Rata-rata bunga dasar kredit pemilikan rumah atau KPR mencapai 8,8 persen. Namun, beberapa bank besar masih menerapkan bunga dasar dua digit.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Fany Sebayang (29), seorang influencer gaya hidup minimalis, pada Natal tahun lalu membagikan pengalaman membeli rumah idaman bersama suaminya, Bastian (29), melalui video Youtube.
Dalam video berjudul ”Akhirnya Bisa Beli Rumah Sebelum 30 Tahun”, keduanya juga berusaha memotivasi generasi milenial yang ingin membeli rumah dengan uang sendiri.
Kurang lebih dua tahun lalu, saat masih tinggal di apartemen, pasangan muda tersebut mengincar rumah yang sedang dibangun di wilayah Jakarta Utara. Dengan harga rumah senilai Rp 1,3 miliar di tanah seluas 65 meter persegi, mereka berusaha menutupi biaya itu dengan menjual aset yang mereka usahakan sejak sebelum menikah.
”Kami belum punya cukup uang, tapi pengin tetep beli rumah. Rumah jadi pada bulan Agustus. Jadi, kami punya waktu untuk jual aset supaya bisa ambil KPR (kredit pemilikan rumah),” tutur karyawan swasta itu dalam video yang telah ditonton lebih dari 100.000 kali.
Keduanya kemudian berhasil menjual aset yang hasilnya bisa digunakan untuk menutupi 85 persen harga rumah sekaligus uang muka (down payment/DP) kepada pengembang. Sisanya dicicil melalui KPR dari salah satu bank swasta.
Melalui program spesial, mereka mendapatkan suku bunga flat 5,52 persen selama dua tahun. Mereka juga hanya perlu mencicil selama lima tahun dan tidak akan dikenai penalti ketika melunasi lebih awal.
”Kami harus KPR karena uang kami enggak cukup. Kebutuhan akan rumah sudah urgent, dan kami harus beli, daripada nunggu lalu rumahnya diambil orang. Jadi, take a risk aja walaupun tetap menghindari utang yang banyak,” kata Bastian yang berprofesi sebagai wiraswasta, menambahkan.
Membeli rumah dengan beban pembiayaan ringan seperti itu memang menjadi impian banyak orang. Tak terkecuali Nugraha (28), seorang pekerja swasta di Jakarta. Setelah menikah pada awal Januari lalu, ia dan istrinya menempati rumah yang sudah dibayar dengan DP KPR yang terbilang besar.
Dengan sokongan uang orangtua, ia hendak mempersingkat tenor dengan membayar DP sebesar 40 persen dari harga rumah. Harga rumah dengan luas tanah 81 meter persegi di bilangan Pamulang, Tangerang Selatan, itu mencapai Rp 600 juta.
”KPR ini belum akad. Kalau sudah didapat, cicilannya akan dibayar dengan joint income (pendapatan bersama istri). Maksimal Rp 7 juta per bulan, lah. Kalau bisa tenornya pendek saja, maksimal 7 tahun,” tuturnya kepada Kompas, Senin (10/2/2020).
Tidak hanya di situ, ia juga berharap bunga flat dan floating (mengambang) KPR bisa lebih rendah dan tidak berbeda signifikan, menyusul kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia (BI).
Bunga tinggi
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, rata-rata bunga KPR perbankan nasional mencapai 8,8 persen per November 2019.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, seperti dikutip dari lamannya, hari ini, menerapkan suku bunga mengambang KPR sebesar 13,25 persen. Adapun suku bunga mengambang di PT Bank Central Asia Tbk mulai 11,5 persen, yang berlaku efektif Agustus 2018.
Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo, Kamis (6/2/2020), di Jakarta, berpendapat, bunga cicilan per bulan yang masih tinggi membebani para calon pembeli rumah. Hal itu utamanya dirasakan oleh generasi milenial yang umumnya belum mapan.
Sementara itu, nilai acuan DP yang telah dilonggarkan juga belum mendorong permintaan rumah. Pada Desember 2019, BI juga telah menurunkan rasio pinjaman properti (loan to value/LTV) sampai 5 persen.
”Kaum milenial masih sangat berat dengan DP 5 persen. Kalau DP 0 persen, cicilan bulanan tinggi karena bunganya. Bunga KPR masih 10 persen walaupun sudah turun suku bunganya,” ujarnya.
Permintaan lambat
Berdasarkan data Cushman & Wakefield Indonesia, pada 2019, ketersediaan rumah tapak di Jakarta dan sekitarnya hanya meningkat 2 persen sampai 383.098 unit dari 375.258 unit pada 2018. Pertumbuhan permintaan rumah memang terbilang lambat.
Pada periode yang sama, harga properti hunian tumbuh 4,42 persen sampai rata-rata Rp 11,22 juta.
”Harga lahan meningkat walaupun enggak banyak seperti tahun 2012-2014,” kata Arief.