Merebaknya kasus gagal bayar klaim asuransi, meruginya investasi reksa dana, fluktuasi harga saham yang tak menentu, serta tren penurunan suku bunga membuat banyak investor ritel bimbang memilih instrumen investasi.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
Merebaknya sejumlah kasus gagal bayar klaim asuransi, meruginya investasi reksa dana, fluktuasi harga saham yang tak menentu akibat perang dagang dan wabah virus korona, serta tren penurunan suku bunga membuat banyak investor ritel kebingungan memilih instrumen investasi yang aman, tetapi tetap relatif menguntungkan.
Instrumen investasi yang dinilai layak jadi pilihan dalam kondisi saat ini salah satunya adalah Surat Berharga Negara (SBN) ritel. Kementerian Keuangan menyediakan instrumen SBN ritel dengan minimal pemesanan Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar.
SBN ritel terdiri dari Saving Bond Ritel (SBR), sukuk tabungan (ST), sukuk ritel (sukri), dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Untuk tahun 2020, Kementerian Keuangan akan menerbitkan SBN ritel sebanyak enam kali, yakni 27 Januari 2020: SBR009, 24 Februari 2020: SR012, 23 Juni 2020: SBR010, 28 Agustus 2020: ST007, 1 Oktober 2020: ORI017, dan 26 Oktober 2020: ST008.
Target dari penerbitan SBN ritel Rp 40 triliun-Rp 80 triliun. Pemerintah saat ini menjual sukri seri SR012 hingga 18 Maret 2020. Produk investasi syariah ini ditawarkan dengan imbal hasil tetap sebesar 6,3 persen dengan tenor 3 tahun.
Safara (25), freelancer di Bandung, membeli SBN ritel jenis sukuk tabungan dan SBR pada 2018. Ia memilih investasi ini karena dapat dibeli dengan harga minimal Rp 1 juta dan saat itu kuponnya masih di angka 8,3 persen dan 8,5 persen.
”Saya memilih investasi dengan risiko minimal dan membantu negara untuk berkembang,” kata Safara.
Adapun Binar (27), karyawan swasta di Jakarta, membeli SBN ritel seri SBR pada Maret 2019 dengan bunga kupon 7,95 persen. Ia menginvestasikan hingga 15 persen dari gaji untuk membeli SBN ritel.
”Mungkin saya akan memperbesar porsi investasi di SBN ritel. Walau bunga kuponnya turun, tetapi lebih aman dibandingkan saham atau reksa dana saham yang makin merah terus,” ujarnya.
Analis Fixed-Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (27/2/2020), mengatakan, di tengah ketidakpastian ekonomi global, instrumen investasi SBN ritel termasuk aman. Sebab, instrumen ini dijamin pemerintah dan undang-undang.
Sepanjang SBN ritel dipegang hingga jatuh tempo, investor tidak akan merugi. Namun, apabila ingin dijual sebelum jatuh tempo, investor berpotensi kehilangan keuntungan karena harga jual di pasar yang lebih rendah dari nilai awal.
Imbal hasil yang ditawarkan SBN ritel relatif lebih tinggi dibandingkan dengan deposito yang juga relatif aman. Saat ini, rata-rata suku bunga deposito rupiah jangka 1 bulan sekitar 5,9 persen. Bank-bank besar umumnya menawarkan bunga deposito yang lebih rendah.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, porsi jumlah investor milenial pada SBN ritel yang diterbitkan sepanjang 2019 mencapai 51,25 persen. Jumlah mereka mengalahkan kelompok investor dari generasi X yang berusia 40-54 tahun dan generasi baby boomer dengan usia 55-73 tahun (Kompas, 11 Januari 2020).