Maskapai yang Tunda Penerbangan ke China Disubsidi
Pemerintah akan memberikan subsidi bagi beberapa maskapai lokal yang menunda penerbangan dari dan menuju ke wilayah China karena wabah Covid-19. Subsidi diharapkan digunakan untuk memberikan potongan harga tiket.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memberikan subsidi bagi beberapa maskapai lokal yang menunda penerbangan dari dan menuju ke wilayah China karena wabah Covid-19. Subsidi itu diharapkan bisa digunakan untuk memberikan potongan harga tiket demi meningkatkan wisata. Itu menjadi upaya menutup kerugian akibat ditundanya penerbangan terkait rute China tersebut.
”Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) sudah setuju. Nanti akan diumumkan. Ada subsidi dari pemerintah langsung. Mungkin ke operator maskapai atau ke mana untuk tujuan wisata,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seusai menjadi pembicara kunci dalam acara Rapat Senat Terbuka Fakultas Teknik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin (17/2/2020).
Kementerian Perhubungan menginstruksikan semua maskapai, baik asing maupun nasional, agar menunda penerbangan dari dan menuju semua destinasi di wilayah China pada 5 Februari 2020 akibat merebaknya virus korona jenis baru. Terdapat lima maskapai nasional yang memiliki rute penerbangan ke sejumlah kota di China, yaitu Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, Batik Air, Lion Air, dan Sriwijaya Air.
Budi Karya menyampaikan, kekosongan penerbangan dari dan menuju wilayah China itu menyebabkan kerugian. Ia mengimbau agar subsidi yang diberikan itu digunakan untuk memberikan potongan harga tiket. Tiket-tiket murah nantinya diharapkan mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh wisatawan asal China.
Tiket-tiket murah nantinya diharapkan mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh wisatawan asal China.
”Nanti itu akan diumumkan (subsidi untuk maskapai penerbangan) dan akan berlaku dalam satu atau dua hari ini. Kita dapat kemudahan dengan harga yang lebih murah,” kata Budi Karya.
Kunjungan wisatawan asal China ke Indonesia menempati jumlah kedua terbanyak dengan angka 2,072 juta kunjungan pada 2019. Kunjungan terbanyak pertama diduduki oleh wisatawan asal Malaysia dengan jumlah 2,98 juta kunjungan atau setara dengan 18,51 persen. Secara tahunan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara turun 3,14 persen atau sekitar 67.000 kunjungan dibandingkan dengan tahun 2018.
Sebelumnya, Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi, dalam keterangan tertulisnya, menyampaikan, ada potensi kehilangan devisa bagi Indonesia dengan kondisi ini. Sebab, wisatawan asal China lebih gemar berkunjung ke Indonesia pada triwulan pertama dan ketiga. Apabila jumlah kunjungan berkurang sekitar 50 persen, pendapatan devisa yang berpotensi hilang berjumlah hingga Rp 2,5 triliun (Kompas, 3/2/2020).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, tiga tahun terakhir, rata-rata kunjungan wisatawan China di triwulan pertama sekitar 532.000 kunjungan. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, rata-rata wisatawan China yang mengunjungi Bali menghabiskan uang sekitar Rp 9,7 juta setiap kali datang pada 2018.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Budianto menyampaikan, jumlah wisatawan asal China yang berkunjung ke DIY berjumlah sekitar 19.000 orang pada 2018. Angka itu membuat wisatawan asal China menduduki peringkat ke-6 terbanyak yang datang ke daerah tersebut. Jumlah wisatawan mancanegara yang paling banyak datang ke daerah itu berasal dari Malaysia. Persentasenya mencapai 60 persen.
”Kebetulan pada bulan ini adalah low season. Jadi belum begitu dirasakan dampaknya. Karena, kalau low season, jumlah wisatawannya turun,” kata Singgih.