Jenis Bantuan Bahan Pangan di Angke dan Tanah Tinggi Tidak Sama
Setiap e-warong dan keluarga penerima manfaat menentukan jenis bahan pangan yang akan diberikan kepada setiap warga yang berhak. Itu sebabnya, jenis bahan pangan yang diterimakan bisa berbeda satu dengan yang lain.
Oleh
FAJAR RAMADHAN dan INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
KOMPAS/INSAN ALFAJRI
Warga Johar Baru, Jakarta Pusat, mengambil bantuan pangan nontunai yang dibagikan Selasa (11/2/2020) siang, di RPTRA, Pulo Gandul, Johar Baru, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan dalam program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) bisa berbeda-beda jenis bahan pangannya di satu daerah dibandingkan daerah lain. Dua komoditas yang harus ada adalah beras dan telur.
Nuryani Asih, warga RT 004 RW 010 Kelurahan Angke Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, salah satu keluarga penerima manfaat (KPM) BPNT, Selasa (11/2/2020), mengatakan, bantuan terakhir yang diterimanya berupa 8 kilogram beras, 10 butir telur, dan daging seekor ayam.
Apa yang diterima warga Kedaung Kali Angke ini berbeda dengan yang diterima warga di tempat lain.
Supatmi, pengurus e-warong Tanah Tinggi, mengatakan, jumlah beras yang dibagikan 10 kg, 15 butir telur, dan 0,5 kg kacang hijau.
Turkini, penerima manfaat BPNT dari RT 004 RW 010 Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, sedang memasak di dapur di depan rumah kontrakannya, Selasa (11/2/2020).
Menurut Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial DKI Jakarta Rani Nurani, varian kebutuhan pokok tambahan, selain beras dan telur, ditentukan Dinas Sosial DKI Jakarta. Berdasarkan hasil rapat dengan banyak pihak, disepakati varian tambahan tersebut berupa daging ayam, ikan, dan kacang hijau.
Pilihan tersebut kemudian diberikan kepada Suku Dinas Sosial masing-masing kota. Pada tingkatan tersebut, mereka akan menggelar rapat bersama pengelola e-warong dan perwakilan KPM untuk menentukan varian yang tepat bagi mereka.
”Berdasarkan kesepakatan tersebut, e-warong akan memesan varian yang dipilih kepada distributor,” katanya.
Dihubungi terpisah, peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, menjelaskan, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan dasar bagi warga kurang mampu. Dalam konteks itu, BPNT patut diapresiasi.
Akan tetapi, menurut Latif, program itu harus komplementer dengan program lain yang bertujuan memperbaiki ekonomi warga. ”Harus ada program yang bertujuan meningkatkan kapasitas ekonomi mereka,” katanya.
Selain mempermudah masyarakat ekonomi lemah untuk mengakses sektor keuangan, pemerintah juga harus menciptakan iklim yang memungkinkan usaha masyarakat miskin untuk tumbuh. Hal ini akan memberikan motivasi bagi mereka untuk mengembangkan usaha.
”Kalau dua-duanya jalan, ketakutan memanjakan rakyat dan kurang mendidik melalui BPNT itu akan sirna,” katanya.