Industri, Investasi, dan Pariwisata Topang Ekonomi RI
Wabah Covid-19 diperkirakan mereda dalam 2-3 bulan ke depan, tetapi pengaruh terhadap kegiatan ekonomi masih terasa 7-9 bulan ke depan. Setelah itu, pada 2021, Indonesia akan melewati titik kritis.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan industri, investasi, dan pariwisata akan menopang perekonomian Indonesia di tengah risiko perlambatan yang semakin nyata. Ketiga sektor itu diyakini mampu mengerek pertumbuhan ekonomi tahun 2021, sekaligus mengompensasi dampak wabah virus korona baru atau Covid-19 tahun ini.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 terkoreksi dari target APBN sebesar 5,3 persen. Koreksi tidak terlalu dalam karena langkah antisipasi tengah dilakukan. Perekonomian tetap tumbuh pada kisaran 5 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2020 bersumber dari wabah Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkoreksi 0,3-0,6 persen apabila pertumbuhan ekonomi China turun 1 persen.
Wabah Covid-19 diperkirakan mereda dalam 2-3 bulan ke depan, tetapi pengaruh terhadap kegiatan ekonomi masih terasa 7-9 bulan ke depan. ”Setelah itu, pada 2021, Indonesia akan melewati titik kritis,” kata Suharso dalam acara pembahasan Rencana Kerja Pemerintah 2021 di Jakarta, Senin (24/2/2020).
Wabah Covid-19 diperkirakan mereda dalam 2-3 bulan ke depan, tetapi pengaruh terhadap kegiatan ekonomi masih terasa 7-9 bulan ke depan. Setelah itu, pada 2021, Indonesia akan melewati titik kritis.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi berkisar 5,3-5,7 persen pada 2021. Pertumbuhan ekonomi ditopang peningkatan investasi, penguatan industri, dan pariwisata. Pada 2021, investasi ditargetkan tumbuh berkisar 5,6-6,2 persen, sementara industri tumbuh 4,6-5,5 persen.
Suharso menambahkan, selain kondisi domestik, pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada 2021 bergantung pada kondisi global. Ada tiga kondisi yang dinilai paling berpengaruh, yakni meredanya wabah Covid-19, deeskalasi perang dagang AS-China, dan keterpilihan Donald Trump sebagai Presiden AS.
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas Leonard VH Tampubolon menjelaskan, pendanaan rencana kerja pemerintah pada 2021 diarahkan untuk mendukung peningkatan tiga motor penggerak ekonomi, yakni investasi, industri, dan pariwisata. Pengalokasian anggaran akan terintegrasi antara pusat dan daerah, serta kementerian/lembaga.
Terkait pariwisata, misalnya, anggaran pemerintah pusat dan daerah, serta kementerian/lembaga pada 2021 disinkronisasi untuk mendanai pengembangan 10 destinasi pariwisata prioritas. ”Targetnya antara lain penerbitan peraturan presiden tentang program rencana induk pariwisata terpadu untuk sejumlah destinasi,” ujarnya.
Menurut Leonard, kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) ditargetkan menjadi 5,5 persen dengan sumbangan devisa sebesar 30 miliar dollar AS pada 2024. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan domestik ditargetkan 350 juta-400 juta kunjungan, sementara wisatawan mancanegara 22,3 juta kunjungan.
”Pariwisata diyakini dapat menopang ekonomi. Pengembangan 10 destinasi prioritas agar pariwisata tidak bertumpu di Bali, yang saat ini kontribusinya mencapai 41 persen,” katanya.
Selain pariwisata, lanjut Leonard, pertumbuhan industri akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi ke depan. Pada 2021, pemerintah akan membangun 9 kawasan industri di luar Jawa dan 31 smelter. Targetnya meningkatkan kontribusi PDB industri pengolahan ke level 19,8 persen. Adapun pertumbuhan industri pengolahan bisa 5,5 persen.
Agenda belanja
Kebutuhan pendanaan untuk proyek prioritas strategis 2020-2024 sebesar Rp 6.555,8 triliun. Pendanaan akan dibagi dari kementerian/lembaga Rp 1.185,5 triliun, pemerintah daerah lewat dana alokasi khusus Rp 412,9 triliun, BUMN atau swasta Rp 4.814,9 triliun, serta subsidi pemerintah Rp 142,5 triliun.
Beberapa proyek prioritas strategis yang masuk dalam rencana kerja pemerintah tahun 2021 adalah pengembangan 10 destinasi pariwisata, pembangunan 9 kawasan industri di luar Jawa dan 31 smelter, pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis industri 4.0, serta pembangunan jaringan pelabuhan utama terpadu.
Suharso mengatakan, untuk memastikan setiap rencana pembangunan terintegrasi, Bappenas dan Kementerian Keuangan membangun sistem informasi dan data perencanaan serta penganggaran. Tujuannya agar rencana pembangunan tidak tumpang tindih antarinstansi.
Dengan sistem itu, ada 446 program yang dapat disinkronisasi menjadi hanya 76 program. ”Seluruh rencana kementerian/lembaga serta pemerintah daerah harus sesuai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah), serta terintegrasi satu sama lain,” katanya.
Bappenas dan Kementerian Keuangan membangun sistem informasi dan data perencanaan serta penganggaran. Tujuannya agar rencana pembangunan tidak tumpang tindih antarinstansi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sistem penganggaran akan diubah dan disinkronkan antara pusat dan daerah untuk meningkatkan kualitas belanja. Alokasi anggaran belanja harus sesuai dengan rencana kerja pemerintah dan agenda prioritas pembangunan. Reformasi belanja negara ini akan dilaksanakan mulai tahun 2021.
Mengutip data Bappenas, grafik pertumbuhan ekonomi dan belanja negara periode 2011-2018 membentuk kurva U. Belanja negara meningkat 75,34 persen dari Rp 1.294 triliun tahun 2011 menjadi Rp 2.269 triliun tahun 2018. Namun, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat dari 6,16 persen pada 2011 menjadi 5,17 persen pada 2018.
Dari kajian Bappenas, setiap 1 persen kenaikan belanja kementerian/lembaga memiliki andil terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06 persen. Sementara setiap 1 persen kenaikan transfer dana ke daerah secara agregat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah 0,016 persen.
Secara terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Ahmad Akbar Susamto, berpendapat, pemerintah harus memprioritaskan belanja yang berdampak langsung bagi perekonomian, seperti belanja bantuan sosial dan belanja modal. Penyerapan belanja juga harus dikendalikan agar tidak terkonsentrasi pada akhir tahun.
Dia menekankan, di tengah ketidakpastian ekonomi, penggunaan anggaran yang tepat guna menjadi keniscayaan. Tata kelola anggaran yang buruk hanya akan menambah masalah negara.
”Perbaikan sistem penganggaran sudah dilakukan pemerintah, tetapi harus dilanjutkan dan dievaluasi secara konsisten,” ujarnya.