Pemerintah menerapkan mekanisme ”white list” untuk pengendalian gawai ilegal melalui IMEI. Langkah pencegahan itu bertumpu pada partisipasi masyarakat dengan cara mengecek legalitas perangkat yang akan dibelinya.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menerapkan mekanisme daftar putih dalam pemblokiran gawai ilegal melalui International Mobile Equipment Identity atau IMEI. Namun, mekanisme itu dinilai masih memiliki sejumlah celah tindakan ilegal.
Keputusan terkait mekanisme itu dibahas dalam rapat koordinasi antarkementerian yang digelar di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jumat (28/2/2020). Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate memimpin rapat tersebut.
Sejumlah pejabat turut hadir pada rapat tersebut, antara lain Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi Elektronik Kementerian Perindustrian Haryanto, dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia Merza Fachys.
Ismail mengatakan, pemerintah menerapkan mekanisme pemblokiran white list atau daftar putih. ”Masyarakat yang memiliki gawai dengan nomor IMEI yang tidak terdaftar di Indonesia tidak perlu resah dan tidak perlu mendaftarkan IMEI-nya,” katanya.
Mekanisme daftar putih berarti proses pengendalian IMEI secara preventif yang bertumpu pada partisipasi masyarakat dalam mengetahui terlebih dulu legalitas perangkat yang akan dibelinya. Artinya, ponsel dengan IMEI ilegal yang sudah beredar di tengah masyarakat Indonesia hingga 18 April 2020 tidak akan terkena pemblokiran.
Pemblokiran efektif berlaku pada 18 April 2020 sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui IMEI. Secara teknis, gawai dengan IMEI yang tak terdaftar akan otomatis tak tersambung dengan jaringan seluler.
Akibatnya, ada potensi masuknya ponsel dengan IMEI ilegal selama pemblokiran itu belum berlaku. Ismail mengharapkan hal itu tak terjadi. Sebagai pencegahan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menjadi bentengnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Information Communication Technology Institute Heru Sutadi berpendapat, hal itu tidak menjadi celah asalkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bekerja secara optimal. ”Bahkan, kebijakan (pemblokiran) ini tak perlu ada jika kerja (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) maksimal. Kalau ada ponsel ilegal, lakukan razia pasar,” katanya.
Secara umum, Heru Sutadi menilai, kebijakan pemblokiran IMEI ilegal tidak boleh merugikan masyarakat pengguna. Dia juga mengimbau pemerintah memikirkan gawai yang dibawa turis dan memiliki IMEI yang tak terdaftar di Indonesia. Gawai turis tersebut berpotensi terblokir jika berkunjung ke Indonesia.
Pemerintah mewajibkan masyarakat yang membawa atau memesan perangkat ponsel, komputer, dan sabak dari luar negeri mendaftarkan IMEI gawainya melalui sistem aplikasi yang tengah disiapkan. ”Saat IMEI didaftarkan, gawai dari luar negeri tersebut akan dikenai pajak,” kata Heru Pambudi dalam konferensi pers.
Pengenaan pajak tersebut akan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Pasal 12 aturan tersebut menyebutkan, nilai pabean barang pribadi yang bebas bea masuk tidak lebih dari 500 dollar Amerika Serikat. Jika lebih, selisih dari kelebihan tersebut dikenai pajak sebesar 10 persen.
Heru Pambudi mengatakan pada 2019, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menindak 20.732 gawai dengan IMEI ilegal di wilayah pabean Banten yang nilainya mencapai Rp 61,8 miliar. Sebagian besar gawai merupakan ponsel Android keluaran terbaru.
Wisnu mengatakan, mekanisme pemblokiran ini bertujuan melindungi masyarakat. ”Kalau ditemukan (gawai dengan) IMEI yang tidak terdaftar atau ilegal, akan dikenai sanksi administratif dan pidana,” ujarnya.
Celah jaringan
Secara teknis, perusahaan penyelanggara telekomunikasi seluler dapat memblokir gawai yang memiliki IMEI ilegal dengan alat equipment indentity registered (EIR). Merza mengatakan, perusahaan operator telekomunikasi siap mengadakan alat tersebut.
Akan tetapi, gawal ilegal tersebut dapat digunakan di Indonesia jika memanfaatkan jaringan di luar layanan operator seluler. ”Yang diatur dalam peraturan ini ialah layanan operator seluler, seperti telepon, data, dan lain-lain. Jadi, Wi-Fi yang bukan layanan operator seluler tidak menjadi obyek dari aturan ini,” ucap Merza.
Heru Sutadi berpendapat, pemblokiran dapat sia-sia apabila gawai dengan IMEI ilegal tetap dapat berfungsi jika tersambung pada jaringan Wi-Fi. ”Layanan suara dan pesan singkat (SMS) sudah digantikan dengan aplikasi berbasis internet. Kalau dengan Wi-Fi, gawai (yang memiliki IMEI ilegal) tetap bisa berfungsi,” katanya.