Perkiraan stok beras yang ada saat ini, yang berasal dari surplus tahun 2019, lebih rendah dari konsumsi bulanan nasional. Hal ini menjadi alarm kenaikan harga beras yang berpotensi terjadi pada Februari ini.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkiraan stok beras yang ada saat ini, yang berasal dari surplus tahun 2019, lebih rendah dari konsumsi bulanan nasional. Hal ini menjadi alarm kenaikan harga beras yang berpotensi terjadi pada Februari ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, surplus kumulatif produksi beras nasional pada 2019 mencapai 1,53 juta ton dan lebih rendah dibandingkan 2018 yang mencapai 4,37 juta ton. Surplus kumulatif 2019 itu juga lebih rendah dari rata-rata konsumsi beras nasional bulanan yang sebesar 2,43 juta ton-2,51 juta ton.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah menyatakan, surplus tersebut bersifat kumulatif dari produksi beras nasional di tiap wilayah secara bulanan. ”Surplus tersebut berpotensi berada di rumah tangga petani sebagai produsen, penggilingan, pedagang, dan rumah tangga konsumen,” katanya saat dihubungi, Rabu (5/1/2020).
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas Santosa menilai angka surplus kumulatif yang di bawah konsumsi nasional pada 2019 menjadi alarm. Artinya, kenaikan harga beras di tingkat konsumen berpotensi terjadi pada awal tahun 2020 karena menyusutnya stok.
Berdasarkan data BPS, harga gabah kering panen di tingkat petani pada Januari 2020 senilai Rp Rp 5.273 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi 1,13 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan 1,49 persen dibandingkan Januari 2019.
Di tingkat penggilingan, harga beras medium mencapai Rp 9.805 per kg pada Januari 2020. Harga ini lebih tinggi 2,51 persen dibandingkan Desember 2019.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mencatat, rata-rata harga beras nasional di tingkat konsumen pada Rabu ini senilai Rp 11.700-Rp 11.900 per kg. Harga ini cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan awal Januari 2020 yang sebesar Rp 11.700-Rp 11.850 per kg.
Peningkatan penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) untuk program ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) atau operasi pasar turut menjadi alarm kenaikan harga di tingkat konsumen. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, penyaluran CBP untuk KPSH pada Januari 2019 berkisar 130.000 ton, sedangkan pada Januari 2020 mencapai 160.000 ton.
Tri menambahkan, saat ini rata-rata penyaluran CBP dapat mencapai 5.000-6.000 ton per hari. ”Angka ini dapat menyentuh Rp 10.000 ton per hari pada Februari karena belum ada panen,” katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Saat ini, stok CBP yang ada di gudang Bulog mencapai 1,71 juta ton. CBP sebagai stok penyangga (buffer stock) nasional dikategorikan aman apabila berada di rentang 1 juta-1,5 juta ton.
Tri juga menyoroti sumbangan beras pada inflasi Januari 2020. BPS mendata, andil beras pada inflasi mencapai 0,03 persen. Adapun inflasi kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau pada Januari 2020 mencapai 1,62 persen, sedangkan inflasi umum pada periode saat itu 0,39 persen.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berpendapat, stok beras nasional masih tergolong aman. Dia mengklaim produksi beras pada panen raya Maret-April mendatang dapat mencapai 7 juta ton.
Penurunan produksi
BPS mendata, produksi beras pada 2019 mencapai 31,31 juta ton, sedangkan pada 2018 sebesar 33,94 juta ton. Penurunan produksi ini disebabkan turunnya luas panen dari 11,38 juta hektar (2018) menjadi 10,68 juta hektar (2019) akibat kekeringan.
Menurut Dwi, tren penurunan produksi itu terjadi secara jangka menengah, tak sekadar dua tahun belakangan. ”Ada dua faktor utama yang memengaruhi produksi, yakni iklim dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT),” katanya.
Oleh sebab itu, Dwi mengharapkan pemerintah fokus pada program-program bantuan pada petani yang berkaitan dengan dua faktor utama itu. Untuk pengendalian OPT, dia berpendapat, pemerintah dapat menerapkan kembali program pengendalian hama terpadu yang dijalankan sekitar tahun 1980.