Jumlah benur lobster yang bisa diekspor akan diatur pemerintah. Selain diekspor, benur lobster juga akan dibudidayakan dan dikembangkan di Tanah Air.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Benih atau benur lobster yang akan diselundupkan ke luar negeri melalui Bandara Juanda di tempat pengepakan di Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (31/5/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memberi sinyal untuk segera menerbitkan aturan terkait ekspor benih atau benur lobster. Ekspor benur lobster akan dibuka bersama dengan pengembangan budidaya lobster di Tanah Air.
Rencana pemerintah membuka keran ekspor benur lobster secara terbatas dan terkendali merupakan bagian dari revisi 29 aturan di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dinilai menghambat usaha perikanan.
Direktur Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Coco Cocarkin menyampaikan, revisi kebijakan terkait lobster diharapkan selesai bulan ini.
”Pasti ada budidaya dan pasti ada ekspor benih. Tetapi, akan diatur jumlah (benur) yang akan diekspor. Titik ekspor benur lobster akan ditentukan kemudian,” kata Coco di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara RI melarang penangkapan benur lobster. Aturan itu juga mengatur lobster yang bisa dijual berukuran minimal 200 gram atau panjang karapas 8 sentimeter.
Dalam rancangan revisi aturan, penangkapan benur lobster diizinkan untuk kepentingan budidaya di dalam negeri serta sebagian boleh diekspor secara ketat, terkendali, dan terbatas.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Jakarta, Kamis (20/2/2020), menuturkan, aturan terkait lobster telah disusun dengan kesadaran dan masukan semua pihak. Revisi beberapa peraturan diharapkan bisa tuntas Februari ini. Dalam waktu dekat, naskah rancangan peraturan dilaporkan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Edhy mengakui, revisi aturan memberi kelonggaran. ”Saya (buat) peraturan agak dilonggarkan. Kenapa? Yang penting pengawasan. Investor sudah ada, tinggal kita mudahkan. Kalau dia (pelaku) salah, ya, sudah kita cabut (izinnya) sampai ke akar-akarnya,” katanya.
Yang penting pengawasan.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memegang ikan nila yang dibudidayakan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, dalam kunjungan kerja pada Selasa (18/2/2020). Pemerintah akan mendorong pengembangan pakan mandiri untuk menekan harga pakan serta mengembangkan bibit unggul.
Edhy menegaskan, pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan harus berjalan seiring. ”Jangan sampai pertumbuhan ekonomi di sektor ini merusak lingkungan. Jangan sampai juga seolah-olah mau jaga lingkungan, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak menciptakan lapangan kerja. Harus jalan dua-duanya,” katanya.
Pendapatan
Sebelumnya, penyelundupan benur lobster dilaporkan marak pada saat aturan larangan ekspor benur lobster diberlakukan. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan merilis, aliran dana penyelundupan benur lobster ke luar negeri Rp 300 miliar-Rp 900 miliar per tahun.
Coco menambahkan, apabila benur lobster resmi diekspor, negara bisa memperoleh pendapatan pajak. Adapun daerah sentra penangkapan benur memperoleh pendapatan asli daerah (PAD).
Ia mengakui, ada pertimbangan ekspor benur lobster berpotensi menguntungkan Vietnam. Sebab, selama ini Vietnam mengandalkan pasokan benur lobster asal Indonesia. Sebaliknya, ekspor benur lobster bisa mematikan pengembangan budidaya di Tanah Air.
”Untuk itu, diperlukan market intelligence untuk memantau kondisi pasar,” katanya.
Pengembangan budidaya lobster dimulai tahun ini. Targetnya, memproduksi 1.000 ton lobster jenis pasir berukuran minimal 150 gram dengan masa produksi 8-12 bulan.
Sementara itu, peneliti lobster KKP, Bayu Priyambodo, yang juga anggota Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengemukakan, revisi kebijakan lobster mengakomodasi empat kepentingan. Kepentingan itu adalah pembenihan, budidaya pembesaran, ekspor secara terbatas dan menambah stok benur di alam. Sebelum peraturan itu ditetapkan, masih ada mekanisme uji publik. (LKT)