JAKARTA, KOMPAS — Kendati ekonomi global penuh ketidakpastian, pemerintah tetap optimistis meningkatkan ekspor di sejumlah sektor. Salah satunya di sektor perikanan dan kelautan dengan melihat celah pasar sejumlah negara.
Untuk ekspor udang, misalnya, selama ini pasar utamnya adalah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Kini, pemerintah berupaya meningkatkan ekspor udang ke negara-negara anggota Uni Eropa (UE).
Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Machmud Sutedja, Jumat (28/2/2020), mengatakan, saat ini Indonesia mendapatkan keistimewaan bea masuk dalam sistem tarif preferensial umum (GSP) dari UE. ”Khusus komoditas udang, bea masuknya 4,2-14,5 persen. Adapun tarif bea masuk ke AS ditetapkan nol persen,” katanya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menambahkan, KKP menargetkan produksi udang bisa meningkat 2,5 kali lipat dalam lima tahun mendatang. Upaya itu antara lain dengan mengembangkan udang di sentra-sentra potensial.
Komoditas udang yang digarap tidak hanya jenis vaname dan windu, tetapi juga varietas baru, seperti indicus dan udang jerbung (Penaeus merguiensis). Udang jerbung, misalnya, diminati pasar Jepang. Tahun 2020, uji coba pengembangan budidaya udang jerbung akan dilakukan di Gresik.
”Pasar udang masih terbuka luas. Dengan kondisi impor dari China yang melemah, kita bisa melakukan perluasan pasar ke tempat lain,” katanya.
Pasar udang masih terbuka luas. Dengan kondisi impor dari China yang melemah, kita bisa melakukan perluasan pasar ke tempat lain.
Dengan terbukanya peluang pasar itu, KKP menempatkan pengembangan produksi udang menjadi program prioritas perikanan 2019-2024. Kendati begitu, target kenaikan nilai ekspor udang sebesar 1 miliar dollar AS direvisi. Semula target itu bisa dicapai pada 2021, kini diubah menjadi 2024.
Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk KKP Berny A Subki mengatakan, pemerintah menargetkan ekspor udang meningkat sebesar 1 miliar dollar AS dalam kurun 2019-2024. Koordinasi dan persiapan di hulu hingga pemasaran terus dilakukan di tengah ketidakpastian global.
”Saya harus meralat bahwa target (penambahan nilai ekspor) 1 miliar dollar AS tersebut untuk tahun 2024 (bukan 2021),” kata Berny, di Jakarta, Jumat (28/2).
Sebelumnya, KKP menargetkan nilai ekspor udang bertambah 1 miliar dollar AS dari ekspor udang pada 2018 yang senilai 1,7 miliar dollar AS hingga 2021 (Kompas, 11/2/2019). KKP mencatat, ekspor udang pada 2019 sebanyak 207.000 ton atau senilai 1,72 miliar dollar AS.
Negara tujuan utama ekspor udang, yakni Amerika Serikat (65 persen), Jepang (16 persen), dan China (5 persen). Kontribusi ekspor udang asal Indonesia saat ini hanya di bawah 5 persen dari total pasar dunia.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengatakan, masih terdapat beberapa persoalan yang menghambat ekspor perikanan budidaya, yakni harga yang kurang bersaing dengan negara kompetitor.
Selain itu, belum ada jaminan kontinuitas suplai dan mutu produk. ”Untuk pasar baru ekspor udang, pemerintah bisa menggarap pasar Eropa timur, Rusia, Amerika Selatan, Afrika Utara, dan Timur Tengah,” ujarnya.
Pasar domestik
Selain tetap berupaya meningkatkan ekspor, pemerintah juga perlu menggarap pasar domestik. Menurut Budhi, peluang pasar domestik untuk produk udang masih terbuka luas dan perlu digarap serius. Saat ini, lebih dari 90 persen hasil budidaya udang diekspor.
Peluang pasar domestik untuk produk udang masih terbuka luas dan perlu digarap serius. Saat ini, lebih dari 90 persen hasil budidaya udang diekspor.
Produksi udang untuk kebutuhan konsumsi lokal sangat sedikit, sekitar 10 persen dari total produksi. Apabila konsumsi udang nasional penduduk Indonesia bertambah 1 kg per orang per tahun, peningkatan pasar bisa mencapai 250.000 ton.
Di sektor pertambangan, belum adanya kepastian harga patokan mineral untuk jenis bijih nikel kadar rendah di dalam negeri menimbulkan masalah penggarapan pasar nikel domestik. Petambang merasa keberatan dengan rendahnya harga bijih di dalam negeri untuk dijual ke smelter nikel menyusul larangan mengekspor bijih nikel per Januari 2020.
Perbandingan harga bijih nikel kadar yang diekspor dengan harga jual di pasar domestik cukup lebar. Data dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), harga bijih nikel kadar 1,8 persen di pasar internasional sebesar 59 dollar AS per ton sampai 61 dollar AS per ton. Sementara untuk kadar yang sama, harga di dalam negeri berkisar 38 dollar AS per ton sampai 40 dollar AS per ton.
Sementara untuk bijih nikel kadar rendah 1,7 persen, harga di dalam negeri jauh lebih rendah, yaitu 15 dollar AS per ton sampai 18 dollar AS per ton, sedangkan harga ekspornya 40 dollar AS per ton.
”Bagaimana kami mau hidup dengan harga murah itu? Ongkos produksinya saja 20 dollar AS per ton,” ujar Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey.