melakukan pelayanan bagi investor global untuk berinvestasi di Indonesia,” katanya.
Tingkatkan intensitas
Sebelumnya, BI telah menurunkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate menjadi 4,75 persen pada medio Februari lalu. BI kemudian melanjutkannya dengan tiga strategi intervensi di pasar keuangan.
Pertama, intervensi terhadap transaksi pasar spot (pasar transaksi nilai tukar berjalan valuta asing) dengan menjual valas dan mengendalikan pelemahan nilai tukar rupiah.
Kedua, mengintervensi transaksi forward (berjangka) lewat kebijakan instrumen hedging DNDF. Ketiga, membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas para investor asing untuk menambah likuiditas pasar keuangan.
Sejauh ini, BI sudah membeli SBN dari pasar sekunder dengan jumlah total Rp 103 triliun. Sekitar Rp 80 triliun dibeli di pasar sejak akhir Februari ketika Covid-19 menyebar lebih luas.
Perry mengatakan, ketiga strategi intervensi di pasar keuangan itu ditujukan agar nilai tukar rupiah bergerak stabil. Dengan perkembangan terbaru terkait epidemi korona, intensitas transaksi itu akan ditingkatkan.
”Intensitas ditingkatkan dengan meningkatkan volume transaksi, baik di pasar spot, DNDF, maupun pembelian pasar SBN, agar pasar tetap percaya diri bahwa situasi tetap terjaga lewat kebijakan intervensi. Kami sudah lakukan, tinggal ditingkatkan intensitasnya,” pungkasnya.