Benih Lobster Mulai Marak Ditawarkan lewat Media Sosial
Pemerintah memberi sinyal agar segera menerbitkan aturan terkait ekspor benih atau benur lobster. Aturan belum diketok, tetapi penawaran benih lobster mulai marak, termasuk melalui media sosial.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas memasukkan kembali barang bukti benih lobster ke dalam koper saat rilis penggagalan penyelundupan di Kantor Bea Cukai Juanda, Sidoarjo, Senin (24/6/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Penawaran benih lobster mulai marak seiring rencana kebijakan pemerintah membuka keran ekspor secara terbatas dan terkendali. Benih lobster ditawarkan kepada calon pembeli, baik di dalam maupun luar negeri, antara lain melalui media sosial.
Pemantauan Kompas, Selasa (25/2/2020), beberapa pengepul di dalam negeri menawarkan benih lobster hingga ke Malaysia dan Singapura. Di salah satu akun media sosial, pengepul asal luar negeri menginformasikan rencana kedatangannya ke Bali dan memberikan nomor Whatsapp kepada pengepul benih di dalam negeri.
Junaidi Gibel, pembudidaya lobster di Desa Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menyatakan, pengepul benih lobster saat ini sudah marak menawarkan benih. Dia khawatir eksploitasi benih lobster menjadi makin tidak terkendali. ”Kebijakan ekspor benih lobster belum dibuka, penawaran benih sudah makin terang-terangan,” katanya.
Di Lombok Timur, harga rata-rata benih lobster pasir di tingkat nelayan mencapai Rp 6.000 per ekor untuk jenis lobster pasir dan Rp 25.000 per ekor untuk jenis mutiara. Di tingkat pengepul lokal, selisih harga berkisar Rp 3.000- 4.000 per ekor. Tahun 2019, harga benih lobster pasir rata-rata Rp 3.000 per ekor dan harga benih lobster mutiara Rp 15.000 per ekor.
Indonesia perlu belajar dari tata niaga ekspor terbatas untuk komoditas tertentu di era Orde Baru yang justru memicu kartel.
Pemilik PT Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi, sekaligus pembudidaya lobster, Umar Buntaran menilai rencana pemerintah membuka ekspor benih lobster secara terbatas justru berpeluang memicu praktik kartel ekspor. Indonesia perlu belajar dari tata niaga ekspor terbatas untuk komoditas tertentu di era Orde Baru yang justru memicu kartel.
”(Dengan) Ekspor tertentu, pasti akan ada pihak-pihak yang mengatur dan diuntungkan. Pemerintah sebaiknya jangan membuka ekspor benih dalam bentuk apa pun. Banyak pelaku yang mau budidaya lobster, hal ini yang perlu didorong,” ujar Buntaran.
Pembukaan keran ekspor juga diyakini tidak akan menyurutkan praktik penyelundupan lobster yang merugikan negara. Sulit memastikan aparat pengawasan memiliki kemampuan untuk menghitung jumlah benih lobster yang diekspor.
Buntaran mencontohkan, jalur pasokan benih lobster dari Ujung Kulon ke luar negeri terus berlangsung sekalipun pemerintah melarang penangkapan dan penjualan benih lobster. Benih diangkut lewat jalur darat, menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung, menuju Singapura untuk selanjutnya dipasok ke Vietnam.
”Jika lolos dalam penyeberangan, 95 persen benih lobster (diperkirakan) sampai ke Singapura aman,” katanya.
Hal senada dikemukakan Agus Salim, nelayan yang tergabung dalam Yayasan Kusuma Rinjani Lombok Timur. Pembukaan keran ekspor benih dikhawatirkan mendorong nelayan penangkap benih lobster menjual benih untuk ekspor yang harganya lebih tinggi.
Di sisi lain, budidaya merupakan cara yang paling tepat untuk mendorong nilai tambah dan memastikan keberlanjutan stok benih di alam. Namun, budidaya lobster dinilai sulit berkembang jika benih boleh diekspor.
”Kalau harga ekspor benih lebih tinggi, nelayan pasti akan pilih jual untuk ekspor. Pembudidaya akan susah dapat benih karena nelayan pasti maunya harga ekspor. Hukum pasar berlaku,” katanya.
Pola kluster
Upaya mendorong budidaya pembesaran lobster di Tanah Air, kata Buntaran, memerlukan pola klusterisasi sesuai segmen pasar. Dengan demikian, pembudidaya skala kecil sampai besar bisa tumbuh bersama sesuai kemampuan modal usaha.
Saat ini, ada segmentasi budidaya dari ukuran benih sampai 100 gram, lalu disetor ke pembudidaya segmen pembesaran dari ukuran 50 gram sampai 100 gram, dan selanjutnya pembudidaya dari ukuran 100 gram hingga ukuran konsumsi di atas 200 gram.
Harga benih lobster pasir saat ini di kisaran Rp 3.000 per ekor. Jika benih bisa dibesarkan hingga ukuran 400 gram, harganya sudah mencapai Rp 1 juta per ekor. ”Nilai tambah budidaya jauh lebih besar daripada sekadar ekspor benih,” katanya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Madya Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Alan F Koropitan, mengatakan, kebijakan kelautan Indonesia memiliki tiga pilar, yakni kedaulatan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. ”Arah pembangunan kelautan dan perikanan harus mengacu pada tiga pilar tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, aturan terkait lobster telah disusun dengan kesadaran dan masukan semua pihak. Revisi beberapa peraturan diharapkan bisa tuntas Februari ini. Dalam waktu dekat, naskah rancangan peraturan dilaporkan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Edhy mengakui, revisi aturan memberi kelonggaran. ”Saya (buat) peraturan agak dilonggarkan. Kenapa? Yang penting pengawasan. Investor sudah ada, tinggal kita mudahkan. Kalau dia (pelaku) salah, ya, sudah kita cabut (izinnya) sampai ke akar-akarnya,” katanya.