Virus Covid-19 akan mengurangi devisa pariwisata sebesar 1,3 miliar dollar AS, ekspor 300 juta dollar AS, impor 700 juta dollar AS, dan penundaan investasi asing langsung sekitar 400 juta dollar AS sampai akhir 2020.
Oleh
Karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Pemangkasan suku bunga mempertimbangkan prospek pemulihan ekonomi global dan domestik yang tertahan akibat merebaknya wabah virus Covid-19.
Covid-19 memengaruhi perekonomian Indonesia melalui pariwisata, perdagangan, dan investasi. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari kisaran 5,1-5,5 persen menjadi 5-5,4 persen untuk 2020. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi global direvisi dari 3,1 persen menjadi 3 persen.
”Pemangkasan suku bunga acuan adalah langkah preemptive (antisipatif) untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global akibat terjadinya Covid-19,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Februari 2020 memutuskan, suku bunga acuan BI, BI 7-day Reverse Repo Rate, turun 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Adapun suku bunga deposit facility atau simpanan rupiah bank di BI turun 25 bps menjadi 4 persen dan lending facility atau pinjaman rupiah bank dari BI juga turun 25 bps menjadi 5,5 persen.
Menurut Perry, dampak virus Covid-19 terhadap perekonomian akan membentuk pola V atau ”V Shape”. Dalam jangka pendek, Covid-19 akan memengaruhi kinerja dan mengurangi penerimaan Indonesia dari devisa pariwisata, perdagangan, dan investasi. Dampak jangka pendek terasa setidaknya pada Februari-Maret 2020.
BI memperkirakan Covid-19 akan mengurangi penerimaan Indonesia dari devisa pariwisata sebesar 1,3 miliar dollar AS, ekspor 300 juta dollar AS, impor 700 juta dollar AS, dan penundaan investasi asing langsung sekitar 400 juta dollar AS sampai akhir tahun.
”Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 kemungkinan bisa lebih rendah dari 5 persen, hitungan BI sekitar 4,9 persen. Setelah itu akan terjadi pembalikan seperti membentuk huruf V,” kata Perry.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 kemungkinan bisa lebih rendah dari 5 persen, hitungan BI sekitar 4,9 persen.
Menurut Perry, pemulihan ekonomi akan terjadi bertahap selama enam bulan setelah terjadi kontraksi pada triwulan I-2020. Kondisi ekonomi diperkirakan berbalik arah pada triwulan III dan IV tahun 2020.
BI optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan masih di atas 5 persen. Bahkan, pada 2021 diperkirakan berada pada kisaran 5,2-5,6 persen.
Perry menekankan, pemangkasan suku bunga saat ini belum mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga bank sentral AS, The Fed. Dari hasil pembacaan pasar dan BI, probabilitas The Fed akan menurunkan suku bunga cukup besar, yaitu sebesar 25 bps pada September 2020 di atas 50 persen.
”Dasar perhitungan proyeksi dan skenario kebijakan kami belum memperhitungkan itu (penurunan suku bunga The Fed),” kata Perry.
Pemangkasan suku bunga saat ini belum mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga bank sentral AS, The Fed.
Kebijakan makroprudensial
Perry menambahkan, selain menurunkan suku bunga acuan, BI akan menyesuaikan ketentuan perhitungan rasio intermediasi makroprudensial. Kebijakan itu dilakukan dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang di luar negeri, antara lain melalui akseptasi Standar Kode Baca Cepat Indonesia (QRIS).
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, BI juga akan memperluas elektronifikasi bantuan sosial dan transaksi keuangan pemerintah daerah. Koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, mempercepat reformasi struktural, serta memitigasi dampak virus Covid-19.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Febrio Kacaribu berpendapat, pelonggaran kebijakan moneter perlu dilanjutkan seiring risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Pemulihan pertumbuhan ekonomi global dan domestik kini tertahan penyebaran wabah virus korona tipe baru.
”Dampak virus Covid-19 dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) Indonesia pada 2020 terkoreksi 0,1-0,3 persen,” ujarnya.
Menurut Febrio, virus Covid-19 akan menginfeksi perekonomian Indonesia melalui tiga jalur, yakni pasar keuangan, sektor riil, dan sektor pemerintah. Penyebaran wabah virus dalam jangka pendek memengaruhi pasar keuangan.
Kekhawatiran investor global memicu arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Likuditas pasar dan stabilitas nilai tukar pun terancam.
Pasar portofolio Indonesia, lanjut Febrio, mencatat arus modal keluar senilai 2,2 miliar dollar AS. Arus modal itu keluar akibat kekhawatiran investor mengalihkan portofolio mereka dengan menjual aset berisiko dan membeli investasi yang lebih aman (flight to safety), seperti surat utang Pemerintah AS.
Ke depan, investor cenderung bersikap menunggu dan melihat. ”Pengaruh wabah ini pada nilai tukar telah tecermin dalam mata uang negara-negara Asia, hampir semua mata uang mengalami depresiasi,” katanya.
Febrio menambahkan, perlambatan ekonomi China akibat virus Covid-19 akan memengaruhi perlambatan investasi asing langsung ke Indonesia. Dampaknya terhadap penanaman modal asing akan terasa dalam 1-2 triwulan ke depan. Investasi asal China yang banyak masuk ke Indonesia juga banyak melalui Singapura.
Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Wisnu Wardhana, mengatakan, pemangku kebijakan moneter harus serius menilik dampak virus Covid-19 terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan stabilitas sektor eksternal. Arah kebijakan moneter yang akomodatif tetap dibutuhkan kendati ruang pelonggaran kebijakan moneter global terbatas.