Pertamina menunda sementara impor perangkat teknologi digitalisasi itu dari China karena wabah Covid-19. Pertamina tengah mempertimbangkan impor teknologi serupa dari negara lain.
Oleh
ARIS PRASETYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana PT Pertamina (Persero) menerapkan sistem digital dalam penjualan bahan bakar minyak bersubsidi di seluruh stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Indonesia terdampak wabah virus korona baru atau Covid-19. Pertamina menunda sementara impor perangkat teknologi digitalisasi itu dari China.
Digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) untuk mencatat penyaluran bahan bakar bersubsidi secara langsung dan tercatat serta mencegah penyalahgunaan. Rencana ini akan diterapkan di 5.518 SPBU Pertamina di seluruh Indonesia.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di hadapan anggota Komisi VI DPR, Selasa (25/2/2020) sore, di Jakarta mengatakan, teknologi digitalisasi tersebut diimpor dari China. Lantaran wabah Covid-19, Pertamina menunda sementara impor teknologi tersebut.
Pertamina tengah mempertimbangkan impor teknologi serupa dari negara lain. ”Teknologi digital pada SPBU sudah terpasang di sekitar 3.500 SPBU dari total SPBU di Indonesia sebanyak 5.518 unit. Kami menargetkan seluruhnya terpasang selambatnya pada Juni 2020,” kata Nicke.
Teknologi digitalisasi tersebut diimpor dari China. Lantaran wabah Covid-19, Pertamina menunda sementara impor teknologi tersebut.
Dengan sistem digital pada SPBU, pembeli bahan bakar minyak jenis premium dan solar bersubsidi akan tercatat dari nomor kendaraan. Teknologi ini bisa mengetahui apakah kendaraan tersebut membeli bahan bakar bersubsidi melampaui batas kewajaran atau tidak. Selain itu, teknologi tersebut dapat mencatat jumlah realisasi penyaluran bahan bakar yang sesungguhnya.
Di sektor ekspor batubara, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, wabah Covid-19 mengharuskan pemeriksaan awak kapal pengangkut batubara menjadi lebih ketat. Pasalnya, China adalah salah satu negara tujuan utama untuk ekspor batubara asal Indonesia.
”Wabah virus itu belum sampai membatalkan pengiriman batubara Indonesia ke China. Hanya saja, eksportir batubara asal Indonesia menghadapi masalah aturan penggunaan kapal angkutan laut nasional,” ujarnya.
Kewajiban penggunaan kapal angkutan laut nasional diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Pasal 3 Ayat (1) aturan ini menyebutkan bahwa eksportir yang mengekspor batubara maupun minyak kelapa sawit wajib menggunakan angkutan laut perusahaan nasional.
Ketentuan ini berlaku sejak April 2018. Namun, pelaksanaannya ditunda menjadi 1 Mei 2020.
”Jumlah kapal pengangkut batubara milik nasional sangat terbatas. Padahal, aktivitas pengangkutan sangat tinggi. Kalau ini berlarut-larut tanpa ada solusi, kami khawatir ekspor batubara terganggu,” ujar Hendra.