Peran industri manufaktur dalam produk ekonomi Indonesia cukup dominan, yakni 19,7 persen pada 2019. Oleh karena itu, penurunan kinerja industri manufaktur bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Suasana kebatinan dan suara ekonom serta pemimpin dunia pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Januari lalu mengharapkan perbaikan kondisi ekonomi dunia tahun ini. Saat itu, di sela-sela Forum Ekonomi Dunia (WEF), Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyampaikan, ada sejumlah hal positif bagi dunia. Namun, titik balik belum tersentuh. Artinya, perbaikan belum akan membuat kondisi dunia kembali seperti semula, saat pertumbuhan ekonomi belum melambat.
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sebesar 3,3 persen. Pada 2021, ekonomi global akan lebih baik dengan tumbuh 3,4 persen.
Namun, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, yang hadir di acara WEF, menyebutkan, virus korona tipe baru yang merebak menjadi catatan tersendiri. Saat WEF itu digelar, kasus merebaknya virus korona tipe baru belum meluas. Organisasi Kesehatan Dunia juga belum menyatakan kondisi kedaruratan kesehatan global.
IMF, dalam proyeksinya menyebutkan, ekonomi China bisa tumbuh 6 persen tahun ini. Proyeksi yang dipaparkan pada Januari 2020 itu lebih baik dibandingkan dengan proyeksi pada akhir tahun 2019, yang sebesar 5,8 persen. Kondisi ini bisa berubah.
Sebagaimana dikemukakan Rosan di depan pengusaha Indonesia yang hadir di sebuah acara di Jakarta, pekan lalu, Indonesia sensitif dengan pertumbuhan ekonomi China. Penurunan satu persen pertumbuhan China bisa berdampak sekitar 0,3 persen terhadap Indonesia. China merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke China pada 2019 sebesar 25,85 miliar dollar AS atau 16,68 persen dari total ekspor nonmigas. Sementara, impor nonmigas Indonesia dari China senilai 44,58 miliar dollar AS atau 29,95 persen dari total impor nonmigas.
Berkaitan dampak virus korona tipe baru yang merebak di China dan sejumlah negara di dunia, Kementerian Perindustrian belum mengetahui kemampuan China dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri di Indonesia. Belum dapat dipastikan juga, kemampuan China dalam menyerap produk ekspor Indonesia.
Terkait importasi bahan baku, industri di Indonesia cukup tergantung pada China. Menurut catatan Kemenperin, sekitar 30 persen impor bahan baku industri manufaktur Indonesia berasal dari China.
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia berpandangan, ketergantungan ini berkaitan dengan kondisi keuangan industri manufaktur. Pada kondisi biaya tinggi atau tidak kompetitif, maka industri akan berupaya menekan semua komponen biaya produksi.
Pada konteks ini, industri akan mencari bahan baku yang benar-benar paling murah. Ketergantungan terhadap bahan baku impor dari China, salah satunya, karena harga bahan baku dari China jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan baku dari dalam negeri maupun negara lain.
Alhasil, perbaikan struktur biaya produksi yang lebih bagus menjadi penting bagi industri manufaktur di dalam negeri, termasuk pada saat harus mendiversifikasi sumber pencarian bahan baku.
Kendati belum ada kepastian mengenai perdagangan dunia akibat kondisi kedaruratan kesehatan global ini, Kemenperin masih optimistis mempertahankan target pertumbuhan industri 2020 sebesar 5,3 persen. Rencana penurunan harga gas industri, paling lambat pada April 2020, untuk beberapa industri yang selama ini belum merasakannya, menjadi salah satu faktor penting yang melandasi optimisme tersebut.
Mewujudkan proyeksi pertumbuhan industri setinggi itu jelas membutuhkan upaya besar. Data BPS menunjukkan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) lapangan usaha industri pada 2019 sebesar 3,8 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan 2018 yang sebesar 4,27 persen.
Padahal, sektor industri merupakan kontributor tertinggi, dengan sumbangan 19,7 persen terhadap struktur PDB Indonesia pada 2019. Tak ada cara lain, pertumbuhan industri di Tanah Air mesti dijaga. (C Anto Saptowalyono)