Kemudahan Perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat Tergerus
Sejumlah fasilitas perdagangan bagi Indonesia di pasar AS berpotensi tercabut seiring perubahan status dari negara berkembang menjadi negara maju menuju Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau USTR mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang dan menggolongkannya sebagai negara maju. Akibatnya, sejumlah kemudahan perdagangan untuk Indonesia ke pasar Amerika Serikat tergerus.
Salah satu kemudahan yang tak didapatkan lagi oleh Indonesia adalah standar de minimis sebesar 2 persen serta pengabaian standar volume impor dalam hukum countervailing duty (CVD). Pencabutan fasilitas ini berlaku mulai 10 Februari 2020.
Peneliti dari Center of Investment, Trade, and Industry pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengatakan, situasi itu menandakan bahwa margin harga dengan pasar sebagai acuan batas investigasi AS terhadap dugaan subsidi dan dumping suatu negara minimal 2 persen tak berlaku bagi Indonesia.
”AS memang sedang gencar-gencarnya melancarkan aksi antisubsidi dan antidumping. Ini adalah gejala semakin tertutupnya perdagangan antarnegara,” katanya saat dihubungi, Minggu (23/2/2020).
Menurut Andry, produk-produk ekspor unggulan Indonesia akan terdampak dari pengubahan definisi tersebut. Misalnya, tekstil dan produk tekstil serta minyak kelapa sawit dan turunannya.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, pencabutan fasilitas tersebut membuat produk ekpor Indonesia ke AS berpotensi terkena tuduhan. ”Indonesia rentan mendapatkan tuduhan subsidi perdagangan berdasarkan ketentuan subsidy and countervailing measures dari AS,” katanya saat dihubungi, Minggu.
USTR tak lagi menggolongkan Indonesia dalam kelompok anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan status negara berkembang karena kontribusi Indonesia ke perdagangan dunia telah lebih dari 0,5 persen berdasarkan data 2018. Brasil, India, Vietnam, Malaysia, dan Thailand turut berubah statusnya dari negara berkembang ke negara maju.
Pengubahan status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju oleh USTR, menurut Shinta, berpotensi merambat ke pencabutan fasilitas sistem tarif preferensial umum atau GSP. Berdasarkan regulasi perdagangan AS, fasilitas GSP ditujukan bagi negara berkembang dan kurang berkembang.
Fasilitas GSP merupakan program unilateral AS yang memberikan pembebasan tarif bea masuk ke pasar AS. Kementerian Perdagangan mendata, AS memberikan fasilitas GSP dengan total untuk 5.062 pos tarif kepada 121 negara berkembang.
Indonesia mendapatkan fasilitas GSP pada 3.572 pos tarif. Akan tetapi, AS tengah meninjau ulang eligibilitas Indonesia dalam mempertahankan fasilitas itu melalui inisiatif yang tertera pada Federal Register Volume 83 tanggal 27 April 2018.
Pada November 2019, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyambangi USTR untuk mempertahankan fasilitas GSP dari AS untuk Indonesia. Saat itu, ada tiga dari 11 isu pertimbangan yang mesti diselesaikan, yakni reasuransi, perizinan (licensing), dan lokalisasi data.
Dalam kunjungan tersebut, keputusan AS mempertahankan fasilitas GSP untuk Indonesia dijanjikan diumumkan pada Desember 2019. Namun, hingga Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menemui USTR pada 18 Februari 2020, keputusan tersebut belum muncul.
Menurut data Kementerian Perdagangan, sepanjang Januari-November 2019, nilai ekspor Indonesia ke AS yang memanfaatkan fasilitas GSP mencapai 2,5 miliar dollar AS. Angka ini lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor yang memanfaatkan fasilitas GSP sepanjang 2018, yakni 2,2 miliar dollar AS.
Ekspor Indonesia ke AS pada Januari 2020 mencapai 1,61 triliun dollar AS atau 7,05 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai ekspor Indonesia ke AS pada Januari 2020 mencapai 1,61 triliun dollar AS atau lebih tinggi 7,05 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada bulan yang sama, nilai impor Indonesia dari AS sebesar 634,01 miliar dollar AS atau turun 19,36 persen secara tahunan.
Imbasnya, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan terhadap AS pada Januari 2020 yang sebesar 1,01 triliun dollar AS. Surplus ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 804 miliar dollar AS.