Menteri ESDM Inginkan Relaksasi Kewajiban Penggunaan Kapal Nasional
Pengekspor batubara Indonesia sebaiknya tak dilarang menyewa kapal milik asing karena kapal domestik masih terbatas. Kementerian ESDM telah meminta relaksasi regulasi itu ke Kementerian Perdagangan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menginginkan ada relaksasi atas kebijakan kewajiban penggunaan angkutan laut nasional untuk ekspor batubara. Hal itu karena masih terbatasnya kapal domestik yang tersedia, sementara kebutuhan penggunaan kapal sangat tinggi. Alasan lain, ekspor batubara adalah salah satu penyumbang devisa bagi penerimaan negara.
Kewajiban penggunaan angkutan laut nasional diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Dalam peraturan ini, penggunaan angkutan laut nasional dimulai pada April 2018, tetapi ditunda hingga 1 Mei 2020. Kendati ada penundaan, sampai sekarang ketersediaan angkutan laut nasional terbatas.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengaku sudah mengajukan permohonan relaksasi tersebut kepada Kementerian Perdagangan. Dengan ketersediaan kapal domestik yang terbatas, pengekspor batubara asal Indonesia sebaiknya tak dilarang menyewa atau menggunakan kapal milik asing.
Relaksasi tersebut diajukan hingga benar-benar kapal angkutan laut nasional siap sepenuhnya. ”Kami punya target (penerimaan negara bukan pajak untuk komoditas batubara) dan kami sudah menginformasikan kepada mereka (Kementerian Perdagangan),” kata Arifin, akhir pekan lalu di Jakarta.
Dengan ketersediaan kapal domestik yang terbatas, pengekspor batubara asal Indonesia sebaiknya tak dilarang menyewa atau menggunakan kapal milik asing.
Pada tahun 2019, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor tambang mineral dan batubara mencapai Rp 44,8 triliun. Dari jumlah sebanyak itu, sekitar 80 persen disumbang oleh pertambangan batubara dan sisanya dari pertambangan mineral. Tahun ini, pemerintah menargetkan sektor tambang mineral dan batubara menyumbang PNBP sebesar Rp 44,4 triliun.
Dari kajian Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), pembeli batubara asal Indonesia umumnya mensyaratkan kapal angkutan berusia kurang dari 15 tahun. Alasan mengenai usia kapal menyangkut aspek keselamatan, premi asuransi, dan ketahanan kapal selama berlayar ke negara tujuan.
Hal itu semakin memperkecil ketersediaan kapal angkutan laut nasional yang memenuhi persyaratan seperti yang diinginkan pembeli.
”Dari data yang kami terima, jumlah kapal angkutan laut nasional untuk ekspor batubara hanya 182 unit. Angka itu jauh dari cukup. Pada 2018 saja ada 7.645 perjalanan kapal untuk kegiatan ekspor batubara,” ujar Tulus Situmeang, Ketua Komite Pemasaran dan Logistik APBI.
Dari data yang kami terima, jumlah kapal angkutan laut nasional untuk ekspor batubara hanya 182 unit. Angka itu jauh dari cukup. Pada 2018 saja ada 7.645 perjalanan kapal untuk kegiatan ekspor batubara.
Berdasarkan aturan Kementerian Perdagangan tersebut di atas, izin ekspor batubara akan dicabut apabila pengusaha tidak memenuhi ketentuan itu. Apabila benar-benar diterapkan, menurut Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, hal itu akan semakin membuat industri batubara Indonesia terpukul.
Harga batubara saat ini sedang rendah dan kondisi pasokan batubara dunia tengah melimpah. ”Pembeli punya fleksibilitas untuk mencari batubara. Kami khawatir mereka akan mengalihkan tujuan pembelian ke negara lain. Sebab, sudah ada kontrak pembelian yang dibatalkan dan ditangguhkan akibat dari aturan ini,” ucap Hendra.
Pembeli punya fleksibilitas untuk mencari batubara. Kami khawatir mereka akan mengalihkan tujuan pembelian ke negara lain.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, produksi batubara pada 2020 ditargetkan 550 juta ton. Dari jumlah tersebut, 395 juta ton untuk kebutuhan ekspor dan 155 juta ton untuk kebutuhan domestik. Tahun lalu, dengan produksi batubara 610 juta ton, ekspor batubara mencapai 472 juta ton.