Ikhtiar Menghela Ekonomi lewat Kawasan
Jumlah kawasan industri yang beroperasi bertambah dari 80 kawasan industri tahun 2015 menjadi 112 kawasan industri saat ini. Keberadaannya diharapkan turut menggerakkan roda perekonomian di daerah.
Apa saja potensi investasi yang selama ini ada di Indonesia, tetapi belum terlihat oleh pemerintah? Apa saja masukan untuk menggaet investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia?
Seminar ”Peta Jalan (Roadmap) Industri Manufaktur Indonesia” yang digelar pekan terakhir Februari 2020 berupaya menggali hal-hal tersebut. Seratus peserta lebih mengikuti seminar yang diselenggarakan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tersebut.
Mereka datang dari berbagai unsur, mulai dari pemerintah pusat, badan usaha pembangun atau pengelola kawasan ekonomi khusus, himpunan atau asosiasi industri, hingga perguruan tinggi.
Perwakilan organisasi dagang dan industri beberapa negara mitra pun tampak hadir. Paparan narasumber, tanya jawab, serta berbagi pendapat dan pengalaman mewarnai acara tersebut.
Seorang peserta dari kalangan pengembang permukiman dan perumahan rakyat, misalnya, mengeluhkan ketidakjelasan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di suatu provinsi yang dinilai mempersulit mereka. Dia merasa RTRW provinsi di daerah sepertinya agak disembunyi-sembunyikan. Alhasil, dia meminta pemerintah pusat mendorong keterbukaan RTRW provinsi.
Seorang perwakilan industrialis produsen peralatan listrik menitip pesan agar jangan melupakan industri yang ada di Indonesia ketika mengundang investor ke kawasan industri. Dia mendasarkan hal ini dari kenyataan banyak investor yang tidak memedulikan industri dalam negeri.
Aturan pemerintah pun dia nilai tidak kuat sehingga industri dalam negeri susah bertumbuh. Pemerintah diminta memperhatikan nasib industri yang telah ada di Indonesia.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan, kejelasan RTRW merupakan salah satu hal mendasar yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan industri. Hal mendasar lainnya adalah kompetensi inti keunggulan produk daerah yang akan dikembangkan serta kemampuan menarik investor.
Beberapa kawasan ekonomi khusus, yang diinisiasi pemerintah daerah atau BUMN, prosesnya lambat dan cenderung relaktan.
Sanny menyentil beberapa kawasan ekonomi khusus, yang diinisiasi pemerintah daerah atau BUMN, yang prosesnya lambat dan cenderung relaktan atau enggan untuk bekerja sama dengan mitra-mitra swasta. ”Swasta di sini tidak harus asing. Swasta dalam negeri pun, kalau punya potensi, kenapa enggak?” kata Sanny.
Ketika produk yang dihasilkan berorientasi ekspor, menurut Sanny, ada baiknya pula bermitra dengan asing. Fungsi mitra ini terutama dalam mendapatkan dana dengan biaya lebih murah dan pengembalian jangka panjang.
Mereka juga lebih punya kemampuan dalam menarik investor masuk ke dalam kawasan. Kepemilikan teknologi yang lebih efisien serta peluang berbagi risiko juga dapat dipertimbangkan dalam menjalin kemitraan dengan mereka.
Sanny memaparkan pula arti penting konsep pengembangan kawasan industri terintegrasi dengan pelabuhan, terutama bagi investasi berorientasi ekspor tersebut.
Sementara itu, Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ignatius Warsito mengatakan, perkembangan kawasan industri di Indonesia dalam lima tahun terakhir bertambah. ”Jumlah kawasan industri operasional bertambah dari 80 kawasan industri tahun 2015 menjadi 112 kawasan industri saat ini,” ujar Warsito.
Menurut Warsito, kebijakan pengembangan industri tidak hanya terkait memperdalam struktur industri, tetapi juga mempercepat penyebarannya ke seluruh Indonesia. Kebijakan pengembangan kawasan industri di luar Jawa berkaitan erat dengan hilirisasi sumber daya alam.
”Selain itu, juga untuk meningkatkan efisiensi sistem logistik dan membuat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia,” kata Warsito.
Adapun kawasan industri yang dikembangkan di Jawa berbasis teknologi tinggi, padat karya, dan hemat air. Beberapa kali pemerintah memfasilitasi promosi investasi industri teknologi tinggi masuk ke Jawa.
”Tapi, tidak menutup kemungkinan dengan adanya rencana pembangunan ibu kota baru, kami juga mendorong industri berteknologi tinggi ke luar Jawa,” ujar Warsito.
Warsito mengatakan, Kemenperin menargetkan dalam lima tahun ke depan dapat menarik investasi Rp 800 triliun lebih dengan sekitar Rp 300 triliun di kawasan industri.
Baca juga: Kawasan Industri Kendal dan Nongsa Jadi Kawasan Ekonomi Khusus
Kemenperin pun memetakan sejumlah tantangan pengembangan kawasan industri prioritas. Tantangan dimaksud mulai dari sisi penyiapan dokumen, lahan dan tata ruang, perizinan, infrastruktur, pengelola dan tenant, hingga kenyamanan berusaha.
Fasilitas
Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto mengatakan, pemerintah menyadari ekosistem pengembangan KEK di luar Jawa belum terbentuk. Fasilitas khusus, baik fiskal maupun nonfiskal, pun diberikan untuk mengompensasi kondisi tersebut.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, KEK diharapkan dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
”KEK tentunya membutuhkan dukungan pemerintah, baik dalam bentuk regulasi, infrastruktur di luar kawasan, fasilitas, maupun konsistensi regulasi yang harus disiapkan untuk KEK tersebut,” ujar Wahyu.
Pembangunan kawasan industri dan KEK membutuhkan waktu cukup lama. Pemberian fasilitas ditujukan untuk mempercepat pembangunan tersebut.
Merujuk catatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, diperkirakan kebutuhan investasi Rp 5.300 triliun per tahun. ”Kemampuan BKPM saat ini, berdasarkan historinya, berkisar Rp 600 triliun sampai Rp 900 triliun per tahun. Maka, ada gap (kesenjangan) yang besar,” kata Wahyu.
Terkait dengan hal tersebut, Wahyu menuturkan, pengembangan KEK, terutama terkait sektor manufaktur, bernilai penting. Pemerintah berkomitmen mendukung pengembangan kawasan industri dan KEK di Indonesia.
Pemerintah pun tetap membangun infrastruktur untuk menjalin konektivitas ke pelabuhan, bandara, dan antardaerah. ”Proyek strategis nasional telah ditetapkan dan lima tahun ke depan masih diteruskan. Intinya, proyek yang akan dibangun harus terkoneksi ke kawasan-kawasan tersebut agar bernilai tambah tinggi dan berkontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi regional dan nasional,” ujar Wahyu.
Hal ini sejalan tujuan pengembangan KEK dalam meningkatkan investasi, ekspor, substitusi impor, dan lapangan kerja. Apalagi, selain konsumsi dan belanja pemerintah, ada peran penting investasi dan net ekspor (selisih ekspor dikurangi impor) dalam menumbuhkan ekonomi.