Kalangan industri berharap wabah Covid-19 segera berakhir agar industri dalam negeri kembali menggeliat. Beberapa kalangan di kementerian memperkirakan, wabah Covid-19 akan berlangsung sampai Juli atau Agustus 2020.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan industri berharap agar wabah virus korona baru atau Covid-19 segera teratasi dan mereda. Hingga kini, imbas dampak virus asal Wuhan, China, itu memperlambat kinerja industri.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan, beberapa kalangan di kementerian memperkirakan, wabah Covid-19 akan berlangsung sampai Juli atau Agustus 2020. Ini menyebabkan industri baru dan khususnya yang menggantungkan impor bahan baku dan penolong dari China akan sedikit menunda aktivitas.
”Saat ini ada sedikit perlambatan produksi karena kalangan industri kesulitan bahan baku. Pencarian bahan baku maupun bahan penolong pengganti di luar China tidak mudah,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Menurut Sanny, pelaku industri kesulitan mencari bahan baku dari negara selain China karena faktor harga. Selama ini bahan baku dan penolong dari China harganya lebih kompetitif dibandingkan dari negara-negara lain.
”Selain itu, dari segi mekanisme atau keterbukaan perdagangan, China sedikit lebih terbuka dibandingkan sejumlah negara lain, seperti negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat,” katanya.
Saat ini ada sedikit perlambatan produksi karena kalangan industri kesulitan bahan baku. Pencarian bahan baku maupun bahan penolong pengganti di luar China tidak mudah.
Kendati begitu, lanjut Sanny, beberapa pelaku industri juga berupaya membeli bahan baku atau bahan penolong dari negara selain China. Risiko itu mereka ambil kendati harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi.
Selain impor, ekspor produk Indonesia ke China pun terpengaruh wabah Covid-19. Terkait hal tersebut, Sanny menegaskan, penggarapan potensi pasar domestik menjadi penting. Hal itu membutuhkan peningkatan daya saing industri dalam negeri agar mampu menghasilkan produk kompetitif.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta mengatakan, Gapki belum dapat mengetahui dampak keseluruhan wabah Covid-19 terhadap kinerja ekspor.
”Ada satu dua (perusahaan) yang memang sudah mulai terdampak. Tapi, apakah itu bisa merepresentasikan sebagian besar (perusahaan), kami belum bisa mengonfirmasi hal ini,” ujarnya.
Kanya menuturkan, ketika ada ketidakjelasan dan harus menunggu, maka dimungkinkan ada penundaan pengiriman ekspor. Pelaku usaha masih menunggu perkembangan situasi.
Tahun lalu, China merupakan pasar utama ekspor sawit Indonesia. Gapki mencatat, ekspor minyak kelapa sawit mentah dan produk turunannya ke China pada 2019 sebanyak 8,136 juta ton. Ekspor itu meliputi minyak sawit mentah, oleokimia, dan bahan bakar nabati.
Sementara Ketua Umum Perkumpulan Industri Kecil Menengah Komponen Otomotif (Pikko) Rosalina Faried menuturkan, impor beberapa material dan mesin dari China terhambat atau menimbulkan biaya tinggi akibat wabah Covid-19. Hambatan ini mulai terasa Februari ini karena industri di China tidak berproduksi.
”Mesin yang dibeli seharusnya saat ini sudah dikapalkan. Namun, mesin tersebut akhirnya baru akan dikapalkan pada April mendatang,” katanya.