”Omnibus Law” Bikin Realisasi Investasi Tahun 2020 Lebih Optimistis
BKPM menyebutkan, implementasi kedua undang-undang sapu jagat berpotensi mendorong peningkatan pertumbuhan investasi sebesar 0,2-0,3 persen. Investasi sepanjang tahun ini ditargetkan bisa tumbuh di atas 6 persen.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah optimistis realisasi investasi pada 2020 akan lebih tinggi dibandingkan realisasi investasi 2019. Implementasi dua undang-undang sapu jagat atau omnibus law berpotensi mendorong pertumbuhan investasi 0,2-0,3 persen.
Pada tahun ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan investasi sebesar Rp 866 triliun. Target ini lebih tinggi dari realisasi investasi pada 2019 yang masing-masing sebesar Rp 809,6 triliun.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Senin (17/2/2020), mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian direpsons positif investor. Implementasi kedua RUU diyakini mampu mendorong pertumbuhan investasi pada 2020.
”Kedua RUU itu untuk menarik investasi. Jika terjadi penolakan dari segelintir pihak, itu bagian dari dinamika dan pasti ada solusinya,” ujar Bahlil seusai acara Proyeksi Investasi 2020 di Jakarta.
Kedua RUU itu untuk menarik investasi. Jika terjadi penolakan dari segelintir pihak, itu bagian dari dinamika dan pasti ada solusinya.
Menurut Bahlil, implementasi kedua undang-undang sapu jagat berpotensi mendorong peningkatan pertumbuhan investasi sebesar 0,2-0,3 persen. Investasi sepanjang tahun ini ditargetkan bisa tumbuh di atas 6 persen. Pada 2019, pertumbuhan investasi sempat melambat ke level di bawah 4 persen.
Ada beberapa sektor industri yang diperkirakan investasinya tumbuh pada 2020, antara lain pertambangan, kilang minyak, pariwisata, infrastruktur, perkebunan, serta makanan dan minuman. Pertumbuhan investasi sektor-sektor itu mulai terlihat pada triwulan I-2020.
”Sejauh ini belum ada dampak signifikan dari penyebaran wabah virus korona. Investasi asing langsung dari China masih sesuai komitmen. Investasi akan terganggu apabila para tenaga ahli dan mesin tidak bisa masuk ke Indonesia,” katanya.
Berdasarkan data BKPM, target investasi pada 2019 sebesar Rp 792 triliun yang terdiri dari penanaman modal asing (PMA) Rp 483,7 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 308,3 triliun. Sementara realisasi investasi pada Januari-Desember 2019 sebesar Rp 809,6 triliun yang terdiri dari PMA Rp 423,1 triliun dan PMDN Rp 386,5 triliun.
Investasi Januari-Desember 2019 terbesar berasal dari Singapura sebesar 6,5 milar dollar AS (23,1 persen). Kemudian diikuti investasi dari China 4,7 miliar dollar AS (16,8 persen), Jepang 4,3 miliar dollar AS (15,3 persen), Hong Kong 2,9 miliar dollar AS (10,2 persen), dan Belanda 2,6 miliar dollar AS (9,2 persen).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, momentum pertumbuhan ekonomi 2020 akan dijaga untuk meningkatkan daya tarik investor. Pertumbuhan ekonomi itu bukan sekadar peningkatan produk domestik bruto, tetapi perbaikan kualitas mulai angka kemiskinan, pengangguran, dan rasio gini.
”Paket reformasi Indonesia baru-baru ini diformulasikan untuk menjaga dan mengelola momentum pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Menurut Sri Mulyani, sejumlah lembaga internasional memprediksi perekonomian global akan membaik pada 2020. Namun, prediksi tidak bertahan lama karena memasuki tahun ini sejumlah kejadian tidak terduga muncul, seperti penyerangan AS ke Iran, dan penyebaran wabah virus korona baru.
Ketidakpastian masih menyelimuti 2020. Ini membat semua negara di dunia kini memanfaatkan instrumen fiskal untuk memperkecil dampak risiko global. Singapura, misalnya, memperlebar defisit anggaran dari 0,2 persen menjadi 0,5 persen.
”Langkah serupa ditempuh Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan sekaligus meningkatkan daya saing investasi,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, President Director/Head of Tax PwC Ay Tjhing Phan berpendapat, daya tarik bagi investor asing bukan hanya fasilitas atau insentif perpajakan. Kemudahan layanan dan kepastian hukum justru jadi faktor penting yang menentukan keputusan berinvestasi.
Dari 10 indikator Kemudahan Berusaha 2020, Indonesia menempati peringkat ke-81 dari 190 negara dalam urusan sistem pembayaran pajak. Pembayaran pajak di Indonesia mencapai 26 jenis per tahun, sedangkan rata-rata di negara sekawasan 20,6 jenis pajak. Adapun peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha 2020 stagnan di peringkat ke-73 dari 190 negara.
”Salah satu yang paling signifikan untuk memperbaiki iklim investasi adalah reformasi pembayaran pajak,” kata Phan.
President Director BASF Indonesia Agus Ciputra mengemukakan, salah satu pekerjaan terbesar pemerintah saat ini adalah menurunkan biaya berusaha (cost of doing business), terutama untuk di bidang bahan baku. Biaya berusaha ini bisa dikurangi dari pemberian fasilitas dan insentif perpajakan.
Meskipun demikian, efektivitas pemberian fasilitas dan insentif perpajakan harus ditilik ulang, misalnya fasilitas di pusat logistik berikat. ”Sejumlah pengusaha mengaku lebih baik membayar kewajiban impor sebesar 5 persen ketimbang memanfaatkan pusat logistik berikat karena ongkos transportasi lebih mahal,” katanya.
Sejumlah pengusaha mengaku lebih baik membayar kewajiban impor sebesar 5 persen ketimbang memanfaatkan pusat logistik berikat karena ongkos transportasi lebih mahal.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Bambang Adi Winarso menambahkan, determinan dari investasi sangat beragam, tidak bisa hanya dilihat dari aspek dan skala ekonomi tertentu, apalagi hanya perpajakan. Pemerintah berusaha memperbaiki seluruh aspek secara bertahap.