Pengusaha Tolak Rencana Pemerintah Batasi Impor Bahan Pangan China
Pembatasan impor dinilai tidak relevan untuk mencegah penyebaran virus, dan dikhawatirkan berdampak pada konsumsi dalam negeri Indonesia.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha meminta pemerintah mendalami rencana pembatasan impor bahan pangan dari China, menyusul merebaknya wabah virus korona. Pembatasan impor dinilai tidak relevan untuk mencegah penyebaran virus, dan dikhawatirkan berdampak pada konsumsi dalam negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman, Selasa (4/2/2020), mengatakan, berdasarkan diskusi dengan beberapa ahli pangan, virus korona jenis baru (2019-nCov) itu diperkirakan tidak mengontaminasi makanan.
Hal ini karena virus korona secara umum ditularkan antarhewan atau manusia. Selain itu, karakter virus dari keluarga besar yang sama dengan SARS dan MERS juga dilaporkan tidak bertahan lama pada lingkungan, termasuk pada permukaan makanan.
”Dengan proses pemanasan (virus) mati. Virus beda dengan bakteri, tidak bisa berkembang biak dalam pangan, dia harus masuk ke dalam sel mahluk hidup untuk bisa berkembang biak,” kata Adhi.
Pembatasan impor juga dinilai akan berdampak besar bagi Indonesia. Pasalnya, impor bahan baku atau pangan jadi masih dibutuhkan. ”Sedangkan mencari alternatif bahan pangan ini tidak mudah. Apalagi makanan menyangkut izin, halal, keamanan, kualitas, rasa, dan lainnya,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), bahan makanan tidak masuk dalam lima golongan barang (standard international trade classification/SITC) utama dari China, seperti suku cadang serta mesin untuk alat telekomunikasi dan industri.
Menurut data pada Januari-November 2019, China banyak mengimpor bahan pangan, seperti bawang putih, cabai, tembakau, kopi, dan buah-buahan. Pada periode itu, Indonesia membeli 358.449 ton bawang putih senilai 406 juta dollar AS.
Kemudian, impor tembakau seberat 40.500 ton dengan nilai 160 juta dollar AS. Berbagai jenis cabai (segar sampai kering) juga diimpor dari China sebanyak hampir 3.200 ton senilai hampir 5 juta dollar AS.
Adapun sampai Desember 2019, Indonesia mengimpor berbagai buah dengan nilai 814,22 juta dollar AS.
Lihat reaksi pasar
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani juga meminta pemerintah mengkaji lebih dalam dampak dari rencana pembatasan impor tersebut.
Selain melihat kebutuhan industri, pemerintah juga disarankan untuk melihat reaksi pasar.
Jika reaksi pasar terlalu ringkih, Shinta menyarankan agar pemerintah memberikan imbauan agar pasar secara sadar menahan mengonsumsi produk pangan impor dari China. Misalnya konsumsi buah dan sayuran impor yang didistribusikan langsung kepada konsumen oleh peritel.
”Ini lebih baik dibandingkan menghentikan impor secara total dan membuat pasar domestik kacau. Kalau kita salah langkah, inflasi di pasar bisa tidak terkontrol hanya karena kebijakan ini,” ujarnya.
Perlu transisi
Jika pembatasan impor tetap dilakukan, Shinta meminta agar pemerintah menyediakan waktu transisi. Transisi diperlukan sehingga pelaku usaha bisa mengatur peralihan perdagangan atau mencari barang substitusi.
”Transisi ini penting bukan hanya untuk meminimalisasi kerugian pelaku usaha, melainkan juga untuk memastikan tidak ada kekosongan atau kekurangan supply pangan di pasar. Tidak semua negara bisa mengekspor substitusi produk ini dalam jumlah besar dan waktu singkat karena ini produk alam,” katanya.
Wacana pembatasan impor bahan pangan untuk konsumsi itu disampaikan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto seusai rapat koordinasi dampak virus korona terhadap impor barang dan pariwisata dari China, Senin (3/2/2020), di Jakarta.
Ia mengatakan, sejauh ini pemerintah masih akan mengidentifikasi produk-produk impor yang mungkin terjangkit wabah virus korona, seperti hewan unggas hidup dan beberapa jenis hewan liar.
”Jadi, pemberhentian impor baru akan kami lakukan. Namun, secara spesifik masih harus dikoordinasikan dengan kementerian lain,” kata Agus.
Selain hewan unggas, impor produk hortikultura juga dapat dibatasi apabila terindikasi membawa wabah virus korona. Jika tidak terindikasi, impor barang-barang dari China tetap diperbolehkan.
Nantinya, pembatasan impor sementara akan dibarengi pencarian negara alternatif untuk penuhi kebutuhan dalam negeri.