Sejumlah usaha rintisan global mengurangi jumlah karyawan. Selain merapikan bisnis, mereka ingin memastikan jalan menuju keuntungan. Investor pun makin berhati-hati. Strategi bakar uang tak bisa dipertahankan lagi.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Baru sebulan memasuki tahun 2020, sejumlah usaha rintisan (start up) global mengurangi jumlah karyawannya. Mereka tengah berusaha merapikan bisnisnya dan memastikan jalan ke depan adalah jalan menuju keuntungan.
Sangat boleh jadi fenomena ini muncul ketika para investor mulai menanyakan peta jalan bisnis usaha rintisan, menyusul beberapa kejadian yang dialami Uber yang harganya jatuh ketika masuk bursa dan WeWork yang batal ke lantai bursa setelah investor pasar privat tak merespons rencana itu. Perapian bisnis dilakukan karena strategi bakar uang sudah mulai dikurangi.
Perusahaan transportasi daring Lyft mengurangi karyawan hingga 90 orang dan dikabarkan bisa lebih banyak dalam beberapa bulan mendatang. Pengurangan dilakukan dengan tujuan agar target bisnis tercapai, yaitu tidak lagi bakar uang pada tahun ini.
Mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja adalah bagian pemasaran dan penjualan. Meski demikian, mereka mengatakan, pengurangan itu sebagai konsekuensi dari perubahan strategi sehingga mereka juga akan mencari pekerja baru sebanyak 1.000 orang. Perusahaan skuter Lime juga mengurangi karyawannya di 12 pasar mereka.
Beberapa waktu lalu, Oyo, perusahaan pemesanan hotel dari India, juga memutuskan untuk mengurangi karyawan sebanyak 1.800 orang. Sebanyak 1.000 orang merupakan orang lokal India. Pengurangan karyawan dikabarkan masih akan berlanjut beberapa bulan ke depan. Pengurangan karyawan dilakukan menyusul saran dari investor agar pengelola perusahaan mendisiplinkan penggunaan uang.
Softbank yang menjadi investor besar Oyo juga mengatakan, mereka mengurangi karyawannya dalam jumlah yang lebih kecil, seperti Getaround dan Wag Labs Inc. Di samping itu, ada pula usaha rintisan yang didanai Softbank yang mengurangi jumlah karyawan. Perusahaan itu adalah CloudMinds. Sekitar 700 orang di China bakal terkena pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan pengaliran konten film Netflix juga mengumumkan mengurangi karyawannya karena mengubah strategi pemasaran mereka. Setidaknya sebanyak 15 orang dan kemungkinan bisa bertambah menyusul perubahan strategi pemasaran itu. Pengurangan ini menyusul kehadiran pejabat baru bidang pemasaran di Netflix yang menginginkan perubahan strategi pemasaran dari iklan-iklan film menjadi iklan Netflix secara keseluruhan. Pekan lalu, usaha rintisan Quora juga mengabarkan mengurangi karyawan meski jumlahnya belum diketahui.
Beberapa bulan lalu, kabar pemutusan hubungan kerja muncul di usaha rintisan, tetapi dugaan waktu itu adalah kemungkinan penggunaan kecerdasan buatan yang masif sehingga tak dibutuhkan lagi peran manusia. Sebuah prediksi menyebutkan, apabila penggunaan kecerdasan buatan banyak digunakan, akan terjadi pengurangan karyawan sebanyak 30 persen hingga tahun 2030.
Waktu berjalan dan problem di usaha rintisan ternyata mulai muncul satu per satu, bukan hanya soal penggunaan kecerdasan buatan itu. Investor makin berhati-hati sehingga mereka mulai menanyakan peta jalan bisnis yang menuju keuntungan. Strategi bakar uang tak bisa dipertahankan lagi.
Kajian yang dilakukan oleh TechCrunch menyebutkan, PHK pada awal tahun ini sebenarnya merupakan tren kelanjutan dari tahun lalu. Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan pada tahun lalu mencapai 64.166 orang. Jumlah ini meningkat 351 persen dibandingkan tahun 2018.
Tahun ini, PHK diperkirakan masih besar sebagai bagian dari upaya usaha rintisan untuk mengurangi beban biaya yang sangat besar, terutama untuk pemasaran dan akuisisi pengguna. Strategi bakar uang otomatis akan sangat berkurang. Usaha rintisan bakal berkompetisi di kualitas layanan. Konsumen harus bersiap, harga layanan tak lagi murah.
Masalah lain yang bakal muncul adalah investor makin berhati-hati mengeluarkan uang. Kasus PHK yang sebagian ada di usaha rintisan yang didanai oleh Softbank membuat peta pendanaan juga bakal berubah. Softbank adalah lembaga pendanaan yang boleh dibilang menjadi panutan kalangan investor. Gerak-gerik lembaga ini selalu dipantau oleh lembaga pendanaan lain.
Meski demikian, kalangan pengamat menilai ada ”noda” di dalam sindikasi pendanaan yang dipimpin oleh Softbank. Tak jelas rincian dari kesalahan Softbank dalam pendanaan, tetapi kasus PHK yang beruntun di usaha rintisan mereka menyisakan beberapa pertanyaan.
Oleh karena itu, perusahaan pendanaan lain akan berpikir ulang untuk jor-joran mengucurkan uang. Mereka akan memilih aman, apalagi investor di Indonesia, yang belum matang dalam menanamkan modal di usaha rintisan. Akibat yang akan diterima adalah usaha rintisan harus mencari strategi agar mereka bisa selamat.
Sangat mungkin investor akan bertanya lebih menjelimet dan tentu berfokus pada proyeksi bisnis usaha rintisan. Mereka pasti akan bertanya, kapan untung? Pertanyaan yang sebenarnya tidak pas di dunia usaha rintisan yang harus lama menunggu hingga usaha mereka mempunyai untung atau bisnis berjalan normal.